Sanksi Keras DK PBB ke Korut Tak Bidik Kim Jong-un
A
A
A
NEW YORK - Dewan Keamanan (DK) PBB dengan suara bulat mengadopsi resolusi untuk memperluas sanksi yang lebih keras terhadap Korea Utara (Korut) atas uji coba senjata nuklir jenis bom hidrogen. Namun, sanksi keras itu ternyata tidak membidik pemimpin Korut, Kim Jong-un.
Hal itu disampaikan juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest. Rancangan sanksi untuk Korut itu disusun Amerika Serikat dan didukung penuh oleh China. Sebanyak 15 negara anggota DK PBB menyetujui penjatuhan sanksi tersebut.
”Pemahaman saya adalah bahwa berdasarkan sanksi yang telah dimasukkan, mereka tidak menjatuhkan sanksi yang menargetkan dia (Kim Jong-un) secara pribadi,” kata Earnest.
Sanksi keras DK PBB itu diyakini menghanam beberapa sektor ekonomi Korea Utara. Setiap kapal kargo yang pergi ke dan dari Korut kini menjalani pemeriksaan ketat. Negara-negara lain juga juga dilarang ekspor bangsa batubara, besi, emas, titanium dan mineral alam yang langka ke Pyongyang.
Pada tanggal 6 Januari 2016, Korut mengklaim berhasil melakukan uji coba bom hidrogen, yang memicu gelombang kecaman dari masyarakat internasional. Kemudian pada tanggal 7 Februari 2016, Pyongyang meluncurkan roket jarak jauh yang dianggap melanggar resolusi DK PBB.
Duta Besar AS untuk PBB, Samantha Power, mengatakan sanksi lebih keras untuk rezim Pyongyang bertujuan untuk memotong dana terkait program nuklir Korea Utara dan program senjata lain yang dilarang.
Belasan individu dan entitas yang terkait dengan Korut telah masuk daftar hitam PBB. ”Hampir semua sumber daya DPRK (Korea Utara) disalurkan demi mengejar ambisi sembrono dan senjata pemusnah massal,” kata Samantha, seperti dikutip Reuters, Kamis (3/3/2016).
Sekjen PBB; Ban Ki-moon menyambut langkah 15 negara anggota DK PBB yang kompak menjatuhkan sanksi pada Korut. Menurutnya, langkah itu akan membawa Pyongyang kembali patuh pada kewajiban internasionalnya.
Hal itu disampaikan juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest. Rancangan sanksi untuk Korut itu disusun Amerika Serikat dan didukung penuh oleh China. Sebanyak 15 negara anggota DK PBB menyetujui penjatuhan sanksi tersebut.
”Pemahaman saya adalah bahwa berdasarkan sanksi yang telah dimasukkan, mereka tidak menjatuhkan sanksi yang menargetkan dia (Kim Jong-un) secara pribadi,” kata Earnest.
Sanksi keras DK PBB itu diyakini menghanam beberapa sektor ekonomi Korea Utara. Setiap kapal kargo yang pergi ke dan dari Korut kini menjalani pemeriksaan ketat. Negara-negara lain juga juga dilarang ekspor bangsa batubara, besi, emas, titanium dan mineral alam yang langka ke Pyongyang.
Pada tanggal 6 Januari 2016, Korut mengklaim berhasil melakukan uji coba bom hidrogen, yang memicu gelombang kecaman dari masyarakat internasional. Kemudian pada tanggal 7 Februari 2016, Pyongyang meluncurkan roket jarak jauh yang dianggap melanggar resolusi DK PBB.
Duta Besar AS untuk PBB, Samantha Power, mengatakan sanksi lebih keras untuk rezim Pyongyang bertujuan untuk memotong dana terkait program nuklir Korea Utara dan program senjata lain yang dilarang.
Belasan individu dan entitas yang terkait dengan Korut telah masuk daftar hitam PBB. ”Hampir semua sumber daya DPRK (Korea Utara) disalurkan demi mengejar ambisi sembrono dan senjata pemusnah massal,” kata Samantha, seperti dikutip Reuters, Kamis (3/3/2016).
Sekjen PBB; Ban Ki-moon menyambut langkah 15 negara anggota DK PBB yang kompak menjatuhkan sanksi pada Korut. Menurutnya, langkah itu akan membawa Pyongyang kembali patuh pada kewajiban internasionalnya.
(mas)