Penyakit Aneh Hikikomori Diderita 1 Juta Pemuda Jepang

Sabtu, 11 Juli 2015 - 12:23 WIB
Penyakit Aneh Hikikomori Diderita 1 Juta Pemuda Jepang
Penyakit Aneh Hikikomori Diderita 1 Juta Pemuda Jepang
A A A
TOKYO - Para ahli kesehatan mental di Jepang dibuat bingung dengan penyakit aneh “Hikikomori” yang diderita sekitar 1 juta pemuda Jepang. Mereka menderita penyakit aneh ini, selalu menghindari masyarakat dan mengunci diri di kamar tidur.

Para pemuda Jepang yang terkena penyakit itu dijuluki sebagai “generasi hilang” atau “pemuda tak terlihat”.

Yuto Onishi, warga Jepang yang sekarang berusia 18 tahun, sudah menghabiskan hampir tiga tahun dengan mengunci diri di kamar tidur. Hal itu terjadi setelah dia dikucilkan teman-teman dan keluarganya. Pada siang hari, dia menghabiskan waktunya dengan surfing onIine. Kemudian, pada malam harinya membaca komik. Dia hanya sesekali menyelinap keluar kamar untuk memperoleh makanan.

”Setelah Anda mengalaminya, Anda kehilangan realitas,” kata Onishi kepada ABC . ”Saya tahu itu normal, tapi saya tidak ingin mengubahnya. Rasanya aman,” katanya lagi.

Onishi menjadi penderita “Hikikomori” setelah ia gagal sebagai pemimpin tim di sekolah dan merasa malu. Perasaan itu diperparah oleh tekanan yang dibebankan kepadanya dan pada keluarganya.

Menurut Wall Street Journal, Hikikomori telah menjadi kata rumah tangga di Jepang sejak tahun 1990-an. Banyak ahli menyebutnya sebagai salah satu masalah sosial terbesar dan masalah kesehatan yang mengganggu negara.

Namun fenomena ini membingungkan ahli kesehatan mental, yang mencoba untuk mengobati para penderita. Pemerintah Jepang telah menggelontorkan banyak dana untuk mengatasi penyakit “Hikikomori”. Namun, tingkat perawatan yang sukses masih rendah.

Selama empat tahun lalu, sebuah pusat dukungan untuk penderita penyakit aneh itu dibuka di Kota Fukuoka, hampir 900 km dari sebelah barat daya Tokyo.

Takahiro Kato, seorang profesor di departemen neuropsychiatry di Universitas Kyushu telah bekerja sama dengan pusat itu dalam upaya untuk mempelajari penyakit “Hikikomori”. Selain ketergantungan emosional yang kuat pada orangtua mereka, ia percaya gaya hidup yang semakin digital telah berkontribusi terhadap munculnya penyakit itu.

”Di masyarakat Barat, jika tetap di dalam ruangan, mereka diberitahu untuk pergi ke luar,” kata Kato kepada ABC, Sabtu (11/7/2015). ”Di Jepang mereka tidak,” katanya lagi.

Banyak penderita Hikikomori masih tinggal dengan orangtua mereka yang secara finansial memungkinkan untuk menjalani gaya hidup yang serba digital. Beberapa kasus yang dilaporkan, orangtua kerap membawa makanan ke pintu kamar anak-anaknya yang mengunci diri.

Kato kini bekerja untuk menyembuhkan para penderita Hikikomori dengan mencoba untuk menasihati mereka agar kembali ke pergaulan masyarakat. ”Kami sedang bekerja pada aspek sosial dan biologis serta (psikologis) dan ingin menjadi yang pertama untuk memberikan diagnosis multidimensi,” ujarnya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3651 seconds (0.1#10.140)