Profil Ariel Sharon, Berlumur Darah Rakyat Palestina dan Dianggap Mati Dikutuk
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Ariel Sharon seolah “dikutuk” dengan mati secara perlahan selama bertahun-tahun. Berawal dari stroke ringan yang dialaminya pada tahun 2005, Perdana Menteri Israel itu justru terbaring koma delapan tahun lamanya di ranjang, bernapas dibantu selang dan tubuhnya lamat-lamat membusuk.
Matanya terus terbuka dengan tubuh tak berdaya. Sharon bahkan menghabiskan biaya pengobatan USD440 juta atau sekitar Rp4,25 triliun, berdasarkan data dari Komite Keuangan Knesset (Parlemen Israel).
Banyak yang berpendapat, ini adalah azab yang harus diterima Sharon, sebab semasa sehat tangannya berlumuran darah warga Palestina yang tak bersalah.
Ariel Sharon bernama asli Ariel Scheinerman. Ia lahir pada 26 Februari 1928 dari pasangan imigran Yahudi asal Rusia usai Perang Dunia I.
Didorong ambisinya menegakkan kedaulatan Yahudi di tanah Palestina, Sharon memutuskan terjun ke dunia kemiliteran saat masih belia.
Pada umur 17 tahun, ia tergabung dalam kelompok mafia Haganah yang kerap meneror rakyat Palestina.
Berkat keterampilannya dalam memegang senjata, Sharon pun ditunjuk untuk mengomandoi infanteri Israel saat usianya menginjak 20 tahun.
Sharon menunjukkan “dedikasinya” dalam beberapa pembantaian, terutama terhadap rakyat Palestina.
Dalam Operasi Qibya di tahun 1953, bersama dengan unit Komando 101 Sharon membabat habis 96 orang Palestina hingga tewas, menjarah toko-toko, dan meluluh-lantahkan rumah-rumah.
Lalu namanya semakin dikenal setelah terlibat dalam Perang Enam Hari antara Israel dengan tiga negara Arab, yakni Mesir, Yordania, dan Suriah pada tahun 1967.
Atas taktik militer dan keberaniannya, Sharon dipuja sebagai pahlawan dan dijuluki “Singa Tuhan” dari Israel.
Belum puas dengan karier militernya, Sharon terjun ke dunia politik. Pada 1973, Sharon bergabung dengan partai sayap kanan Likud.
Namun, dia hengkang setahun kemudian dan diangkat menjadi Penasihat Keamanan Perdana Menteri Yitzhak Rabin.
Sharon sempat menjabat sebagai Menteri Pertanian pada tahun 1977, sebelum panggilan untuk menduduki posisi Menteri Pertahanan diterimanya ketika perang antara Lebanon dan Israel terjadi.
Sharon adalah aktor utama dalam Pembantaian Sabra dan Shatila di Beirut Barat, Lebanon. Di tahun 1982, Sharon mengomandoi operasi untuk membantai kamp-kamp pengungsi Palestina di kedua wilayah tersebut.
Operasi ini menewaskan sekitar 20.000 orang. Ariel Sharon lantas dicap sebagai “Tukang Jagal” dari Beirut.
Aksi pembantaian tersebut menuai kecaman dari publik. Komisi Israel mengkritik bahwa Sharon secara tidak langsung bertanggung jawab dan ia diminta mundur dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan.
Atas desakan tersebut, Sharon menyatakan ia menyesali tindakannya, dalam wawancara. Meskipun dinilai penuh kontroversi, hal itu tak pelak membuat Sharon menyerah dari ranah politik.
Buktinya, dia berhasil menempatkan diri pada kursi Perdana Menteri di tahun 2001. Sharon menarik warga dan tentara Israel dari Gaza di Agustus 2005, serta membangun tembok pemisah di sekitar Tepi Barat.
Ariel Sharon kini telah wafat. Pada 11 Januari 2014 silam, tokoh kejam bertangan besi ini telah mengembuskan napas terakhir di pusat medis Sheba Tel Aviv.
