Terungkap, Netanyahu Desak Trump Bombardir Iran di Hari-hari Terakhir Berkuasa
loading...
A
A
A
NEW YORK CITY - Mantan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mendesak mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk membombardir Iran di hari-hari terakhir Trump berkuasa.
The New Yorker melaporkan rahasia itu dalam laporan investigasinya yang sebagian dirilis hari Kamis waktu Amerika.
Desakan Netanyahu kala itu muncul ketika Trump berulang kali bertanya kepada penasihat senior tentang opsi untuk menyerang Iran sebagai pembalasan atas serangan skala kecil milisi pro-Teheran terhadap pasukan AS di wilayah tersebut.
Desakan Netanyahu itu juga memicu kekhawatiran yang signifikan di kalangan pejabat senior, termasuk Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley, yang masih menjabat dalam peran itu.
“Jika Anda melakukan ini, Anda akan mengalami perang,” tulis The New Yorker mengutip Jenderal Milley saat memperingatkan Trump saat itu.
Penentangan Milley terhadap keinginan Trump untuk menyerang Iran telah dilaporkan secara singkat sebelumnya.
Pemerintah Netanyahu pernah mengancam akan menyerang Iran dalam percakapan pribadi dengan pejabat AS sebelumnya, terutama ketika pemerintahan Barack Obama mengupayakan pembicaraan nuklir dengan Teheran. Mantan pejabat pertahanan AS telah mengatakan kepada Al-Monitor bahwa bahkan serangan gabungan AS-Israel terhadap Iran hampir pasti akan memicu konflik berbagai negara dan mungkin perang regional yang lebih luas.
Iran memiliki pertahanan udara yang signifikan yang perlu dihancurkan jika terjadi serangan udara dalam ke negara itu. "Itu akan menghasilkan korban," kata seorang mantan pejabat pertahanan AS mengatakan kepada Al-Monitor.
Iran juga kemungkinan akan merespons dengan serangan rudal balistik dan pesawat tak berawak di lokasi yang menampung ribuan pasukan AS di kawasan itu, seperti yang telah ditunjukkan Teheran dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut laporan The New Yorker, Netanyahu mendesak Trump untuk melakukan serangan terhadap Iran setelah jelas bahwa Trump telah kalah dalam pemilihan presiden (pilpres) dari rivalnya, Joe Biden.
Selama pertemuan di Oval Office, Gedung Putih, pada 3 Januari, presiden Trump akhirnya setuju untuk mengabaikan gagasan menyerang Iran setelah penolakan baru dari penasihat utamanya, yang mengatakan kepadanya bahwa "sudah terlambat" untuk menyerang Iran.
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo termasuk di antara mereka yang mengecilkan gagasan itu.
Laporan The New Yorker yang ditulis Susan Glasser muncul di tengah kesibukan laporan berita baru-baru ini yang menggambarkan Milley sebagai pilar norma demokrasi di hari-hari terakhir masa jabatan Trump yang kacau balau.
Menurut Glasser, laporannya disusun dari hampir 200 wawancara untuk buku yang akan datang yang dia kerjakan dengan reporter New York Times Peter Baker.
Pengungkapan itu kemungkinan akan memperbarui pertanyaan tentang seberapa dekat pemerintahan Trump membawa Amerika Serikat berperang dengan Iran dan siapa lagi yang mungkin mendengarkan presiden tentang masalah ini.
Netanyahu, yang meninggalkan kantor PM Israel bulan lalu setelah 12 tahun berturut-turut menjabat, berulang kali menentang upaya AS untuk mencapai kesepakatan dengan Iran untuk membatasi program nuklir Teheran.
Para pejabat Israel telah melihat perjanjian nuklir 2015—yang secara sepihak "dikhianati" oleh Trump dengan dukungan Israel dan Arab Saudi—tidak cukup untuk mengekang pengaruh militer Teheran yang tumbuh di wilayah tersebut.
Pemerintahan Trump secara diam-diam mendukung kampanye serangan udara Israel terhadap target terkait Iran di Suriah dalam upaya untuk mencegah perangkat keras militer Iran yang canggih ditempatkan di dekat perbatasan Israel.
