Gadis Ini Diperkosa, Keguguran dan Justru Dipenjara 40 Tahun
A
A
A
SAN SALVADOR - Sebuah kisah nyata menyayat hati dialami seorang gadis di El Salvador, Amerika Tengah. Gadis itu ketika berusia 14 tahun diperkosa, lantas mengalami keguguran karena jatuh di kamar mandi. Tragisnya, dia justru dihukum 40 tahun penjara atas tuduhan membunuh bayinya.
Penderitaan gadis itu diungkap kelompok Amnesty International dalam sebuah laporannya. Amnesty, dalam laporannya menuliskan Andrea sebagai nama samaran gadis itu untuk melindungi identitas gadis itu yang sebenarnya.
Andrea tidak tahu jika dia hamil akibat diperkosa para pria. Dia baru menyadarinya ketika ambruk di kamar mandinya dan merasakan kesakitan. Tapi, hal itu sudah terlambat karena Andrea mengalami keguguran.
Dia terbangun di sebuah rumah sakit. Dalam kondisi masih sakit, dia mendapati tangannya diborgol di tempat tidur dan dikelilingi para polisi. Polisi menuduhnya membunuh anak yang belum lahir hasil perkosaan lebih dari satu pria.
Parahnya, para pria yang memperkosanya tidak dituntut. Sebaliknya, Andrea justru dihukum hingga 40 tahun penjara atas tuduhan pembunuhan.
Ini adalah realitas kehidupan getir di El Salvador, negara dengan budaya Katolik konservatif. Aborsi merupakan tindak pidana di negara itu, bahkan jika wanita yang melakukannya merupakan korban pemerkosaan. Aborsi karena kehamilan mengancam hidup si wanita juga dianggap sebagai tindak pidana.
Masih menurut Amnesty, yang dilansir news.com.au, Jumat (29/5/2015), kelompok HAM tersebut mengunjungi penjara Ilopago, El Salvador, bulan lalu. Mereka bertemu banyak dari wanita yang rata-rata bekerja di sweatshop atau sebagai pembantu rumah tangga. Mereka diangkut polisi dari tempat tidur rumah sakit dan dijebloskan ke penjara karena kasus aborsi.
Tak hanya hukuman penjara, mereka juga menghadapi penghinaan dan serangan dari narapidana lain. ”Malam pertama saya sampai di sana, saya tidur di lantai,” kata seorang narapidana wanita bernama Erika. ”Para tahanan lainnya meneriakkan 'pembunuh bayi, pembunuh bayi'. Mereka mengatakan kepada saya, bahwa mereka akan membunuh saya,” katanya.
“Mereka menyebut kami 'pembunuh' atau 'binatang', atau mereka mengatakan kita makan anak-anak. Beberapa wanita telah dipukuli,” lanjut dia. Penjara tempat para wanita ini mendekam sudah penuh sesak dan kotor.
Erika menceritakan ada wanita hamil yang terpaksa melahirkan di sel, dan tinggal di sana dengan bayi mereka. “Itu cukup sulit untuk mengelola emosi saya, sementara saya berada di dalam (penjara) Ilopango," kata Erika. ”Saya tidak bisa membantu, tetapi (saya) merasa benar-benar kewalahan.”
Penderitaan gadis itu diungkap kelompok Amnesty International dalam sebuah laporannya. Amnesty, dalam laporannya menuliskan Andrea sebagai nama samaran gadis itu untuk melindungi identitas gadis itu yang sebenarnya.
Andrea tidak tahu jika dia hamil akibat diperkosa para pria. Dia baru menyadarinya ketika ambruk di kamar mandinya dan merasakan kesakitan. Tapi, hal itu sudah terlambat karena Andrea mengalami keguguran.
Dia terbangun di sebuah rumah sakit. Dalam kondisi masih sakit, dia mendapati tangannya diborgol di tempat tidur dan dikelilingi para polisi. Polisi menuduhnya membunuh anak yang belum lahir hasil perkosaan lebih dari satu pria.
Parahnya, para pria yang memperkosanya tidak dituntut. Sebaliknya, Andrea justru dihukum hingga 40 tahun penjara atas tuduhan pembunuhan.
Ini adalah realitas kehidupan getir di El Salvador, negara dengan budaya Katolik konservatif. Aborsi merupakan tindak pidana di negara itu, bahkan jika wanita yang melakukannya merupakan korban pemerkosaan. Aborsi karena kehamilan mengancam hidup si wanita juga dianggap sebagai tindak pidana.
Masih menurut Amnesty, yang dilansir news.com.au, Jumat (29/5/2015), kelompok HAM tersebut mengunjungi penjara Ilopago, El Salvador, bulan lalu. Mereka bertemu banyak dari wanita yang rata-rata bekerja di sweatshop atau sebagai pembantu rumah tangga. Mereka diangkut polisi dari tempat tidur rumah sakit dan dijebloskan ke penjara karena kasus aborsi.
Tak hanya hukuman penjara, mereka juga menghadapi penghinaan dan serangan dari narapidana lain. ”Malam pertama saya sampai di sana, saya tidur di lantai,” kata seorang narapidana wanita bernama Erika. ”Para tahanan lainnya meneriakkan 'pembunuh bayi, pembunuh bayi'. Mereka mengatakan kepada saya, bahwa mereka akan membunuh saya,” katanya.
“Mereka menyebut kami 'pembunuh' atau 'binatang', atau mereka mengatakan kita makan anak-anak. Beberapa wanita telah dipukuli,” lanjut dia. Penjara tempat para wanita ini mendekam sudah penuh sesak dan kotor.
Erika menceritakan ada wanita hamil yang terpaksa melahirkan di sel, dan tinggal di sana dengan bayi mereka. “Itu cukup sulit untuk mengelola emosi saya, sementara saya berada di dalam (penjara) Ilopango," kata Erika. ”Saya tidak bisa membantu, tetapi (saya) merasa benar-benar kewalahan.”
(mas)