Rusia Sengaja Perlambat Perangnya di Ukraina, Ini Tujuannya
loading...
A
A
A
MOSKOW - Rusia mengakui perangnya di Ukraina sengaja diperlambat. Tujuannya adalah untuk mengevakuasi penduduk dan menghindari korban di kalangan warga sipil.
Pengakuan itu disampaikan Menteri Pertahanan Shoigu—yang tetap menggunakan narasi operasi militer khusus, bukan perang—pada Selasa (24/5/2022).
Menurut Shoigu, Angkatan Bersenjata Rusia sedang menciptakan koridor kemanusiaan dan mengumumkan gencatan senjata untuk memastikan evakuasi warga yang aman dari pemukiman yang dikepung, meskipun pendekatan ini menghambat kemajuan pasukan Moskow.
“Tentu saja, ini memperlambat laju serangan, tetapi itu dilakukan dengan sengaja untuk menghindari korban sipil,” katanya pada pertemuan Dewan Menteri Pertahanan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), seperti dikutip Russia Today.
Berbeda dengan klaim Angkatan Bersenjata Ukraina, Shoigu mengatakan bahwa pasukan Rusia tidak melakukan serangan terhadap infrastruktur sipil di mana mungkin ada orang di dekatnya.
Sebaliknya, kata dia, posisi penembakan yang teridentifikasi dan fasilitas militer Ukraina diserang dengan senjata presisi tinggi.
Menteri pertahanan itu juga mencatat bahwa negara-negara Barat, yang takut akan kekalahan pasukan Kiev, mempercepat pengiriman bantuan mematikan ke Ukraina dan mengirim penasihat militer dan personel dari perusahaan militer swasta. Dia menambahkan bahwa jumlah tentara bayaran asing di negara itu telah melebihi 6.000 orang.
Namun, terlepas dari sanksi terhadap Moskow dan bantuan ekstensif yang diberikan ke Kiev oleh Barat, Shoigu menyatakan bahwa Rusia akan melanjutkan operasi militer khusus sampai semua tujuannya tercapai.
Dia kembali menegaskan bahwa situasi saat ini di Ukraina adalah akibat dari penolakan Barat untuk mempertimbangkan proposal Rusia guna menyelesaikan isu-isu kunci mengenai masalah keamanan nasionalnya, yang mencakup penghentian ekspansi NATO ke wilayah timur dan tidak adanya senjata tempur di dekat perbatasan Rusia.
“Semuanya dilakukan persis sebaliknya. Amerika Serikat menetapkan arah untuk pembongkaran total arsitektur keamanan internasional yang ada, menyertainya dengan penyebaran global sistem pertahanan anti-rudal dan pengembangan sistem rudal jarak menengah dan jarak pendek," katanya, menambahkan bahwa NATO berada tepat di depan pintu Rusia dan telah secara signifikan meningkatkan potensi tempurnya.
Shoigu juga mencatat bahwa blok pimpinan AS itu telah mengintensifkan upayanya untuk membuat Ukraina bergabung dengan aliansi dan mengerahkan infrastruktur militer koalisi di wilayahnya dan membuat negara itu bermusuhan dengan Moskow.
Rusia menyerang negara tetangganya sejak 24 Februari. Menurut Moskow, serangan dilakukan setelah kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014.
Serangan tersebut juga berselang sesaat setelah Moskow mengakui wilayah Donetsk dan Luhansk di Donbass, Ukraina timur, sebagai negara merdeka.
Lihat Juga: Eks Analis CIA Sebut Biden Mirip Pelaku Bom Bunuh Diri, Wariskan Perang Besar pada Trump
Pengakuan itu disampaikan Menteri Pertahanan Shoigu—yang tetap menggunakan narasi operasi militer khusus, bukan perang—pada Selasa (24/5/2022).
Menurut Shoigu, Angkatan Bersenjata Rusia sedang menciptakan koridor kemanusiaan dan mengumumkan gencatan senjata untuk memastikan evakuasi warga yang aman dari pemukiman yang dikepung, meskipun pendekatan ini menghambat kemajuan pasukan Moskow.
“Tentu saja, ini memperlambat laju serangan, tetapi itu dilakukan dengan sengaja untuk menghindari korban sipil,” katanya pada pertemuan Dewan Menteri Pertahanan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), seperti dikutip Russia Today.
Berbeda dengan klaim Angkatan Bersenjata Ukraina, Shoigu mengatakan bahwa pasukan Rusia tidak melakukan serangan terhadap infrastruktur sipil di mana mungkin ada orang di dekatnya.
Sebaliknya, kata dia, posisi penembakan yang teridentifikasi dan fasilitas militer Ukraina diserang dengan senjata presisi tinggi.
Menteri pertahanan itu juga mencatat bahwa negara-negara Barat, yang takut akan kekalahan pasukan Kiev, mempercepat pengiriman bantuan mematikan ke Ukraina dan mengirim penasihat militer dan personel dari perusahaan militer swasta. Dia menambahkan bahwa jumlah tentara bayaran asing di negara itu telah melebihi 6.000 orang.
Namun, terlepas dari sanksi terhadap Moskow dan bantuan ekstensif yang diberikan ke Kiev oleh Barat, Shoigu menyatakan bahwa Rusia akan melanjutkan operasi militer khusus sampai semua tujuannya tercapai.
Dia kembali menegaskan bahwa situasi saat ini di Ukraina adalah akibat dari penolakan Barat untuk mempertimbangkan proposal Rusia guna menyelesaikan isu-isu kunci mengenai masalah keamanan nasionalnya, yang mencakup penghentian ekspansi NATO ke wilayah timur dan tidak adanya senjata tempur di dekat perbatasan Rusia.
“Semuanya dilakukan persis sebaliknya. Amerika Serikat menetapkan arah untuk pembongkaran total arsitektur keamanan internasional yang ada, menyertainya dengan penyebaran global sistem pertahanan anti-rudal dan pengembangan sistem rudal jarak menengah dan jarak pendek," katanya, menambahkan bahwa NATO berada tepat di depan pintu Rusia dan telah secara signifikan meningkatkan potensi tempurnya.
Shoigu juga mencatat bahwa blok pimpinan AS itu telah mengintensifkan upayanya untuk membuat Ukraina bergabung dengan aliansi dan mengerahkan infrastruktur militer koalisi di wilayahnya dan membuat negara itu bermusuhan dengan Moskow.
Rusia menyerang negara tetangganya sejak 24 Februari. Menurut Moskow, serangan dilakukan setelah kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014.
Serangan tersebut juga berselang sesaat setelah Moskow mengakui wilayah Donetsk dan Luhansk di Donbass, Ukraina timur, sebagai negara merdeka.
Lihat Juga: Eks Analis CIA Sebut Biden Mirip Pelaku Bom Bunuh Diri, Wariskan Perang Besar pada Trump
(min)