Afrika Selidiki Laporan Rwanda Sokong Pemberontak Burundi
A
A
A
KAMPALA - Para pemimpin Afrika berencana untuk melakukan penyelidikan terhadap laporan Burundi yang menuduh tetangganya, Rwanda, membantu kelompok pemberontak untuk menggulingkan pemerintahan.
"Memang benar bahwa para pejabat Burundi termasuk sejumlah menteri menuduh Rwanda membantu kelompok pemberontak baik senjata maupun memfasilitasi mereka. Kami akan mencari kebenarannya dan mencari solusinya jika memang ada masalah," kata mediator pembicaraan antara pemerintah Burundi dengan pemberontak, Krispus Kiyonga, seperti dikutip dari Xinhua, Minggu (1/1/2016).
Dalam kesempatan itu, Menteri Pertahanan Uganda ini juga menghimbau pemerintah Burundi untuk kembali ke meja perundingan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
"Semua orang bisa datang ke meja perundingan, bersenjata atau tida, kriminal atau tidak. Selama masih ada hubungan dengan konflik di Burundi, biarkan mereka datang ke meja perundingan," kata Kiyonga.
Kekerasan politik dan pertempuran pecah di Burundi sejak April tahun lalu sejak Presiden Nkurunziza kembali mencalonkan diri menjadi presiden untuk masa jabatan ketiga. Hal ini dipandang oleh kelompok oposisi telah melanggar konstitusi dan perjanjian Arusha 2005 yang mengakhiri perang saudara.
"Memang benar bahwa para pejabat Burundi termasuk sejumlah menteri menuduh Rwanda membantu kelompok pemberontak baik senjata maupun memfasilitasi mereka. Kami akan mencari kebenarannya dan mencari solusinya jika memang ada masalah," kata mediator pembicaraan antara pemerintah Burundi dengan pemberontak, Krispus Kiyonga, seperti dikutip dari Xinhua, Minggu (1/1/2016).
Dalam kesempatan itu, Menteri Pertahanan Uganda ini juga menghimbau pemerintah Burundi untuk kembali ke meja perundingan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
"Semua orang bisa datang ke meja perundingan, bersenjata atau tida, kriminal atau tidak. Selama masih ada hubungan dengan konflik di Burundi, biarkan mereka datang ke meja perundingan," kata Kiyonga.
Kekerasan politik dan pertempuran pecah di Burundi sejak April tahun lalu sejak Presiden Nkurunziza kembali mencalonkan diri menjadi presiden untuk masa jabatan ketiga. Hal ini dipandang oleh kelompok oposisi telah melanggar konstitusi dan perjanjian Arusha 2005 yang mengakhiri perang saudara.
(ian)