Kelompok Peraih Nobel Nekat Kunjungi Korut meski Korsel Keberatan

Sabtu, 07 Mei 2016 - 17:41 WIB
Kelompok Peraih Nobel Nekat Kunjungi Korut meski Korsel Keberatan
Kelompok Peraih Nobel Nekat Kunjungi Korut meski Korsel Keberatan
A A A
BEIJING - Sebuah kelompok pemenang Hadiah Nobel nekat mengunjungi Korea Utara (Korut) selama seminggu terakhir meskipun muncul keberatan dari Korea Selatan (Korsel).

Kelompok peraih Hadiah Nobel itu menyatakan misi kunjungannya ke Korut merupakan misi non-politik, yakni misi akademik.

Sejak mengembangkan senjata nuklir, Korut mulai terisolasi dari dunia luar. Hal itu diperparah dengan rentetan sanksi internsional setelah Korut yang dipimpin Kim Jong-un melakukan uji coba senjata nuklir jenis bom hidrogen 6 Januari 2016 lalu.

Kelompok peraih Hadiah Nobel yang nekat mengunjungi Korut terdiri dari tiga tokoh; Aaron Ciechanover, Finn Kydland dan Richard Roberts. Mereka tiba di Pyongyang pada 29 April 2016.

Mereka melakukan misi pertukaran akademis di universitas elite Korut di Pyongyang, yang pengelolaannya di bawah naungan yayasan perdamaian international yang berbasis di Wina.

Ketua dan pendiri yayasan, Uwe Morawetz, mengkonfirmasi kunjungan itu kepada wartawan di Beijing setelah kembali dari Pyongyang.

Sebelum bertemu wartawan, dia mengaku sudah bertemu dengan Duta Besar Korea Selatan di Bangkok, di mana kelompok peraih Hadiah Nobel itu memiliki kantor di Asia.


Kami telah diminta oleh Duta Besar Korea Selatan untuk menunda kunjungan kami sampai setelah kongres partai (Buruh) selesai, tapi kami tidak (pernah) diminta untuk membatalkan kunjungan,” kata Morawetz, seperti dikutip Reuters, Sabtu (7/5/2016).

Masalahnya adalah bahwa para pemenang Hadiah Nobel adalah orang-orang yang sangat sibuk dan kami tidak bisa mengalihkan rencana kunjungan yang sudah dijadwalkan dua setengah tahun ini ke tanggal yang lain pada tahun ini,” ujarnya.

Jadi kami membuat jelas bahwa kami pergi berkunjung, tapi kami tidak pernah dihubungi oleh Pemerintah AS,” imbuh dia.

Ciechanover, yang memenangkan Hadiah Nobel untuk bidang kimia pada tahun 2004, mengatakan bahwa dia seorang dokter. Sehingg tidak ditanya apa pun terkait dengan masalah nuklir.


Kami tidak datang untuk mengkritik mereka, kami tidak datang untuk meminta tentang makna demokrasi di mata mereka, "katanya.

Kami benar-benar datang untuk berkomunikasi dan bertukar dialog dengan mahasiswa.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7347 seconds (0.1#10.140)