Eksekusi Mati Pemimpin Partai Islam Bangladesh Picu Kecaman
A
A
A
DHAKA - Bangladesh menggantung pemimpin sebuah partai Islam di negara itu, Motiur Rahman Nizami. Ia dijatuhi hukuman mati terkait kasus genosida dan kejahatan lainnya yang dilakukan selama perang kemerdekaan untuk lepas dari Pakistan pada 1971.
Nizami, pemimpin partai Jamaat-e-Islami, dieksekusi di penjara pusat Dhaka pada tengah malam setelah Mahkamah Agung menolak permohonan terakhirnya melawan vonis hukuman mati. Hukuman mati ini dijatuhkan oleh pengadilan khusus atas dakwaan genosida, pemerkosaan, dan mendalangi pembantaian intelektual selama perang, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (11/5/2016).
Eksekusi terhadap Nizami ini memicu aksi protes dari para pendukungnya. Mereka menilai hukuman terhadap Nizami tidak berdasar. Nizami diduga telah menjadi korban denda politik. Para pendukungnya telah menyerukan pemogokan nasional sebagai aksi protes.
Eksekusi Nizami juga menjadi perhatian kelompok hak asasi manusia (HAM) internasional. Kelompok HAM internasional mengatakan, prosedur pengadilan tersebut tidak memenuhi standar internasional. Namun, pemerintah Bangladesh menolak anggapan itu.
Sedangkan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan, meski mendukung ditegakkannya keadilan, namun jalannya persidangan haruslah bebas, adil dan transparan, serta dilakukan sesuai dengan perjanjian internasional.
"Kami masih percaya bahwa akan ada perbaikan lebih lanjut dari proses tersebut untuk bisa memastikan jika proses tersebut bisa memenuhi kewajiban domestik dan internasional. Sampai kewajiban ini dapat secara konsisten dipenuhi, kami memiliki kekhawatiran tentang melanjutkan eksekusi," kata jubir Deplu AS, Elizabeth Trudeau, dalam sebuah pernyataan.
Nizami, pemimpin partai Jamaat-e-Islami, dieksekusi di penjara pusat Dhaka pada tengah malam setelah Mahkamah Agung menolak permohonan terakhirnya melawan vonis hukuman mati. Hukuman mati ini dijatuhkan oleh pengadilan khusus atas dakwaan genosida, pemerkosaan, dan mendalangi pembantaian intelektual selama perang, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (11/5/2016).
Eksekusi terhadap Nizami ini memicu aksi protes dari para pendukungnya. Mereka menilai hukuman terhadap Nizami tidak berdasar. Nizami diduga telah menjadi korban denda politik. Para pendukungnya telah menyerukan pemogokan nasional sebagai aksi protes.
Eksekusi Nizami juga menjadi perhatian kelompok hak asasi manusia (HAM) internasional. Kelompok HAM internasional mengatakan, prosedur pengadilan tersebut tidak memenuhi standar internasional. Namun, pemerintah Bangladesh menolak anggapan itu.
Sedangkan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan, meski mendukung ditegakkannya keadilan, namun jalannya persidangan haruslah bebas, adil dan transparan, serta dilakukan sesuai dengan perjanjian internasional.
"Kami masih percaya bahwa akan ada perbaikan lebih lanjut dari proses tersebut untuk bisa memastikan jika proses tersebut bisa memenuhi kewajiban domestik dan internasional. Sampai kewajiban ini dapat secara konsisten dipenuhi, kami memiliki kekhawatiran tentang melanjutkan eksekusi," kata jubir Deplu AS, Elizabeth Trudeau, dalam sebuah pernyataan.
(esn)