Intel Amerika Cs Sibuk Intai Rusia setelah Putin Ancam Gunakan Nuklir

Kamis, 29 September 2022 - 14:31 WIB
loading...
Intel Amerika Cs Sibuk Intai Rusia setelah Putin Ancam Gunakan Nuklir
Pesawat pengintai RC-135 Rivet Joint, salah satu aset intelijen Angkatan Udara AS yang sibuk mengintai Rusia setelah Presiden Vladimir Putin mengancam akan menggunakan senjata nuklir di Ukraina. Foto/Military.com
A A A
WASHINGTON - Badan intelijen Amerika Serikat (AS) dan sekutunya meningkatkan upaya untuk mendeteksi setiap gerakan atau komunikasi militer Rusia .

Kesibukan intelijen tersebut terjadi setelah Presiden Vladimir Putin secara eksplisit mengancam akan menggunakan senjata nuklir dalam perangnya di Ukraina.

Lima pejabat AS dan mantan pejabat Amerika mengonfirmasi peningkatan aktivitas intelijen terhadap Rusia.

Mereka memperingatkan setiap indikasi bahwa pemimpin Rusia yang tidak menentu memerintahkan serangan nuklir demi memenuhi tuntutannya bisa saja terjadi dan mungkin terlambat.



Sebagian besar pesawat Rusia, bersama dengan peluncur rudal dan roket konvensionalnya, juga dapat mengirimkan senjata nuklir taktis yang lebih kecil.

Senjata-senjata itu dirancang untuk penggunaan yang lebih bertarget di medan perang daripada senjata strategis seperti rudal balistik antarbenua, yang memberikan tanda-tanda ketika unit mereka siaga atau dikerahkan dalam latihan.

Itu berarti bahwa—kecuali jika Putin atau komandannya ingin dunia tahu sebelumnya—AS mungkin tidak akan pernah tahu kapan pasukan Rusia menukar amunisi konvensional dengan bom atom.

Ini adalah masalah yang semakin menjengkelkan ketika pasukan Rusia berjuang untuk mendapatkan kembali momentum di Ukraina dan tanda-tanda tumbuh bahwa Putin semakin tidak populer di dalam negeri, terutama setelah dia memerintahkan wajib militer terbatas pekan lalu.

“Kami mengawasinya lebih dekat,” kata seorang pejabat pemerintah AS yang memiliki akses ke intelijen tentang kekuatan dan strategi nuklir Moskow, seperti dikutip dari Politico, Kamis (29/9/2022). Pejabat itu menolak diidentifikasi karena dia tidak berwenang untuk berbicara di depan umum.

Pejabat tersebut mengatakan upaya terbaru termasuk menugaskan tambahan aset intelijen AS dan sekutu—di udara, ruang angkasa dan siber—dan lebih mengandalkan satelit pencitraan Bumi komersial untuk menganalisis unit Rusia di lapangan yang mungkin berada dalam posisi untuk mendapatkan komando nuklir.

Fokus lain di luar Ukraina adalah daerah kantong Rusia; Kaliningrad, yang diapit Polandia dan Lithuania. Di wilayah itulah Kremlin telah memasang sistem senjata penggunaan ganda dan rudal hipersonik.

Selama seminggu terakhir, situs radar pelacak penerbangan telah menunjukkan beberapa pesawat pengintai elektronik RC-135 Rivet Joint Angkatan Udara AS sibuk mengudara di sekitar wilayah tersebut, seolah-olah mengumpulkan data.

Dalam beberapa tahun terakhir, Rusia telah meningkatkan situs penyimpanan rudalnya di Kaliningrad, memicu kekhawatiran akan potensi penumpukan senjata nuklir di wilayah tersebut.

Putin telah membuat referensi terselubung sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari bahwa dia mungkin menggunakan senjata nuklir atau senjata kimia untuk mengubah arah pertempuran atau jika Rusia sendiri terancam.

Namun, ancaman itu semakin berani minggu lalu ketika dia mengatakan dia siap untuk “menggunakan semua cara yang tersedia bagi kita", termasuk “berbagai senjata pemusnah".

"Saya tidak menggertak," katanya dalam pidato.

Sebagai tanggapan, Amerika Serikat memperingatkan "konsekuensi bencana," tetapi sengaja tidak merinci apa artinya dari peringatan tersebut.

“Kami telah mengomunikasikan kepada Rusia apa konsekuensinya, tetapi kami berhati-hati dalam membicarakan hal ini di depan umum, karena dari sudut pandang kami, kami ingin meletakkan prinsip bahwa akan ada konsekuensi bencana, tetapi tidak terlibat dalam tindakan permainan balas dendam retoris,” kata Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan.

Pada hari Senin, Kremlin mengatakan telah melakukan pembicaraan "sporadis" dengan Amerika Serikat tentang masalah nuklir, dalam apa yang dipandang sebagai upaya potensial untuk meredakan situasi yang tegang.

Wakil menteri luar negeri Rusia juga tampaknya mencoba untuk mengecilkan retorika terbaru Putin, bersikeras bahwa Rusia tidak memiliki rencana untuk menggunakan senjata nuklir.

Tetapi pada hari Selasa, ketika Moskow bersiap untuk mencaplok sekitar 15 persen Ukraina timur menyusul referendum di antara wilayah-wilayah besar berbahasa Rusia, seorang petinggi Kremlin mengeluarkan ancaman nuklir lain yang lebih eksplisit.

“Mari kita bayangkan bahwa Rusia terpaksa menggunakan senjata paling menakutkan untuk melawan rezim Ukraina yang telah melakukan tindakan agresi skala besar yang berbahaya bagi keberadaan negara kita,” kata Dmitry Medvedev, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, dalam sebuah posting di Telegram.

“Saya percaya bahwa NATO tidak akan secara langsung ikut campur dalam konflik bahkan dalam skenario ini,” ujarnya.

"Para demagog di seberang lautan dan di Eropa tidak akan mati dalam kiamat nuklir," imbuh mantan presiden Rusia tersebut.

Juru bicara Komando Strategis AS, Joshua Kelsey, mengatakan sub cabang militer Amerika itu selalu waspada dan siap untuk merespons jika diperlukan.

“Kami belum melihat bukti apa pun saat ini bahwa Rusia akan menggunakan senjata nuklir,” katanya.

“Kami menanggapi ancaman ini dengan sangat serius, tetapi kami belum melihat alasan untuk menyesuaikan postur nuklir kami sendiri saat ini.”
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1055 seconds (0.1#10.140)