Bawa Banyak Uang Tunai, Eks Presiden Afghanistan Ashraf Ghani Kabur ke UEA
loading...
A
A
A
ABU DHABI - Mantan presiden Afghanistan Ashraf Ghani kabur atau melarikan diri ke Uni Emirat Arab (UEA) bersama keluarganya. Presiden yang digulingkan Taliban itu dilaporkan membawa empat mobil yang penuh uang tunai.
Kementerian Luar Negeri UEA pada Rabu (18/8/2021) mengonfirmasi bahwa Ghani dan keluarganya disambut di negara Teluk tersebut.
Konfirmasi itu sekaligus menepis laporan yang beredar bawah Ghani melarikan diri ke Tajikistan. Kendati demikian, laporan media lokal menyebut Ghani ditolak mendarat di Tajikistan, kemudian terbang ke Oman sebelum akhirnya diterima di UEA.
"Kementerian Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional UEA dapat mengonfirmasi bahwa UEA telah menyambut Presiden Ashraf Ghani dan keluarganya di negara ini atas dasar kemanusiaan," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
Abu Dhabi tidak memberikan informasi tambahan apa pun, termasuk apakah Ghani dan keluarganya diberi suaka. Lokasi persis keberadaan mereka atau siapa yang akan membayar tempat tinggal mereka juga dirahasiakan.
Pada hari Rabu, mantan Menteri Pertahanan Afghanistan Bismillah Khan Mohammadi meminta Interpol untuk menahan Ghani karena "menjual" tanah airnya.
Mohammadi, yang juga dilaporkan telah melarikan diri ke UEA setelah runtuhnya Kabul pada hari Minggu, menuduh Ghani melakukan korupsi skala besar, dan "mengikat tangan tentara Afghanistan di belakang punggungnya", mencegahnya bertempur melawan Taliban.
Pada hari Senin, seorang diplomat di Kedutaan Besar Rusia di Kabul mengatakan kepada Sputniknews bahwa Presiden Ghani melarikan diri dari Kabul dengan empat mobil penuh uang tunai, dan bahwa para pembantunya terpaksa meninggalkan sebagian uang itu di landasan pacu setelah memuat sebagian darinya ke dalam helikopter.
Pada hari Rabu, The Daily Mail melaporkan bahwa Ghani diduga telah menyelundupkan uang tunai sebanyak USD169 juta atau lebih dari Rp2,4 triliun ke luar negeri, tetapi media Inggris itu tidak merinci dari mana angka itu didapat.
Pemerintah Afghanistan runtuh selama akhir pekan, kurang dari dua minggu setelah Taliban memulai serangannya untuk merebut daerah perkotaan, dan hampir tepat empat bulan setelah pengumuman penarikan tentara AS oleh Presiden Joe Biden pada bulan April.
Pada hari Selasa, wakil presiden pertama Afghanistan, Amrullah Saleh, mem-posting di Twitter untuk menyatakan dirinya sebagai presiden de-facto negara itu. "Dalam ketidakhadiran, pelarian, pengunduran diri atau kematian Presiden, FVP [Wakil Presiden Pertama] menjadi caretaker," kata Saleh merujuk pada konstitusi negaranya.
Dia menambahkan bahwa dia tetap di negara itu dan telah menjangkau para pemimpin untuk mengamankan dukungan dan konsensus mereka.
Setelah merebut sejumlah ibu kota provinsi di Afghanistan, Taliban merebut ibu kota nasional pada hari Minggu. Seorang pejabat dari intelijen Amerika Serikat sebelumnya memperkirakan bahwa Kabul akan jatuh ke tangan Taliban dalam waktu 30 hari hingga enam bulan setelah penarikan pasukan Amerika, dan faktanya terjadi dalam hitungan hari.
Lihat Juga: Negara Mayoritas Islam yang Ikut Rayakan Kemenangan Pemberontak Suriah, Salah Satunya Anggota NATO
Kementerian Luar Negeri UEA pada Rabu (18/8/2021) mengonfirmasi bahwa Ghani dan keluarganya disambut di negara Teluk tersebut.
Konfirmasi itu sekaligus menepis laporan yang beredar bawah Ghani melarikan diri ke Tajikistan. Kendati demikian, laporan media lokal menyebut Ghani ditolak mendarat di Tajikistan, kemudian terbang ke Oman sebelum akhirnya diterima di UEA.
"Kementerian Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional UEA dapat mengonfirmasi bahwa UEA telah menyambut Presiden Ashraf Ghani dan keluarganya di negara ini atas dasar kemanusiaan," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
Abu Dhabi tidak memberikan informasi tambahan apa pun, termasuk apakah Ghani dan keluarganya diberi suaka. Lokasi persis keberadaan mereka atau siapa yang akan membayar tempat tinggal mereka juga dirahasiakan.
Pada hari Rabu, mantan Menteri Pertahanan Afghanistan Bismillah Khan Mohammadi meminta Interpol untuk menahan Ghani karena "menjual" tanah airnya.
Mohammadi, yang juga dilaporkan telah melarikan diri ke UEA setelah runtuhnya Kabul pada hari Minggu, menuduh Ghani melakukan korupsi skala besar, dan "mengikat tangan tentara Afghanistan di belakang punggungnya", mencegahnya bertempur melawan Taliban.
Pada hari Senin, seorang diplomat di Kedutaan Besar Rusia di Kabul mengatakan kepada Sputniknews bahwa Presiden Ghani melarikan diri dari Kabul dengan empat mobil penuh uang tunai, dan bahwa para pembantunya terpaksa meninggalkan sebagian uang itu di landasan pacu setelah memuat sebagian darinya ke dalam helikopter.
Pada hari Rabu, The Daily Mail melaporkan bahwa Ghani diduga telah menyelundupkan uang tunai sebanyak USD169 juta atau lebih dari Rp2,4 triliun ke luar negeri, tetapi media Inggris itu tidak merinci dari mana angka itu didapat.
Pemerintah Afghanistan runtuh selama akhir pekan, kurang dari dua minggu setelah Taliban memulai serangannya untuk merebut daerah perkotaan, dan hampir tepat empat bulan setelah pengumuman penarikan tentara AS oleh Presiden Joe Biden pada bulan April.
Pada hari Selasa, wakil presiden pertama Afghanistan, Amrullah Saleh, mem-posting di Twitter untuk menyatakan dirinya sebagai presiden de-facto negara itu. "Dalam ketidakhadiran, pelarian, pengunduran diri atau kematian Presiden, FVP [Wakil Presiden Pertama] menjadi caretaker," kata Saleh merujuk pada konstitusi negaranya.
Dia menambahkan bahwa dia tetap di negara itu dan telah menjangkau para pemimpin untuk mengamankan dukungan dan konsensus mereka.
Setelah merebut sejumlah ibu kota provinsi di Afghanistan, Taliban merebut ibu kota nasional pada hari Minggu. Seorang pejabat dari intelijen Amerika Serikat sebelumnya memperkirakan bahwa Kabul akan jatuh ke tangan Taliban dalam waktu 30 hari hingga enam bulan setelah penarikan pasukan Amerika, dan faktanya terjadi dalam hitungan hari.
Lihat Juga: Negara Mayoritas Islam yang Ikut Rayakan Kemenangan Pemberontak Suriah, Salah Satunya Anggota NATO
(min)