Kemampuan Drone Turki dan Azerbaijan Makin Ditakuti Eropa
loading...
A
A
A
BRUSSELS - Keberhasilan drone Turki dan Azerbaijan dalam pertempuran di Nagorno-Karabakh semakin menakutkan bagi negara-negara Eropa.
(BACA JUGA : Kekuatan Militer China Bikin Sekjen NATO Ketar Ketir )
Peringatan itu diungkapkan analis senior di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR) Gustav Gressel. Dalam analis yang ditulisnya, dia menyatakan kemenangan Azerbaijan dalam melawan Armenia di Nagorno-Karabakh memberi pelajaran penting tentang bagaimana Eropa dapat membela dirinya sendiri.
(BACA JUGA : AS Kembali Kirim Pesawat Bomber B-52 ke Timur Tengah, Ini Alasannya )
Selama konflik 44 hari itu, Armenia dan milisinya kehilangan ribuan pasukan dan kendaraan militer.
Salah satu faktor penentu utama yang memberikan keunggulan Azerbaijan adalah drone Turki yang digunakan militer Azerbaijan. (Baca Juga: Israel Hancurkan Tangga Bersejarah Menuju Masjid Al-Aqsa)
Drone-drone tersebut memungkinkan Azerbaijan merebut kota strategis Shusha dan memaksa Armenia menyerah pada 9 November. (Lihat Infografis: Pesawat Luar Angkasa China Berhasil Masuk Orbit Bulan)
Wilayah yang direbut Azerbaijan pun dikembalikan pada Baku sesuai kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi Rusia. (Lihat Video: Polisi Akan Panggil 10 Orang Terkait Laporan Terhadap RS UMMI)
Gressel menyatakan, “Daripada menganggap konflik itu sebagai perang kecil antara negara-negara miskin, Eropa harus menyadari ancaman yang ditimbulkan drone tempur Turki yang digunakan Azerbaijan.”
Dia bahkan menilai sebagian besar tentara negara-negara Eropa akan mengalami hal yang sama menyedihkannya dengan tentara Armenia.
Selama dekade terakhir, Turki secara dramatis mengembangkan teknologi drone untuk mengatasi embargo senjata dan pembatasan yang diberlakukan padanya oleh negara-negara seperti Amerika Serikat (AS).
Pembatasan terhadap teknologi drone tersebut mendorong Turki membangun industri manufaktur drone sendiri yang menghasilkan drone Bayraktar dan Anka-S.
Drone Bayraktar TB2 khususnya telah mendatangkan malapetaka pada pasukan rezim Suriah awal tahun ini sebagai pembalasan atas pembunuhan 34 tentara Turki.
Bayraktar TB2 juga berperan membantu pemerintah Libya dalam mengalahkan serangan pasukan Khalifa Haftar di Tripoli dan memukul mundur pasukan Haftar saat musim panas.
Drone melengkapi perang elektronik saat melakukan tugas pengintaian dan pengawasan. Drone juga dapat meretas radio dan sistem komando musuh untuk mengumpulkan informasi atau menyiarkan peringatan.
Drone juga mampu mengganggu sistem pertahanan udara Rusia yang digunakan di garis depan pertempuran tersebut.
Teknologi drone dan peperangan Turki dianggap sangat efektif sehingga menteri pertahanan Inggris memujinya sebagai "perubah permainan". Seorang pakar keamanan AS menyebutnya "belum pernah terjadi sebelumnya."
"Tidak ada tentara Eropa yang memiliki sistem pertahanan udara berkemampuan sensor-fusi atau plot-fusi-resolusi tinggi untuk melindungi persenjataannya sendiri,” ungkap Gressel.
Hanya Prancis dan Jerman yang memiliki pengacau anti-drone (jarak pendek) dan aset perlindungan pangkalan yang akan mampu mempertahankan dan melawan drone Turki. "Itu akan membuat mereka berpikir dan khawatir," papar Gressel.
(BACA JUGA : Kekuatan Militer China Bikin Sekjen NATO Ketar Ketir )
Peringatan itu diungkapkan analis senior di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR) Gustav Gressel. Dalam analis yang ditulisnya, dia menyatakan kemenangan Azerbaijan dalam melawan Armenia di Nagorno-Karabakh memberi pelajaran penting tentang bagaimana Eropa dapat membela dirinya sendiri.
(BACA JUGA : AS Kembali Kirim Pesawat Bomber B-52 ke Timur Tengah, Ini Alasannya )
Selama konflik 44 hari itu, Armenia dan milisinya kehilangan ribuan pasukan dan kendaraan militer.
Salah satu faktor penentu utama yang memberikan keunggulan Azerbaijan adalah drone Turki yang digunakan militer Azerbaijan. (Baca Juga: Israel Hancurkan Tangga Bersejarah Menuju Masjid Al-Aqsa)
Drone-drone tersebut memungkinkan Azerbaijan merebut kota strategis Shusha dan memaksa Armenia menyerah pada 9 November. (Lihat Infografis: Pesawat Luar Angkasa China Berhasil Masuk Orbit Bulan)
Wilayah yang direbut Azerbaijan pun dikembalikan pada Baku sesuai kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi Rusia. (Lihat Video: Polisi Akan Panggil 10 Orang Terkait Laporan Terhadap RS UMMI)
Gressel menyatakan, “Daripada menganggap konflik itu sebagai perang kecil antara negara-negara miskin, Eropa harus menyadari ancaman yang ditimbulkan drone tempur Turki yang digunakan Azerbaijan.”
Dia bahkan menilai sebagian besar tentara negara-negara Eropa akan mengalami hal yang sama menyedihkannya dengan tentara Armenia.
Selama dekade terakhir, Turki secara dramatis mengembangkan teknologi drone untuk mengatasi embargo senjata dan pembatasan yang diberlakukan padanya oleh negara-negara seperti Amerika Serikat (AS).
Pembatasan terhadap teknologi drone tersebut mendorong Turki membangun industri manufaktur drone sendiri yang menghasilkan drone Bayraktar dan Anka-S.
Drone Bayraktar TB2 khususnya telah mendatangkan malapetaka pada pasukan rezim Suriah awal tahun ini sebagai pembalasan atas pembunuhan 34 tentara Turki.
Bayraktar TB2 juga berperan membantu pemerintah Libya dalam mengalahkan serangan pasukan Khalifa Haftar di Tripoli dan memukul mundur pasukan Haftar saat musim panas.
Drone melengkapi perang elektronik saat melakukan tugas pengintaian dan pengawasan. Drone juga dapat meretas radio dan sistem komando musuh untuk mengumpulkan informasi atau menyiarkan peringatan.
Drone juga mampu mengganggu sistem pertahanan udara Rusia yang digunakan di garis depan pertempuran tersebut.
Teknologi drone dan peperangan Turki dianggap sangat efektif sehingga menteri pertahanan Inggris memujinya sebagai "perubah permainan". Seorang pakar keamanan AS menyebutnya "belum pernah terjadi sebelumnya."
"Tidak ada tentara Eropa yang memiliki sistem pertahanan udara berkemampuan sensor-fusi atau plot-fusi-resolusi tinggi untuk melindungi persenjataannya sendiri,” ungkap Gressel.
Hanya Prancis dan Jerman yang memiliki pengacau anti-drone (jarak pendek) dan aset perlindungan pangkalan yang akan mampu mempertahankan dan melawan drone Turki. "Itu akan membuat mereka berpikir dan khawatir," papar Gressel.
(sya)