Ramadhan di AS, Muslim, Kristen dan Yahudi Buka Puasa Bersama
A
A
A
BERKELEY - Perwakilan dari komunitas Muslim, Kristen dan Yahudi berkumpul bersama di kampus University of California (UC) Berkeley untuk bersama-sama menyantap hidangan buka puasa Ramadhan.
Para warga dari tiga komunitas agama ini berkumpul atas inisiatif Cultural Connections of Berkeley, sebuah kelompok mahasiswa di kampus tersebut.
Buka puasa bersama bertajuk “Coined the Ramadan Friendship Dinner” ini juga melibatkan kerja sama Asosiasi Mahasiswa Internasional di Berkeley, Dewan Hubungan Masyarakat Yahudi, Temple Sinai di Oakland, Koneksi Kebudayaan Area Bay dan Pacifica Insitute cabang San Francisco.
”Tujuan utamanya adalah untuk membawa orang-orang dari berbagai budaya dan agama yang berbeda untuk (duduk) satu meja," kata Kairat Sabyrov, dari organizer Cultural Connections of Berkeley.
Menurut Sabyrov, UC Berkeley dipilih sebagai tuan acara lintas agama karena kampus itu terkenal dengan reputasi keragaman dan inklusinya.
”Ini terbuka untuk siapa saja," kata Sabyrov. Menurut Sabyrov, organisasinya bertujuan membuat acara ini menjadi momen tahunan.
“Ketika Anda melakukannya setiap tahun, orang-orang baru akan datang. Dan setahun sekali tidak cukup. Kami ingin melanjutkan hubungan kami,” ujarnya, seperti dikutip dari Berkeley News, Jumat (17/6/2016).
Sebelum matahari terbenam atau buka puasa Ramadan dimulai, Scott Alexander, seorang asisten profesor Studi Islam di Catholic Theological Union di Chicago, berceramah tentang pentingnya bermasyarakat. Ada sekitar 100 orang pengunjung, yang kebanyakan dari mereka menjalankan puasa Ramadhan.
Alexander menekankan bahwa puasa itu belum tentu bagian tersulit dalam ibadah Ramadhan. Menurutnya, banyak warga Muslim berharap untuk berbuka puasa bersama.
Robert Berger, anggota dari Temple Sinai Oakland yang merupakan ujung tombak hubungan komunitas Muslim dan Yahudi, menyoroti retorika anti-Muslim selama kampenye pemilihan presiden AS.
”Kita harus mendorong pemahaman pada tingkat pribadi dan spiritual," kata Berger. ”Ini dimulai pada tingkat pribadi sebelum melangkah ke tingkat global.”
"Kami berbeda," kata Berger. "Anda harus bisa mengakui, menghormati dan memahami. Kami berbeda, namun kami bisa berbagi mimpi. Kami dapat berbagi makan malam,” katanya lagi.
Para warga dari tiga komunitas agama ini berkumpul atas inisiatif Cultural Connections of Berkeley, sebuah kelompok mahasiswa di kampus tersebut.
Buka puasa bersama bertajuk “Coined the Ramadan Friendship Dinner” ini juga melibatkan kerja sama Asosiasi Mahasiswa Internasional di Berkeley, Dewan Hubungan Masyarakat Yahudi, Temple Sinai di Oakland, Koneksi Kebudayaan Area Bay dan Pacifica Insitute cabang San Francisco.
”Tujuan utamanya adalah untuk membawa orang-orang dari berbagai budaya dan agama yang berbeda untuk (duduk) satu meja," kata Kairat Sabyrov, dari organizer Cultural Connections of Berkeley.
Menurut Sabyrov, UC Berkeley dipilih sebagai tuan acara lintas agama karena kampus itu terkenal dengan reputasi keragaman dan inklusinya.
”Ini terbuka untuk siapa saja," kata Sabyrov. Menurut Sabyrov, organisasinya bertujuan membuat acara ini menjadi momen tahunan.
“Ketika Anda melakukannya setiap tahun, orang-orang baru akan datang. Dan setahun sekali tidak cukup. Kami ingin melanjutkan hubungan kami,” ujarnya, seperti dikutip dari Berkeley News, Jumat (17/6/2016).
Sebelum matahari terbenam atau buka puasa Ramadan dimulai, Scott Alexander, seorang asisten profesor Studi Islam di Catholic Theological Union di Chicago, berceramah tentang pentingnya bermasyarakat. Ada sekitar 100 orang pengunjung, yang kebanyakan dari mereka menjalankan puasa Ramadhan.
Alexander menekankan bahwa puasa itu belum tentu bagian tersulit dalam ibadah Ramadhan. Menurutnya, banyak warga Muslim berharap untuk berbuka puasa bersama.
Robert Berger, anggota dari Temple Sinai Oakland yang merupakan ujung tombak hubungan komunitas Muslim dan Yahudi, menyoroti retorika anti-Muslim selama kampenye pemilihan presiden AS.
”Kita harus mendorong pemahaman pada tingkat pribadi dan spiritual," kata Berger. ”Ini dimulai pada tingkat pribadi sebelum melangkah ke tingkat global.”
"Kami berbeda," kata Berger. "Anda harus bisa mengakui, menghormati dan memahami. Kami berbeda, namun kami bisa berbagi mimpi. Kami dapat berbagi makan malam,” katanya lagi.
(mas)