9 Kapal Perang AS Mahal tapi Ngadat, Ingin Dijual ke Sekutu

Sabtu, 28 Mei 2022 - 07:23 WIB
loading...
9 Kapal Perang AS Mahal tapi Ngadat, Ingin Dijual ke Sekutu
USS Freedom, salah satu dari 9 kapal tempur pesisir AS yang mengalami kegagalan mekanis dan tak layak digunakan. Foto/US Navy
A A A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) berencana untuk menjual sembilan kapal perang mahal tapi mengalami kegagalan mekanis kepada negara-negara sekutu di Amerika Selatan. Itu menjadi alternatif untuk membuang kapal-kapal militer yang ngadat dan tak berguna.

Rencana itu dipaparkan Kepala Operasi Angkatan Laut Laksamana Michael Gilday dalam sidangParlemenAS.

Sembilan kapal perang yang baru dibangun bermasalah dalam desain dan mengalami kegagalan mekanis, yang membuatnya tidak layak untuk digunakan Angkatan Laut AS.

“Kita harus mempertimbangkan untuk menawarkan kapal-kapal ini ke negara lain yang dapat menggunakannya secara efektif,” kata Laksamana Gilday, seperti dikutip dari Russia Today, Sabtu (28/5/2022).

"Ada negara-negara di Amerika Selatan, sebagai contoh, yang dapat menggunakan kapal-kapal yang memiliki awak kecil ini.”



Sembilan kapal tempur pesisir (LCS) itu diminta Angkatan Laut AS untuk dinonaktifkan, namun ditentang beberapa anggota Kongres.

Kapal-kapal tersebut dibangun dengan biaya masing-masing sekitar USD360 juta (lebih dari Rp5,2 triliun), dan yang termuda, USS St Louis, mulai beroperasi kurang dari dua tahun lalu.

Anggota Parlemen, Elaine Luria, yang merupakan mantan perwira Angkatan Laut, telah mencatat bahwa kapal-kapal LCS yang gagal termasuk di antara 24 kapal yang diperuntukkan untuk decomisioning, 11 di antaranya dibangun kurang dari satu dekade lalu.

“Angkatan Laut berutang permintaan maaf publik kepada pembayar pajak Amerika karena membuang puluhan miliar dolar untuk kapal yang sekarang mereka katakan tidak ada gunanya,” kata Luria pada Maret lalu, setelah Pentagon mengajukan anggaran terbarunya.

Kapal-kapal itu, yang disebut sebagai kelas Freedom, sering mengalami kegagalan mekanis. LCS pertama, yang juga bernama USS Freedom, dinonaktifkan pada tahun 2021 setelah hanya 13 tahun dalam pelayanan, hampir setengah dari perkiraan umur setidaknya 25 tahun.

Pejabat Angkatan Laut juga telah menunjuk kekurangan desain pada kapal, termasuk sistem propulsi dan daya tembak mereka.

“Sementara masalah mekanis merupakan faktor, faktor yang lebih besar adalah kurangnya kemampuan perang yang memadai melawan pesaing sejawat di China,” kata Gilday kepada anggota Parlemen pada hari Kamis.

Dia mengatakan LCS tidak dilengkapi dengan baik untuk salah satu tugas utamanya, perang anti-kapal selam. "Kami menolak untuk memberikan dolar tambahan terhadap sistem itu yang tidak akan cocok dengan ancaman bawah laut China," ujarnya.

Namun, Luria berpendapat bahwa Angkatan Laut menonaktifkan kapal lebih cepat daripada membangunnya, berinvestasi dalam teknologi "Gucci" yang beberapa dekade dari kedewasaan pada saat dibutuhkan armada yang lebih besar untuk menghadapi ancaman yang meningkat dari China dan Rusia.

“Angkatan Laut tidak memiliki strategi,” katanya. “Berhentilah mengatakan Anda melakukannya karena jika Anda melakukannya, Anda akan dapat menjelaskan bagaimana ukuran armada ini akan memungkinkan kami untuk mempertahankan Taiwan.”

Gilday mengatakan bahwa rencana Angkatan Laut untuk menonaktifkan kapal, termasuk armada LCS, akan menghemat sekitar USD3,6 miliar selama lima tahun.

Idenya adalah bahwa mempensiunkan kapal lebih hemat biaya daripada mencoba membuatnya layak untuk digunakan. “Kapal-kapal itu, relatif terhadap yang lain, tidak membawa nilai perang ke pertarungan,” kata Gilday.

Laksamana tersebut tidak menjelaskan bagaimana kapal yang gagal berfungsi seperti yang diinginkan AS akan memberikan nilai tambah bagi negara-negara Amerika Selatan.

Kapal kelas Freedom telah berhasil digunakan dalam operasi kontra-narkotika. Misalnya, satu LCS yang direncanakan Angkatan Laut untuk dinonaktifkan, USS Sioux City, mencegat sebuah kapal September lalu di dekat Republik Dominika dan menyita kokain senilai lebih dari USD20 juta.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1664 seconds (0.1#10.140)