Dia meninggal setelah delapan tahun mengalami stroke, infeksi di seluruh organ tubuh, dan peralatan medis canggih yang tidak bisa menolongnya untuk sembuh.
Matanya terus terbuka dengan tubuh tak berdaya. Sharon bahkan menghabiskan biaya pengobatan USD440 juta atau sekitar Rp4,25 triliun, berdasarkan data dari Komite Keuangan Knesset (Parlemen Israel).
Banyak yang berpendapat, ini adalah azab yang harus diterima Sharon, sebab semasa sehat tangannya berlumuran darah warga Palestina yang tak bersalah.
Ariel Sharon bernama asli Ariel Scheinerman. Ia lahir pada 26 Februari 1928 dari pasangan imigran Yahudi asal Rusia usai Perang Dunia I.
Didorong ambisinya menegakkan kedaulatan Yahudi di tanah Palestina, Sharon memutuskan terjun ke dunia kemiliteran saat masih belia.
Pada umur 17 tahun, ia tergabung dalam kelompok mafia Haganah yang kerap meneror rakyat Palestina.
Berkat keterampilannya dalam memegang senjata, Sharon pun ditunjuk untuk mengomandoi infanteri Israel saat usianya menginjak 20 tahun.
Sharon menunjukkan “dedikasinya” dalam beberapa pembantaian, terutama terhadap rakyat Palestina.
Dalam Operasi Qibya di tahun 1953, bersama dengan unit Komando 101 Sharon membabat habis 96 orang Palestina hingga tewas, menjarah toko-toko, dan meluluh-lantahkan rumah-rumah.
Lalu namanya semakin dikenal setelah terlibat dalam Perang Enam Hari antara Israel dengan tiga negara Arab, yakni Mesir, Yordania, dan Suriah pada tahun 1967.
Atas taktik militer dan keberaniannya, Sharon dipuja sebagai pahlawan dan dijuluki “Singa Tuhan” dari Israel.
Belum puas dengan karier militernya, Sharon terjun ke dunia politik. Pada 1973, Sharon bergabung dengan partai sayap kanan Likud.
Namun, dia hengkang setahun kemudian dan diangkat menjadi Penasihat Keamanan Perdana Menteri Yitzhak Rabin.
Sharon sempat menjabat sebagai Menteri Pertanian pada tahun 1977, sebelum panggilan untuk menduduki posisi Menteri Pertahanan diterimanya ketika perang antara Lebanon dan Israel terjadi.
Sharon adalah aktor utama dalam Pembantaian Sabra dan Shatila di Beirut Barat, Lebanon. Di tahun 1982, Sharon mengomandoi operasi untuk membantai kamp-kamp pengungsi Palestina di kedua wilayah tersebut.
Operasi ini menewaskan sekitar 20.000 orang. Ariel Sharon lantas dicap sebagai “Tukang Jagal” dari Beirut.
Aksi pembantaian tersebut menuai kecaman dari publik. Komisi Israel mengkritik bahwa Sharon secara tidak langsung bertanggung jawab dan ia diminta mundur dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan.
Atas desakan tersebut, Sharon menyatakan ia menyesali tindakannya, dalam wawancara. Meskipun dinilai penuh kontroversi, hal itu tak pelak membuat Sharon menyerah dari ranah politik.
Buktinya, dia berhasil menempatkan diri pada kursi Perdana Menteri di tahun 2001. Sharon menarik warga dan tentara Israel dari Gaza di Agustus 2005, serta membangun tembok pemisah di sekitar Tepi Barat.
Ariel Sharon kini telah wafat. Pada 11 Januari 2014 silam, tokoh kejam bertangan besi ini telah mengembuskan napas terakhir di pusat medis Sheba Tel Aviv.
Dia meninggal setelah delapan tahun mengalami stroke, infeksi di seluruh organ tubuh, dan peralatan medis canggih yang tidak bisa menolongnya untuk sembuh.
(sya)