Aturan Militer Baru Goyang Pemerintahan Jepang
A
A
A
TOKYO - Keputusan Majelis Rendah Negeri Jepang untuk meloloskan Rancangan Undang-undang (RUU) yang mengizinkan pemerintah mengirimkan pasukan militer ke luar negeri ternyata memiliki dampak buruk terhadap pemerintah Jepang. Protes terus mengalir dari masyarakat Negeri Matahari Terbit tersebut.
Dampak yang paling terlihat adalah terus melorotnya popularitas pemerintah Jepang di bawah pimpinan Shinzo Abe. Dalam sebuah jajak pendapat yang dilaksanakan kantor berita Kyoto disebutkan bahwa kepopuleran pemerintahan Abe menurun hingga 10 persen, hanya satu pekan setelah RUU tersebut disetujui.
Bulan lalu, Pemerintah Jepang masih mendapatkan dukungan sebesar 47,4 persen dari rakyatnya. Namun, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (19/7/2015), setelah RUU tersebut disetujui, kepopuleran pemerintahan Jepang melorot menjadi 37,7 persen.
Lebih dari 70 persen responden jajak pendapat tersebut mengatakan, mereka tidak menyetujui penambahan kekuatan pasukan ketahanan dan keterlibatan militer Jepang dalam beberapa isu di luar negeri.
Jajak pendapat ini membuat posisi Abe sebagai Perdana Menteri Jepang semakin terancam, dan membuat pihak oposisi semakin berjaya. Karena, sama halnya dengan masyarakat Jepang, oposisi juga menolak RUU tersebut, yang ditunjukan dengan walk out saat pengambilan suara di Parlemen.
Pihak oposisi mengatakan, kebijakan baru tersebut melanggar konsitusi Jepang pada 1947 yang membatasi peran pasukan militer dalam menjaga pertahanan negara. Memang, paska Perang Dunia ke-II, Jepang telah memutuskan tidak akan terlibat secara militer dalam beberapa konflik di dunia.
Pengajuan RUU ini sendiri disebut-sebut karena Jepang ingin terlibat langsung dalam konflik di Laut China Selatan, dan bergabung dengan Amerika Serikat (AS) untuk melawan salah satu rival mereka, yakni China.
Dampak yang paling terlihat adalah terus melorotnya popularitas pemerintah Jepang di bawah pimpinan Shinzo Abe. Dalam sebuah jajak pendapat yang dilaksanakan kantor berita Kyoto disebutkan bahwa kepopuleran pemerintahan Abe menurun hingga 10 persen, hanya satu pekan setelah RUU tersebut disetujui.
Bulan lalu, Pemerintah Jepang masih mendapatkan dukungan sebesar 47,4 persen dari rakyatnya. Namun, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (19/7/2015), setelah RUU tersebut disetujui, kepopuleran pemerintahan Jepang melorot menjadi 37,7 persen.
Lebih dari 70 persen responden jajak pendapat tersebut mengatakan, mereka tidak menyetujui penambahan kekuatan pasukan ketahanan dan keterlibatan militer Jepang dalam beberapa isu di luar negeri.
Jajak pendapat ini membuat posisi Abe sebagai Perdana Menteri Jepang semakin terancam, dan membuat pihak oposisi semakin berjaya. Karena, sama halnya dengan masyarakat Jepang, oposisi juga menolak RUU tersebut, yang ditunjukan dengan walk out saat pengambilan suara di Parlemen.
Pihak oposisi mengatakan, kebijakan baru tersebut melanggar konsitusi Jepang pada 1947 yang membatasi peran pasukan militer dalam menjaga pertahanan negara. Memang, paska Perang Dunia ke-II, Jepang telah memutuskan tidak akan terlibat secara militer dalam beberapa konflik di dunia.
Pengajuan RUU ini sendiri disebut-sebut karena Jepang ingin terlibat langsung dalam konflik di Laut China Selatan, dan bergabung dengan Amerika Serikat (AS) untuk melawan salah satu rival mereka, yakni China.
(esn)