RI Diminta Tunda Gali Kuburan Massal 1965 sampai Ada Ahli Forensik
A
A
A
JAKARTA - Human Rights Watch (HRW) meminta Pemerintah Indonesia menunda penggalian kuburan massal terkait pembantaian tahun 1965-1966 sampai ada ahli forensik yang bersedia membantu.
Pemerintah Indonesia juga diminta menjamin keamanan di situs kuburan massal itu untuk mencegah penggalian yang tidak sah.
HRW pernah mengirim surat ke Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan setelah Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) pada 25 April 2016 mengeluarkan perintah untuk menggali kuburan massal terkait pembantaian tahun 1965-1966.
”Penggalian kuburan massal korban 1965-1966 merupakan langkah penting menuju akuntabilitas yang pantas didukung publik Indonesia dan donor asing,” kata Wakil Direktur HRW untuk Asia, Phelim Kine.
“Tapi pemerintah harus mengakui bahwa penggalian kuburan massal membutuhkan ahli forensik khusus untuk memastikan pelestarian bukti dan identifikasi akurat dari jasad,” lanjut Kine, yang dikutip dari situs resmi HRW, Senin (23/5/2016).
Kuburan massal yang diminta digali itu diduga terkait pembantaian terhadap pihak-pihak yang dituduh memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi sayapnya. Penggalian diminta oleh Presiden Jokowi salah satunya unuk memastikan akurasi data setelah muncul laporan jumlah orang yang dibantai pada tahun itu mencapai sekitar 500 ribu jiwa.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 9 Mei 2016 lalu mengumumkan rencana untuk membentuk tim guna menyelidiki daftar 122 situs yang diduga terkait kuburan massal 1965-1966. Namun, pemerintah belum menjelaskan komposisi tim penggali tersebut, termasuk melibatkan ahli forensik atau tidak.
Menurut HRW, penggalian kuburan massal tanpa ahli forensik dapat menghancurkan bukti penting dan sangat menyulitkan identifikasi mayat. Di tempat lain, seperti di Kosovo dan Irak, penggalian secara spontan dan tidak terorganisir sangat rumit untuk mengidentifikasi korban dan menghancurkan bukti.
HRW mengapresiasi sikap dewasa Pemerintah Indonesia terkait rencana penggalian kuburan massal 1965-1966.
”Tekad pemerintah Indonesia untuk menggali situs yang diduga kuburan massal adalah sebuah tindakan keberanian politik terhadap akuntabilitas yang menentang kebohongan selama setengah abad,” ujar Kine.
”Tapi penggalian yang tergesa-gesa tanpa ahli (forensik) yang diperlukan dan berpengalaman juga dapat merusak bukti penting dan menghambat upaya untuk memberikan keadilan bagi para korban 1965-1966."
Pemerintah Indonesia juga diminta menjamin keamanan di situs kuburan massal itu untuk mencegah penggalian yang tidak sah.
HRW pernah mengirim surat ke Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan setelah Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) pada 25 April 2016 mengeluarkan perintah untuk menggali kuburan massal terkait pembantaian tahun 1965-1966.
”Penggalian kuburan massal korban 1965-1966 merupakan langkah penting menuju akuntabilitas yang pantas didukung publik Indonesia dan donor asing,” kata Wakil Direktur HRW untuk Asia, Phelim Kine.
“Tapi pemerintah harus mengakui bahwa penggalian kuburan massal membutuhkan ahli forensik khusus untuk memastikan pelestarian bukti dan identifikasi akurat dari jasad,” lanjut Kine, yang dikutip dari situs resmi HRW, Senin (23/5/2016).
Kuburan massal yang diminta digali itu diduga terkait pembantaian terhadap pihak-pihak yang dituduh memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi sayapnya. Penggalian diminta oleh Presiden Jokowi salah satunya unuk memastikan akurasi data setelah muncul laporan jumlah orang yang dibantai pada tahun itu mencapai sekitar 500 ribu jiwa.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 9 Mei 2016 lalu mengumumkan rencana untuk membentuk tim guna menyelidiki daftar 122 situs yang diduga terkait kuburan massal 1965-1966. Namun, pemerintah belum menjelaskan komposisi tim penggali tersebut, termasuk melibatkan ahli forensik atau tidak.
Menurut HRW, penggalian kuburan massal tanpa ahli forensik dapat menghancurkan bukti penting dan sangat menyulitkan identifikasi mayat. Di tempat lain, seperti di Kosovo dan Irak, penggalian secara spontan dan tidak terorganisir sangat rumit untuk mengidentifikasi korban dan menghancurkan bukti.
HRW mengapresiasi sikap dewasa Pemerintah Indonesia terkait rencana penggalian kuburan massal 1965-1966.
”Tekad pemerintah Indonesia untuk menggali situs yang diduga kuburan massal adalah sebuah tindakan keberanian politik terhadap akuntabilitas yang menentang kebohongan selama setengah abad,” ujar Kine.
”Tapi penggalian yang tergesa-gesa tanpa ahli (forensik) yang diperlukan dan berpengalaman juga dapat merusak bukti penting dan menghambat upaya untuk memberikan keadilan bagi para korban 1965-1966."
(mas)