Jepang Minta Maaf Atas Agresi dan Penjajahan pada PD II
A
A
A
TOKYO - Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe, akan menyertakan kata “maaf” dan pengakuan “agresi” Jepang dalam bukunya untuk menandai peringatan 70 tahun Perang Dunia (PD) II. Jepang juga akan akan minta maaf atas pendudukan atau penjajahan selama PD II, di mana Indonesia juga jadi salah satu korbannya.
Kebijakan PM Abe itu dilaporkan stasiun televisi NHK, Senin (10/8/2015). China dan Korea Selatan (Korsel) merupakan dua negara yang paling marah ketika Jepang tidak menyampaikan permintaan maaf setiap memperingati PD II. Kedua negara itu juga pernah menjadi korban agresi dan pendudukan Jepang.
Kebijakan Abe itu diharapakn akan disetujui oleh kabinetnya satu hari sebelum peringatan PD II di Jepang pada 15 Agustus. Pendahulu PM Abe, yakni PM Tomiichi Murayama pada tahun 1995 pernah menyampaikan permintaan maaf secara tulus atas agresi dan penjajahan Jepang pada masa PD II. Kata “maaf” itu dianggap sebagai kata kunci Murayama.
”Sementara, tampak bahwa Abe sedang mempertimbangkan masuknya kritik kata kunci seperti seperti itu, dalam upaya baik bagi dalam dan luar negeri. Bahkan kemungkinan, ia secara signifikan akan mengubah konteks, di mana kata-kata itu pernah digunakan dalam pernyataan Murayama,” kata Profesor Ilmu Politik Universitas Sophia, Koichi Nakano.
”Dia mungkin mencoba untuk memuaskan basis revisionis dan kritikus, tetapi ia mungkin juga hanya meredam kemarahan,” ujarnya, seperti dikutip Reuters.
Kebijakan PM Abe itu dilaporkan stasiun televisi NHK, Senin (10/8/2015). China dan Korea Selatan (Korsel) merupakan dua negara yang paling marah ketika Jepang tidak menyampaikan permintaan maaf setiap memperingati PD II. Kedua negara itu juga pernah menjadi korban agresi dan pendudukan Jepang.
Kebijakan Abe itu diharapakn akan disetujui oleh kabinetnya satu hari sebelum peringatan PD II di Jepang pada 15 Agustus. Pendahulu PM Abe, yakni PM Tomiichi Murayama pada tahun 1995 pernah menyampaikan permintaan maaf secara tulus atas agresi dan penjajahan Jepang pada masa PD II. Kata “maaf” itu dianggap sebagai kata kunci Murayama.
”Sementara, tampak bahwa Abe sedang mempertimbangkan masuknya kritik kata kunci seperti seperti itu, dalam upaya baik bagi dalam dan luar negeri. Bahkan kemungkinan, ia secara signifikan akan mengubah konteks, di mana kata-kata itu pernah digunakan dalam pernyataan Murayama,” kata Profesor Ilmu Politik Universitas Sophia, Koichi Nakano.
”Dia mungkin mencoba untuk memuaskan basis revisionis dan kritikus, tetapi ia mungkin juga hanya meredam kemarahan,” ujarnya, seperti dikutip Reuters.
(mas)