Pernah Dijajah, Aljazair Tuntut Penghormatan Total dari Prancis
loading...
A
A
A
ALGIERS - Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune pada Minggu (10/10/2021) menuntut "penghormatan total" dari Prancis . Tuntutan ini disuarakan menyusul pertikaian soal pembatasan visa dan komentar kritis dari Paris yang pernah menjajah negara Afrika Utara tersebut.
Akhir pekan lalu Aljazair menarik duta besarnya dari Paris dan melarang pesawat militer Prancis dari wilayah udaranya. Sebelumnya, pesawat-pesawat militer Prancis leluasa menggunakan wilayah udara negara Afrika Utara itu untuk memerangi kelompok jihadis di wilayah Sahel.
Keributan diplomatik pecah terkait penerbitan visa dan diikuti oleh laporan media bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron telah memberi tahu keturunan perang kemerdekaan Aljazair 1954-1962 bahwa Aljazair diperintah oleh sistem politik-militer yang telah benar-benar ditulis ulang sejarahnya.
Kantor kepresidenan Aljazair menanggapi dengan mengatakan komentar itu, yang tidak disangkal, adalah "campur tangan" terhadap urusan dalam negeri negara itu.
Pada hari Minggu Tebboune berbicara di depan umum untuk pertama kalinya tentang perselisihan dengan Prancis, menuntut "penghormatan total" dari bekas kekuatan kolonial.
"Kembalinya duta besar Aljazair ke Prancis bergantung pada penghormatan total terhadap negara Aljazair," kata Tebboune kepada media lokal, seperti dikutip AFP, Senin (11/10/2021).
"Kami lupa bahwa (Aljazair) pernah menjadi jajahan Prancis...Sejarah tidak boleh dipalsukan," ujarnya.
"Kami tidak bisa bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa," kata Tebboune tentang sejarah Aljazair dan masa lalu kolonial Prancis-nya.
Hubungan antara kedua negara sering tegang tetapi tidak pernah mencapai titik terendah baru seperti dalam beberapa hari terakhir.
Akhir pekan lalu Aljazair menarik duta besarnya dari Paris dan melarang pesawat militer Prancis dari wilayah udaranya. Sebelumnya, pesawat-pesawat militer Prancis leluasa menggunakan wilayah udara negara Afrika Utara itu untuk memerangi kelompok jihadis di wilayah Sahel.
Keributan diplomatik pecah terkait penerbitan visa dan diikuti oleh laporan media bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron telah memberi tahu keturunan perang kemerdekaan Aljazair 1954-1962 bahwa Aljazair diperintah oleh sistem politik-militer yang telah benar-benar ditulis ulang sejarahnya.
Kantor kepresidenan Aljazair menanggapi dengan mengatakan komentar itu, yang tidak disangkal, adalah "campur tangan" terhadap urusan dalam negeri negara itu.
Pada hari Minggu Tebboune berbicara di depan umum untuk pertama kalinya tentang perselisihan dengan Prancis, menuntut "penghormatan total" dari bekas kekuatan kolonial.
"Kembalinya duta besar Aljazair ke Prancis bergantung pada penghormatan total terhadap negara Aljazair," kata Tebboune kepada media lokal, seperti dikutip AFP, Senin (11/10/2021).
"Kami lupa bahwa (Aljazair) pernah menjadi jajahan Prancis...Sejarah tidak boleh dipalsukan," ujarnya.
"Kami tidak bisa bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa," kata Tebboune tentang sejarah Aljazair dan masa lalu kolonial Prancis-nya.
Hubungan antara kedua negara sering tegang tetapi tidak pernah mencapai titik terendah baru seperti dalam beberapa hari terakhir.