Provinsi Zhejiang di China Timur Alami 1 Juta Infeksi Covid-19 per Hari
loading...
A
A
A
BEIJING - Provinsi Zhejiang di China timur sedang berjuang melawan sekitar 1 juta infeksi Covid-19 baru setiap hari. Jumlah ini diperkirakan akan berlipat ganda di hari-hari mendatang, kata pemerintah provinsi, Minggu (25/12/2022).
Terlepas dari rekor lonjakan kasus secara nasional, China melaporkan tidak ada kematian akibat Covid-19 di daratan selama lima hari terakhir, hingga Sabtu (24/12/2022), kata Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China.
Warga dan para ahli telah meminta data yang lebih akurat karena infeksi melonjak setelah Beijing membuat perubahan besar pada kebijakan nol-Covid yang telah menempatkan ratusan juta warganya di bawah penguncian tanpa henti dan menghancurkan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Angka nasional dari China menjadi tidak lengkap karena Komisi Kesehatan Nasional berhenti melaporkan infeksi tanpa gejala, sehingga mempersulit pelacakan kasus. Pada Minggu, komisi tersebut berhenti melaporkan angka harian, yang kemudian diterbitkan oleh CDC China.
"Puncak infeksi diperkirakan tiba lebih awal di Zhejiang dan memasuki periode peningkatan sekitar Hari Tahun Baru, di mana jumlah infeksi baru setiap hari akan mencapai 2 juta," kata pemerintah Zhejiang dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari Reuters.
Zhejiang mengatakan bahwa di antara 13.583 infeksi yang dirawat di rumah sakit provinsi, satu pasien memiliki gejala parah yang disebabkan oleh Covid, sementara 242 infeksi kondisi parah dan kritis disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya.
China mempersempit definisinya untuk melaporkan kematian akibat COVID, hanya menghitung mereka yang berasal dari pneumonia atau gagal napas yang disebabkan COVID, mengangkat alis di kalangan pakar kesehatan dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia belum menerima data dari China tentang rawat inap COVID baru sejak Beijing melonggarkan pembatasannya. Organisasi itu mengatakan kesenjangan data mungkin disebabkan oleh pihak berwenang yang berjuang untuk menghitung kasus di negara terpadat di dunia itu.
“Tiongkok sedang memasuki minggu-minggu pandemi yang paling berbahaya,” kata sebuah catatan penelitian dari Capital Economics.
“Pihak berwenang sekarang hampir tidak melakukan upaya untuk memperlambat penyebaran infeksi dan, dengan dimulainya migrasi menjelang Tahun Baru Imlek, bagian mana pun dari negara yang saat ini tidak berada dalam gelombang COVID besar akan segera terjadi,” lanjut pernyataan tersebut.
Terlepas dari rekor lonjakan kasus secara nasional, China melaporkan tidak ada kematian akibat Covid-19 di daratan selama lima hari terakhir, hingga Sabtu (24/12/2022), kata Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China.
Warga dan para ahli telah meminta data yang lebih akurat karena infeksi melonjak setelah Beijing membuat perubahan besar pada kebijakan nol-Covid yang telah menempatkan ratusan juta warganya di bawah penguncian tanpa henti dan menghancurkan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Angka nasional dari China menjadi tidak lengkap karena Komisi Kesehatan Nasional berhenti melaporkan infeksi tanpa gejala, sehingga mempersulit pelacakan kasus. Pada Minggu, komisi tersebut berhenti melaporkan angka harian, yang kemudian diterbitkan oleh CDC China.
"Puncak infeksi diperkirakan tiba lebih awal di Zhejiang dan memasuki periode peningkatan sekitar Hari Tahun Baru, di mana jumlah infeksi baru setiap hari akan mencapai 2 juta," kata pemerintah Zhejiang dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari Reuters.
Zhejiang mengatakan bahwa di antara 13.583 infeksi yang dirawat di rumah sakit provinsi, satu pasien memiliki gejala parah yang disebabkan oleh Covid, sementara 242 infeksi kondisi parah dan kritis disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya.
China mempersempit definisinya untuk melaporkan kematian akibat COVID, hanya menghitung mereka yang berasal dari pneumonia atau gagal napas yang disebabkan COVID, mengangkat alis di kalangan pakar kesehatan dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia belum menerima data dari China tentang rawat inap COVID baru sejak Beijing melonggarkan pembatasannya. Organisasi itu mengatakan kesenjangan data mungkin disebabkan oleh pihak berwenang yang berjuang untuk menghitung kasus di negara terpadat di dunia itu.
“Tiongkok sedang memasuki minggu-minggu pandemi yang paling berbahaya,” kata sebuah catatan penelitian dari Capital Economics.
“Pihak berwenang sekarang hampir tidak melakukan upaya untuk memperlambat penyebaran infeksi dan, dengan dimulainya migrasi menjelang Tahun Baru Imlek, bagian mana pun dari negara yang saat ini tidak berada dalam gelombang COVID besar akan segera terjadi,” lanjut pernyataan tersebut.
(esn)