Pejabat administrasi Joe Biden telah berusaha untuk kembali ke kesepakatan nuklir 2015, melihat pengabaian Trump hanya memperburuk langkah agresif Teheran di wilayah tersebut.
The New Yorker melaporkan rahasia itu dalam laporan investigasinya yang sebagian dirilis hari Kamis waktu Amerika.
Desakan Netanyahu kala itu muncul ketika Trump berulang kali bertanya kepada penasihat senior tentang opsi untuk menyerang Iran sebagai pembalasan atas serangan skala kecil milisi pro-Teheran terhadap pasukan AS di wilayah tersebut.
Desakan Netanyahu itu juga memicu kekhawatiran yang signifikan di kalangan pejabat senior, termasuk Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley, yang masih menjabat dalam peran itu.
“Jika Anda melakukan ini, Anda akan mengalami perang,” tulis The New Yorker mengutip Jenderal Milley saat memperingatkan Trump saat itu.
Penentangan Milley terhadap keinginan Trump untuk menyerang Iran telah dilaporkan secara singkat sebelumnya.
Pemerintah Netanyahu pernah mengancam akan menyerang Iran dalam percakapan pribadi dengan pejabat AS sebelumnya, terutama ketika pemerintahan Barack Obama mengupayakan pembicaraan nuklir dengan Teheran. Mantan pejabat pertahanan AS telah mengatakan kepada Al-Monitor bahwa bahkan serangan gabungan AS-Israel terhadap Iran hampir pasti akan memicu konflik berbagai negara dan mungkin perang regional yang lebih luas.
Iran memiliki pertahanan udara yang signifikan yang perlu dihancurkan jika terjadi serangan udara dalam ke negara itu. "Itu akan menghasilkan korban," kata seorang mantan pejabat pertahanan AS mengatakan kepada Al-Monitor.
Iran juga kemungkinan akan merespons dengan serangan rudal balistik dan pesawat tak berawak di lokasi yang menampung ribuan pasukan AS di kawasan itu, seperti yang telah ditunjukkan Teheran dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut laporan The New Yorker, Netanyahu mendesak Trump untuk melakukan serangan terhadap Iran setelah jelas bahwa Trump telah kalah dalam pemilihan presiden (pilpres) dari rivalnya, Joe Biden.
Selama pertemuan di Oval Office, Gedung Putih, pada 3 Januari, presiden Trump akhirnya setuju untuk mengabaikan gagasan menyerang Iran setelah penolakan baru dari penasihat utamanya, yang mengatakan kepadanya bahwa "sudah terlambat" untuk menyerang Iran.
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo termasuk di antara mereka yang mengecilkan gagasan itu.
Laporan The New Yorker yang ditulis Susan Glasser muncul di tengah kesibukan laporan berita baru-baru ini yang menggambarkan Milley sebagai pilar norma demokrasi di hari-hari terakhir masa jabatan Trump yang kacau balau.
Menurut Glasser, laporannya disusun dari hampir 200 wawancara untuk buku yang akan datang yang dia kerjakan dengan reporter New York Times Peter Baker.
Pengungkapan itu kemungkinan akan memperbarui pertanyaan tentang seberapa dekat pemerintahan Trump membawa Amerika Serikat berperang dengan Iran dan siapa lagi yang mungkin mendengarkan presiden tentang masalah ini.
Netanyahu, yang meninggalkan kantor PM Israel bulan lalu setelah 12 tahun berturut-turut menjabat, berulang kali menentang upaya AS untuk mencapai kesepakatan dengan Iran untuk membatasi program nuklir Teheran.
Para pejabat Israel telah melihat perjanjian nuklir 2015—yang secara sepihak "dikhianati" oleh Trump dengan dukungan Israel dan Arab Saudi—tidak cukup untuk mengekang pengaruh militer Teheran yang tumbuh di wilayah tersebut.
Pemerintahan Trump secara diam-diam mendukung kampanye serangan udara Israel terhadap target terkait Iran di Suriah dalam upaya untuk mencegah perangkat keras militer Iran yang canggih ditempatkan di dekat perbatasan Israel.
Pejabat administrasi Joe Biden telah berusaha untuk kembali ke kesepakatan nuklir 2015, melihat pengabaian Trump hanya memperburuk langkah agresif Teheran di wilayah tersebut.
(min)