Saksi: Kami Berusaha Kabur. Darah Ada Dimana-Mana.

Sabtu, 14 November 2015 - 09:55 WIB
Saksi: Kami Berusaha...
Saksi: Kami Berusaha Kabur. Darah Ada Dimana-Mana.
A A A
PARIS - Ketakutan dan kengerian dirasakan orang-orang yang berada di Bataclan, lokasi konser rock yang digelar band metal Eagles of Death Metal, Jumat (13/11/2015). Konser yang seharusnya membuat mereka bernyanyi bersama itu justru berubah menjadi tragedi berdarah yang mungkin tak akan bisa mereka lupakan sepanjang hidup mereka itu.

Salah satu orang yang datang ke konser itu, Benjamin Cazenoves, sempat mem-posting situasi mencekam yang menderanya ketika para penyerang menyerang konser tersebut. “Saya masih di Bataclan. Lantai 1. Terluka serius! Ada beberapa penyintas (survivor/orang yang selamat) di dalam. Mereka mengiris-iris semuanya. Satu demi satu. Saya hidup. Hanya luka-luka … Pembunuhan besar-besaran … Mayat dimana-mana,” tulis Benjamin di akun Facebook-nya.

Laporan menyebutkan, pasukan keamanan Prancis menyerbu bangunan itu, membebaskan para sandera dan menewaskan tiga orang teroris yang diperkirakan adalah bagian dari enam atau tujuh serangan yang terjadi di Paris selama Jumat (13/11/2015) malam waktu setempat. Sekitar 125 penyintas dari bangunan itu berhasil diselamatkan pasukan keamanan dan beberapa lusin lainnya berbicara kepada polisi di bar dekat teater itu ketika mereka berangsur pulih.

Seorang sandera yang selamat dari serangan di teater—dimana sedikitnya 100 orang diperkirakan tewas—mengatakan, para penyandera meneriakkan sesuatu tentang Suriah. Saksi mata memaparkan, sejumlah pria bertopeng yang berusia sekitar 20an menyerang konser itu dengan senapan serbu Kalashnikov di tengah konser. Mereka mulai memuntahkan peluru pada orang-orang yang hadir di tempat itu dan mengisi ulang senjata mereka tiga atau empat kali. “Kami berusaha kabur. Darah ada di mana-mana,” kata seorang saksi.

Serangan itu berlangsung selama sekitar 10 menit dan orang-orang berteriak serta tiarap di atas lantai, menutup kepala mereka dari pelur. “Saya ada di depan. Saya dengar suara ledakan. Saya berbalik dan saya lihat ada siluet bertopi berjalan menuju pintu belakang. Dia menembak kearah saya. Orang mulai berjatuhkan dan bertiarap,” ujar seorang saksi kepada koran Liberation.

Saksi lain mengungkapkan, dirinya bersembunyi sebelum berhasil menyelamatkan diri lewat pintu darurat di bagian kiri panggung. Sedangkan yang lainnya kabur ke atap dan dibantu seorang pria yang apartemennya bertempelan dengan teater itu.

Kepada CNN, jurnalis Julien Pierce menuturkan, pria bersenjata itu tidak meneriakkan slogan ketika membantai para korbannya. “Mereka tidak mengatakan apa pun. Tidak Allahu Akbar atau yang lainnya. Mereka tidak berkata apa-apa. Mereka hanya menembaki. Mereka hanya menembaki,” kata dia.

Tapi, seorang wanita yang ada di restoran di dekat Bataclan menyebut seorang pria bersenjata meneriakkan Allahu Akbar sebelum menembaki. Para pelanggan restoran itu langsung bersembunyi di bawah meja.

“Saya diberitahu orang-orang di dalam mobil menembaki bar. Banyak mayat. Terus terang, itu cukup mengerikan. Saya ada di belakang bar. Saya tidak bisa melihat apa-apa. Saya dengar suara tembakan. Orang berjatuhan. Kami bersembunyi di bawah meja. Kami bertahan di bar karena banyak mayat di depan kami,” papar Ben Grant kepada BBC.

Seorang pria berusia 27 tahun berada tak jauh dari lokasi ledakan di sebuah bar di dekat Stade de France dan mendengar ledakan bom sebelum tubuhnya tertutupi debu. “Saya merasa seperti ada di video game,” ujar pria itu kepada Daily Mail.

Sebenarnya, dia akan nonton pertandingan bola antara Prancis dan Jerman tapi dia telat selama 15 menit. “Ada ledakan di depan kami. Sangat kencang. Awalnya, saya kira itu tempat sampah yang dibakar. Tapi, kemudian saya sadar itu bukan petasan. Semua orang berhenti. Seorang pria di lantai berteriak. Saya tidak tahu apa yang terjadi pada orang itu. Saya dengar dia berteriak dan bergerak di lantai. Dia sadar,” katanya.

Sekitar 3 menit kemudian, seorang saksi mendekati pintu stadion, bom kedua meledak. “Kencang sekali suaranya. Saya tidak pernah mendegar sesuatu seperti itu. Jantung saya hampir copot. Kami ada 20 orang. Kami mulai berlari. Pertandingan sudah mulai 15 menit sebelumnya. Semua orang berteriak. Dan seorang polisi bilang,’Pergi!’ Penjaga pintu mulai mengunci pintu stadion. Mengagetkan sekali. Saya merasa, saya bisa jadi korban,” papar dia.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1294 seconds (0.1#10.140)