Dicap Algojo Massal, Ini Jawaban Presiden Terpilih Iran Ebrahim Raisi

Rabu, 23 Juni 2021 - 01:00 WIB
loading...
Dicap Algojo Massal,...
Ebrahim Raisi, ulama garis keras yang terpilih sebagai presiden baru Iran. Foto/Ayoub Ghaderi/YJC/WANA via REUTERS
A A A
TEHERAN - Presiden terpilih Iran, Ebrahim Raisi , untuk pertama kalinya bicara soal tuduhan dirinya sebagai algojo atau jagal dalam eksekusi massal tahanan politik pada tahun 1988. Pada saat itu, dia menjabat wakil jaksa Teheran.

Kelompok hak asasi manusia (HAM) menyatakan bahwa tak lama setelah perang delapan tahun Iran-Irak berakhir, Raisi adalah salah satu anggota dari apa yang disebut "Komisi Kematian" yang memerintahkan penghilangan dan eksekusi ribuan tahanan.



Menurut sejumlah laporan, para tahanan yang dieksekusi kebanyakan adalah anggota Mujaheddin-e-Khalq (MEK), sebuah organisasi yang berbasis di Eropa yang mendorong perubahan rezim ulama Iran.

Ditanya oleh Asssed Baig, jurnalis Al Jazeera, tentang eksekusi massal pada konferensi pers pada hari Senin, Raisi tidak secara langsung mengonfirmasi atau menyangkal tuduhan tersebut.

“Semua yang saya lakukan selama menjabat adalah untuk membela hak asasi manusia,” kata ulama garis keras itu.

Dia menambahkan bahwa dia telah berurusan dengan mereka yang mengganggu hak-hak orang dan terlibat dalam gerakan Daeshi dan anti-keamanan, sebuah gerakan terkait kelompok bersenjata ISIS.

“Jika seorang ahli hukum, hakim atau jaksa telah membela hak-hak orang dan keamanan masyarakat, dia harus dipuji dan didorong untuk menjaga keamanan orang dari serangan dan ancaman," ujarnya yang dilansir Selasa (22/6/2021).

Apalagi, lanjut dia, sebagai jaksa dan dalam kapasitas lain, dia bangga karena selalu membela hak asasi manusia, dan berjanji akan terus melakukannya sebagai presiden.

Amnesty International awal pekan ini memperbarui seruannya agar Raisi diadili karena kejahatan terhadap kemanusiaan.

Raisi adalah presiden pertama Iran yang dikenai sanksi Amerika Serikat (AS) setelah Amerika menunjuknya dalam daftar target sanksi pada 2019 karena perannya dalam eksekusi, dalam menindak protes publik, dan karena memerintahkan penggantungan individu yang masih di bawah umur pada saat mereka melakukan kejahatan.



Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa dia dan Iran sekarang dapat menyebut pelanggaran hak asasi manusia oleh negara lain—bukan sebaliknya—dan menyerukan mereka yang mendirikan kelompok teroris untuk diadili.

Kesepakatan Nuklir

Presiden terpilih Iran juga memperluas posisinya pada Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), sebuh kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dengan negara-negara kekuatan dunia (AS, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China).

Dia mengulangi sikap yang dia umumkan selama debat calon presiden, yaitu bahwa dia mendukung kesepakatan itu, tetapi mengatakan AS harus kembali ke komitmennya dan pertama-tama mencabut sanksi sepihak yang dijatuhkan setelah "mengkhianati" kesepakatan bersejarah itu.

“Dunia harus tahu bahwa situasinya telah berubah. Sampai hari ini, 'tekanan maksimum' belum berhasil pada orang-orang kami sehingga mereka harus mempertimbangkan kembali dan kembali," katanya mengacu pada kebijakan hawkish mantan Presiden Donald Trump tentang Iran.

Dia menambahkan bahwa kebijakan luar negeri pemerintahnya tidak dimulai dengan JCPOA dan tidak akan terbatas pada itu, karena akan mencakup keseimbangan keterlibatan dengan dunia dan kawasan.

“Negosiasi apa pun yang menjamin kepentingan nasional kami akan didukung oleh kami, tetapi kami tidak akan mengikat situasi ekonomi rakyat kami dengan negosiasi dan tidak akan membiarkan negosiasi demi negosiasi,” kata Raisi.

Ditanya apakah dia akan bertemu dengan Presiden AS Joe Biden, jawabannya adalah "tidak".

Dia juga tidak menjawab pertanyaan apakah dia akan mempertahankan tim perunding saat ini yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi, seorang negosiator nuklir veteran.

Pembicaraan putaran keenam di Wina untuk memulihkan kesepakatan itu berakhir pada Minggu, di mana para delegasi mengatakan kesepakatan akhir sudah dekat tetapi beberapa masalah utama masih belum terpecahkan.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, yang bertemu dengan Raisi pada hari Senin atas permintaan presiden terpilih untuk membicarakan kesepakatan nuklir, mengatakan awal pekan ini bahwa dia yakin kesepakatan dapat dicapai sebelum Raisi menjabat pada awal Agustus nanti.

Raisi menjadi presiden kedelapan Iran dalam pemilihan presiden pada hari Jumat dengan jumlah pemilih 48,8 persen atau terendah sejak revolusi 1979.
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1151 seconds (0.1#10.140)