Setrum Kemaluan, Cara Militer Mesir Bungkam 'Musuh' Politik
A
A
A
KAIRO - Pasukan keamanan Mesir dituduh telah meningkatkan aksi kekerasan seksual sejak militer menggulingkan Presiden Mohamed Morsi pada tahun 2013. Salah satu aksi kekerasan itu, adalah menyentrum kemaluan para tokoh aktivis oposisi atau ‘musuh’ politik rezim militer Mesir.
Tuduhan itu muncul dari Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia (FIDH) dalam sebuah laporan. Para korban kekerasan seksual pasukan militer Mesir itu antara ain anggota LSM, mahasiswa, tokoh perempuan dan yang lainnya yang dianggap “membahayakan tatanan moral”.
Selain menyetrum kemaluan para tokoh oposisi, pelanggaran lain yang disebut dalam laporan FIDH antara lain, pemerkosaan, pemerkosaan dengan sejumlah benda, pencemaran nama baik berdasarkan jenis kelamin hingga pemerasan.
”Skala kekerasan seksual terjadi selama penangkapan dan penahanan. Ada kesamaan dalam metode yang digunakan oleh pelaku sebagai strategi politik sinis yang bertujuan ‘mencekik’ masyarakat sipil dan membungkam semua suara oposisi,” kata Presiden FIDAH, Karim Lahidji, seperti dikutip Reuters, Selasa (19/5/2015).
Masih menurut laporan FIDH, para pelaku kekerasan seksual terhadap para tokoh oposisi itu antara lain oknum polisi, petugas intelijen Keamanan Nasional dan oknum militer. Laporan itu disusun berdasarkan wawancara dengan para korban, pengacara dan anggota LSM hak asasi manusia.
”Kami diserang dalam serangan yang dipimpin oleh Kepala Intelijen Kriminal Alexandria (Mabahith). Mereka membuat kita berlutut dengan tangan di belakang kepala kami," kata aktivis HAM Mesir berinisial K.
”Kemudian mereka mengambil perempuan muda ke satu sisi dan kami digeledah dengan wajah menghadap dinding, pelecehan seksual kita alami dan kami dihina. Saya mencoba untuk mengeluarkan tangan salah satu tentara Keamanan Pusat dari celana saya, sehingga mereka memukuli saya dengan senjata mereka sampai saya tidak bisa menolak lagi,” lanjut dia.
Morsi digulingkan oleh militer Mesir yang kala itu dipemimpin Jenderal Abdel Fattah al-Sisi. Kini, Sisi menjadi Presiden Mesir, sedangkan Morsi mendekam dipenjara dan telah divonis mati atas tuduhan penyerangan penjara Mesir tahun 2011.
Pemerintah Mesir tidak mengkonfirmasi laporan FIDH itu. Namun, selama ini Mesir selalu menyangkal setiap laporan pelanggaran HAM yang dilakukan pihak militernya terhadap tokoh atau kelompok oposisi.
Tuduhan itu muncul dari Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia (FIDH) dalam sebuah laporan. Para korban kekerasan seksual pasukan militer Mesir itu antara ain anggota LSM, mahasiswa, tokoh perempuan dan yang lainnya yang dianggap “membahayakan tatanan moral”.
Selain menyetrum kemaluan para tokoh oposisi, pelanggaran lain yang disebut dalam laporan FIDH antara lain, pemerkosaan, pemerkosaan dengan sejumlah benda, pencemaran nama baik berdasarkan jenis kelamin hingga pemerasan.
”Skala kekerasan seksual terjadi selama penangkapan dan penahanan. Ada kesamaan dalam metode yang digunakan oleh pelaku sebagai strategi politik sinis yang bertujuan ‘mencekik’ masyarakat sipil dan membungkam semua suara oposisi,” kata Presiden FIDAH, Karim Lahidji, seperti dikutip Reuters, Selasa (19/5/2015).
Masih menurut laporan FIDH, para pelaku kekerasan seksual terhadap para tokoh oposisi itu antara lain oknum polisi, petugas intelijen Keamanan Nasional dan oknum militer. Laporan itu disusun berdasarkan wawancara dengan para korban, pengacara dan anggota LSM hak asasi manusia.
”Kami diserang dalam serangan yang dipimpin oleh Kepala Intelijen Kriminal Alexandria (Mabahith). Mereka membuat kita berlutut dengan tangan di belakang kepala kami," kata aktivis HAM Mesir berinisial K.
”Kemudian mereka mengambil perempuan muda ke satu sisi dan kami digeledah dengan wajah menghadap dinding, pelecehan seksual kita alami dan kami dihina. Saya mencoba untuk mengeluarkan tangan salah satu tentara Keamanan Pusat dari celana saya, sehingga mereka memukuli saya dengan senjata mereka sampai saya tidak bisa menolak lagi,” lanjut dia.
Morsi digulingkan oleh militer Mesir yang kala itu dipemimpin Jenderal Abdel Fattah al-Sisi. Kini, Sisi menjadi Presiden Mesir, sedangkan Morsi mendekam dipenjara dan telah divonis mati atas tuduhan penyerangan penjara Mesir tahun 2011.
Pemerintah Mesir tidak mengkonfirmasi laporan FIDH itu. Namun, selama ini Mesir selalu menyangkal setiap laporan pelanggaran HAM yang dilakukan pihak militernya terhadap tokoh atau kelompok oposisi.
(mas)