Kisah Pilu Mantan Tahanan Penjara Korut
A
A
A
JAKARTA - Sosok Kim Hyeok, pria berusia 32 tahun ini memang tak ubahnya warga Korea Selatan (Korsel) lainnya. Namun, bila ditilik lebih dalam, Kim ternyata memiliki masa lalu yang gelap dan pedih.
Kim adalah salah satu dari segelintir orang yang bisa keluar dari penjara Korea Utara (Korut), dan akhirnya bisa melarikan diri dari negara komunis itu. Perlu perjuangan ekstra keras untuk bisa keluar dari negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un tersebut.
Bercerita saat ditemui Sindonews di salah satu cafe di bilangan Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (15/9/2015), Kim mengaku merasakan pedihnya penjara Korut kurang lebih selama tiga tahun. Dia dijebloskan ke penjara karena tertangkap ketika pertama kali berusaha kabur dari Korut tahun 1995, saat dia masih berusia 16 tahun.
Dia beruntung karena hanya dijebloskan ke penjara biasa, bukan penjara politik. Sebab, bila dijebloskan ke dalam penjara politik, maka sudah dapat dipastikan dirinya tidak akan bisa lagi menghirup udara bebas, dan seluruh keluarganya akan langsung ditahan.
Setelah bebas dari penjara, Kim memutuskan untuk kembali mencoba peruntungannya untuk bisa keluar dari Korut, dan pergi menuju Korsel. Satu-satunya cara untuk bisa keluar dari negara tersebut adalah dengan menyeberangi sungai Tuman, sungai yang memisahkan Korut dan China.
Tepat pada tanggal 11 Agustus 2000, Kim dan sekitar empat lainnya berhasil menyebrangi sungai yang memiliki lebar 100 meter tersebut. Setelah berada di seberang, saya harus bersembunyi dahulu di hutan agar tidak ditangkap polisi China. Sebab, bila tertangkap, kami akan dikembalikan ke Korut," ucap Kim.
"Saya setidaknya menghabiskan waktu lima bulan dalam persembunyian di hutan China, sebelum akhirnya mencapai gurun Gobi untuk mencapa Mongolia," sambungnya.
Sayangnya, papar Kim, salah satu orang yang ikut kabur bersama dirinya tewas di tengah jalan. Orang itu adalah seorang bocah berusia 12 tahun, dan tewas ketika berusaha membelah gurun Gobi, agar bisa mencapai Mongolia.
"Setibanya di Mongolia, kami sengaja muncul agar ditangkap oleh kepolsian setempat. Ketika ditangkap, kami akan ditanya hendak pergi ke mana. Saat kami menjawab ingin ke Korsel, maka kami akan dibawa ke Kedutaan Besar Korsel di Mongolia," ujarnya.
"Kami diterima di Kedutaan Korsel sebagai pengungsi, dan tidak lama kemudian kami akhirnya diterbangkan ke Korsel," imbuhnya. Saat pertama kali mendarat di Korsel, Kim mengaku tidak bisa berkata apa-apa saking gembiranya. Ia juga mengaku canggung ketika melihat situasi di Korsel.
"Di Korsel banyak sekali makanan, orang-orang seperti tidak usah kebingungan akan makan apa. Berbeda sekali dengan di Korut," tambahnya.
Selama beberapa bulan hidup di negara baru, Kim dan beberapa pengungsi lainnya ditanggung oleh pemerintah Korsel, sebelum akhirnya dia mendapatkan pekerjaan, dan melanjutkan studinya. Menurutnya, tanpa pengetahuan yang memadai, dirinya yakin akan sulit untuk bersaing dengan orang-orang di Korsel.
Kim adalah salah satu dari segelintir orang yang bisa keluar dari penjara Korea Utara (Korut), dan akhirnya bisa melarikan diri dari negara komunis itu. Perlu perjuangan ekstra keras untuk bisa keluar dari negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un tersebut.
Bercerita saat ditemui Sindonews di salah satu cafe di bilangan Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (15/9/2015), Kim mengaku merasakan pedihnya penjara Korut kurang lebih selama tiga tahun. Dia dijebloskan ke penjara karena tertangkap ketika pertama kali berusaha kabur dari Korut tahun 1995, saat dia masih berusia 16 tahun.
Dia beruntung karena hanya dijebloskan ke penjara biasa, bukan penjara politik. Sebab, bila dijebloskan ke dalam penjara politik, maka sudah dapat dipastikan dirinya tidak akan bisa lagi menghirup udara bebas, dan seluruh keluarganya akan langsung ditahan.
Setelah bebas dari penjara, Kim memutuskan untuk kembali mencoba peruntungannya untuk bisa keluar dari Korut, dan pergi menuju Korsel. Satu-satunya cara untuk bisa keluar dari negara tersebut adalah dengan menyeberangi sungai Tuman, sungai yang memisahkan Korut dan China.
Tepat pada tanggal 11 Agustus 2000, Kim dan sekitar empat lainnya berhasil menyebrangi sungai yang memiliki lebar 100 meter tersebut. Setelah berada di seberang, saya harus bersembunyi dahulu di hutan agar tidak ditangkap polisi China. Sebab, bila tertangkap, kami akan dikembalikan ke Korut," ucap Kim.
"Saya setidaknya menghabiskan waktu lima bulan dalam persembunyian di hutan China, sebelum akhirnya mencapai gurun Gobi untuk mencapa Mongolia," sambungnya.
Sayangnya, papar Kim, salah satu orang yang ikut kabur bersama dirinya tewas di tengah jalan. Orang itu adalah seorang bocah berusia 12 tahun, dan tewas ketika berusaha membelah gurun Gobi, agar bisa mencapai Mongolia.
"Setibanya di Mongolia, kami sengaja muncul agar ditangkap oleh kepolsian setempat. Ketika ditangkap, kami akan ditanya hendak pergi ke mana. Saat kami menjawab ingin ke Korsel, maka kami akan dibawa ke Kedutaan Besar Korsel di Mongolia," ujarnya.
"Kami diterima di Kedutaan Korsel sebagai pengungsi, dan tidak lama kemudian kami akhirnya diterbangkan ke Korsel," imbuhnya. Saat pertama kali mendarat di Korsel, Kim mengaku tidak bisa berkata apa-apa saking gembiranya. Ia juga mengaku canggung ketika melihat situasi di Korsel.
"Di Korsel banyak sekali makanan, orang-orang seperti tidak usah kebingungan akan makan apa. Berbeda sekali dengan di Korut," tambahnya.
Selama beberapa bulan hidup di negara baru, Kim dan beberapa pengungsi lainnya ditanggung oleh pemerintah Korsel, sebelum akhirnya dia mendapatkan pekerjaan, dan melanjutkan studinya. Menurutnya, tanpa pengetahuan yang memadai, dirinya yakin akan sulit untuk bersaing dengan orang-orang di Korsel.
(esn)