Roman, Wanita Transgender Pertama yang Jadi Anggota DPR Filipina
A
A
A
MANILA - Untuk pertama kalinya, seorang wanita transgender terpilih menjadi anggota DPR Bataan, Manila utara, Filipina. Dia bernama Geraldine Roman.
Roman telah hidup sebagai seorang wanita transgender selama lebih dari dua dekade. Politikus Partai Liberal ini meraih 62 persen suara dalam Pemilu Filipina.
Kemenangan Roman menuai banyak pujian di media sosial dan menjadi berita utama di Filipina, mengingat negara itu mayoritas penduduknya merupakan warga Katolik yang tabu dengan lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Perceraian, aborsi dan pernikahan sesama jenis adalah ilegal di Filipina. Hukum di negara itu juga melarang warganya mengubah nama dan jenis kelamin.
Roman yang merupakan mantan editor berita berbicara kepada AFP, Selasa (10/5/2016) setelah kemenangannya. ”Politik kefanatikan, kebencian dan diskriminasi tidak menang, yang berjaya adalah politik cinta, menerima dan menghormati,” ucapnya.
Roman berharap untuk bisa terlibat dalam banyak masalah. Dia menangkis kritik yang memandangnya sebagai seorang politisi yang hanya tertarik pada satu masalah saja.
"Saya gembira, sangat, sangat senang. Saya juga senang untuk bekerja. Saya menyadari bahwa beban lebih besar karena stereotip orang tentang LGBT adalah kesembronoan kita, bahwa kita tidak cukup berjiwa besar untuk mengatakannya, jadi saya memiliki ini untuk membuktikan bahwa mereka salah,” ujarnya.
Sebelum kemenangan telaknya, Roman berjanji untuk mencoba membatalkan aturan tentang larangan perubahan jenis kelamin serta berjanji untuk memperjuangkan hak-hak yang sama di tempat kerja, sekolah dan kantor-kantor pemerintah.
”(Jenis Kelamin) hanya menjadi masalah ketika Anda mencoba untuk merahasiakannya. Ini ada yang buruk. Saya tidak pernah menyakiti siapa pun dalam berproses. Saya sangat senang, jadi mengapa saya harus malu?,” katanya saat kampanye.
Politikus berusia 49 tahun ini berasal dari keluarga politikus. Di mana ibu dan ayahnya merupakan mantan anggota kongres.
Roman telah hidup sebagai seorang wanita transgender selama lebih dari dua dekade. Politikus Partai Liberal ini meraih 62 persen suara dalam Pemilu Filipina.
Kemenangan Roman menuai banyak pujian di media sosial dan menjadi berita utama di Filipina, mengingat negara itu mayoritas penduduknya merupakan warga Katolik yang tabu dengan lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Perceraian, aborsi dan pernikahan sesama jenis adalah ilegal di Filipina. Hukum di negara itu juga melarang warganya mengubah nama dan jenis kelamin.
Roman yang merupakan mantan editor berita berbicara kepada AFP, Selasa (10/5/2016) setelah kemenangannya. ”Politik kefanatikan, kebencian dan diskriminasi tidak menang, yang berjaya adalah politik cinta, menerima dan menghormati,” ucapnya.
Roman berharap untuk bisa terlibat dalam banyak masalah. Dia menangkis kritik yang memandangnya sebagai seorang politisi yang hanya tertarik pada satu masalah saja.
"Saya gembira, sangat, sangat senang. Saya juga senang untuk bekerja. Saya menyadari bahwa beban lebih besar karena stereotip orang tentang LGBT adalah kesembronoan kita, bahwa kita tidak cukup berjiwa besar untuk mengatakannya, jadi saya memiliki ini untuk membuktikan bahwa mereka salah,” ujarnya.
Sebelum kemenangan telaknya, Roman berjanji untuk mencoba membatalkan aturan tentang larangan perubahan jenis kelamin serta berjanji untuk memperjuangkan hak-hak yang sama di tempat kerja, sekolah dan kantor-kantor pemerintah.
”(Jenis Kelamin) hanya menjadi masalah ketika Anda mencoba untuk merahasiakannya. Ini ada yang buruk. Saya tidak pernah menyakiti siapa pun dalam berproses. Saya sangat senang, jadi mengapa saya harus malu?,” katanya saat kampanye.
Politikus berusia 49 tahun ini berasal dari keluarga politikus. Di mana ibu dan ayahnya merupakan mantan anggota kongres.
(mas)