Iran: Saudi Pilih Kobarkan Kebencian Sektarian atau Stabilitas
A
A
A
TEHERAN - Iran mengadu kepada PBB tentang perilaku Arab Saudi yang dianggap “memprovokasi” Teheran. Melalui surat aduan itu, Iran menyatakan bahwa Saudi harus memilih mengobarkan kebencian sektarian atau mewujudkan stabilitas regional dengan menjadi tetangga yang baik.
Surat aduan yang ditulis Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif kepada Sekjen PBB, Ban Ki-moon itu diterbitkan kantor berita IRNA, Sabtu (9/1/2016).
Aduan dari Iran itu muncul di tengah krisis diplomatik, di mana Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Teheran sebagai protes atas pembakaran Kedutaan Besar Saudi di Teheran oleh massa. Amuk massa itu dipicu eksekusi Saudi terhadap 47 orang termasuk ulama Syiah, Nimr Baqir Al-Nimr.
Dalam suratnya itu, Zarif menulis bahwa “beberapa tokoh” di Riyadh bertekad menyeret seluruh wilayah Timur Tengah ke dalam krisis. Menurutnya, Pemerintah Iran secara resmi mengutuk penyerangan dan pembakaran Kedutaan Besar Saudi di Teheran oleh massa. Dia memastikan para pelakunya diadili dan dihukum.
Namun, Zarif menyalahkan Saudi atas ketegangan kedua negara yang semakin memanas. ”Mereka (Saudi) terus mendukung teroris ekstremis dan mengobarkan kebencian sektarian, atau memilih jalan bertetangga yang baik dan memainkan peran konstruktif dalam keamanan regional,” bunyi surat Zarif.
Menlu Zarif menuduh Saudi Saudi telah terlibat dalam serangkaian ”provokasi langsung” terhadap kaum Syiah di Iran. Dia mencontohkan, selain eksekusi terhadap Al-Nimr juga pelecehan dan penganiayaan para jemaah asal Iran yang beribadah ke Mekkah.
Zarif juga memberi contoh soal tuduhan Saudi mendukung terorisme. ”Kebanyakan anggota Al-Qaeda, Taliban, ISIS, dan Nusra depan adalah warga negara Saudi,” lanjut surat Zarif.
Tuduhan Balik
Arab Saudi sebelumnya menuduh balik bahwa Iran-lah yang memicu ketegangan regional dengan intervensi atau mencampuri urusan internal negara lain. Dalam kasus eksekusi Al-Nimr, Menlu Arab Saudi, Adel Al-Jubeir, menegaskan bahwa Al-Nimr merupakan warga Saudi yang telah menjalani proses hukum yang adil dan sama di mata hukum tanpa memandang sektarian.
Media Saudi, mengutip data Amnesty International, telah mengungkap bahwa Iran juga banyak mengeksekusi ulama dan aktivis minoritas Sunni. Amnesty mencatat, selama 2014 hingga 2015, Iran mengeksekusi lebih dari 1.000 orang, namun hitungan resmi tidak pernah diungkap Pemerintah Teheran.
Saudi juga telah berupaya meredam ketegangan dengan Iran. Deputi Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman yang merupakan Putra Raja Saudi Salman bin Abdulaziz, menolak jika Saudi harus berperang dengan Iran. Alasannya, perang dengan Iran akan menjadi awal dari bencana.
Menurut Menteri Pertahanan Saudi itu, Riyadh tidak akan membiarkan perang dengan Iran terjadi. ”Ini adalah sesuatu yang kita tidak ingin lihat sama sekali, dan siapa pun yang mendorong ke arah (perang dengan Iran) itu adalah seseorang yang tidak waras,” katanya kepada The Economist.
”Ini akan mencerminkan sikap sangat kuat pada seluruh dunia. Pasti kita tidak akan membiarkan hal seperti itu,” lanjut wakil pewaris takhta Kerajaan Arab Saudi itu.
Surat aduan yang ditulis Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif kepada Sekjen PBB, Ban Ki-moon itu diterbitkan kantor berita IRNA, Sabtu (9/1/2016).
Aduan dari Iran itu muncul di tengah krisis diplomatik, di mana Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Teheran sebagai protes atas pembakaran Kedutaan Besar Saudi di Teheran oleh massa. Amuk massa itu dipicu eksekusi Saudi terhadap 47 orang termasuk ulama Syiah, Nimr Baqir Al-Nimr.
Dalam suratnya itu, Zarif menulis bahwa “beberapa tokoh” di Riyadh bertekad menyeret seluruh wilayah Timur Tengah ke dalam krisis. Menurutnya, Pemerintah Iran secara resmi mengutuk penyerangan dan pembakaran Kedutaan Besar Saudi di Teheran oleh massa. Dia memastikan para pelakunya diadili dan dihukum.
Namun, Zarif menyalahkan Saudi atas ketegangan kedua negara yang semakin memanas. ”Mereka (Saudi) terus mendukung teroris ekstremis dan mengobarkan kebencian sektarian, atau memilih jalan bertetangga yang baik dan memainkan peran konstruktif dalam keamanan regional,” bunyi surat Zarif.
Menlu Zarif menuduh Saudi Saudi telah terlibat dalam serangkaian ”provokasi langsung” terhadap kaum Syiah di Iran. Dia mencontohkan, selain eksekusi terhadap Al-Nimr juga pelecehan dan penganiayaan para jemaah asal Iran yang beribadah ke Mekkah.
Zarif juga memberi contoh soal tuduhan Saudi mendukung terorisme. ”Kebanyakan anggota Al-Qaeda, Taliban, ISIS, dan Nusra depan adalah warga negara Saudi,” lanjut surat Zarif.
Tuduhan Balik
Arab Saudi sebelumnya menuduh balik bahwa Iran-lah yang memicu ketegangan regional dengan intervensi atau mencampuri urusan internal negara lain. Dalam kasus eksekusi Al-Nimr, Menlu Arab Saudi, Adel Al-Jubeir, menegaskan bahwa Al-Nimr merupakan warga Saudi yang telah menjalani proses hukum yang adil dan sama di mata hukum tanpa memandang sektarian.
Media Saudi, mengutip data Amnesty International, telah mengungkap bahwa Iran juga banyak mengeksekusi ulama dan aktivis minoritas Sunni. Amnesty mencatat, selama 2014 hingga 2015, Iran mengeksekusi lebih dari 1.000 orang, namun hitungan resmi tidak pernah diungkap Pemerintah Teheran.
Saudi juga telah berupaya meredam ketegangan dengan Iran. Deputi Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman yang merupakan Putra Raja Saudi Salman bin Abdulaziz, menolak jika Saudi harus berperang dengan Iran. Alasannya, perang dengan Iran akan menjadi awal dari bencana.
Menurut Menteri Pertahanan Saudi itu, Riyadh tidak akan membiarkan perang dengan Iran terjadi. ”Ini adalah sesuatu yang kita tidak ingin lihat sama sekali, dan siapa pun yang mendorong ke arah (perang dengan Iran) itu adalah seseorang yang tidak waras,” katanya kepada The Economist.
”Ini akan mencerminkan sikap sangat kuat pada seluruh dunia. Pasti kita tidak akan membiarkan hal seperti itu,” lanjut wakil pewaris takhta Kerajaan Arab Saudi itu.
(mas)