Pemimpin Dunia Desak Armenia-Azerbaijan Menahan Diri
loading...
A
A
A
YEREVAN - Armenia dan Azerbaijan kembali bersitegang di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh. Sedikitnya 24 orang tewas dalam bentrokan pada akhir pekan lalu itu. Dengan kecemasan akan kembali menimbulkan perang besar, para pemimpin dunia mendesak kedua negara untuk menahan diri dan menyelesaikan masalah secara damai.
Kontak militer antara dua mantan negara Uni Soviet itu dikhawatirkan tidak akan terbendung mengingat wilayah Nagorno-Karabakh sensitif. Menilik riwayat, kawasan itu rawan konflik dan peperangan. Secara kewilayahan Nagorno-Karabakh berada di bawah pemerintahan Azerbaijan, namun wilayah itu sebagian besar dihuni orang Armenia. (Baca: Salat Dhuha Bukan Sekedar Membuka Pintu Rezeki)
Sebanyak 17 tentara separatis Armenia tewas dan lebih dari 100 orang lainnya luka-luka. Hal itu diungkapkan Presisen Karabakh Araik Harutyunyan. Harutyunyan juga mengatakan pasukannya terpukul mundur. Selain itu, kedua pihak melaporkan adanya korban dari kalangan sipil.
“Kami sudah lelah dengan ancaman yang dilontarkan Azerbaijan. Kami akan berjuang hingga mati,” kata Artak Bagdasaryan (35) yang diangkat menjadi tentara di Yerevan dikutip Reuters. Separatis dari Karabakh mengatakan seorang perempuan Armenia dan anaknya tewas terbunuh, sedangkan di pihak Azerbaijan satu keluarga tewas terkena mortir.
Azerbaijan mengklaim telah menguasai gunung strategis di Karabakh yang dapat digunakan untuk mengontrol komunikasi. Dunia internasional berupaya meredam dan mencegah ketegangan semakin meluas. Armenia yang didominasi umat Kristen telah bersitegang dengan Azerbaijan yang didominasi umat Muslim pada beberapa dekade lalu.
“Azerbaijan dan Armenia selangkah menuju perang dalam skala besar,” kata Olesya Vartanyan dari International Crisis Group. “Salah satu alasan utama meningkatnya ketegangan Nagorno-Karabakh ialah kurangnya mediasi proaktif dari dunia internasional selama beberapa pekan terakhir,” ujarnya. (Baca juga: Sekolah di Merangin Mulai Belajar Tatap Muka dengan Protokol Ketat)
Presiden Amerika Serikat (AS) mengatakan AS akan berupaya mencegah terjadinya perang. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) AS juga mendesak Azerbaijan dan Armenia menghentikan aksi kekerasan dan retorika yang dapat mempertajam permusuhan dan akan memperburuk situasi. Kemlu AS juga mengutuk kerusuhan pekan lalu.
Calon Presiden AS dari Partai Demokrat, Joe Biden, yang juga mantan Wakil Presiden AS, mendesak Trump agar segera membantu Azerbaijan dan Armenia melancarkan gencatan senjata serta memastikan pihak asing, terutama Rusia, tidak memasok senjata kepada dua belah pihak. Dia khawatir ketegangan antara Azerbaijan dan Armenia tidak akan terbendung.
Nagorno-Karabakh memisahkan diri dari Azerbaijan setelah Uni Soviet runtuh pada 1991 hingga terjadi pertempuran hebat yang menewaskan 30.000 orang dan ribuan orang terusir dari kampung halamannya. Meski gencatan senjata sudah dicapai pada 1994, Azerbaijan dan Armenia sering terlibat ketegangan diplomatik serta kekerasan senjata api. (Baca juga: Pneumonia Butuh Pertolongan Serius)
Kontak militer antara dua mantan negara Uni Soviet itu dikhawatirkan tidak akan terbendung mengingat wilayah Nagorno-Karabakh sensitif. Menilik riwayat, kawasan itu rawan konflik dan peperangan. Secara kewilayahan Nagorno-Karabakh berada di bawah pemerintahan Azerbaijan, namun wilayah itu sebagian besar dihuni orang Armenia. (Baca: Salat Dhuha Bukan Sekedar Membuka Pintu Rezeki)
Sebanyak 17 tentara separatis Armenia tewas dan lebih dari 100 orang lainnya luka-luka. Hal itu diungkapkan Presisen Karabakh Araik Harutyunyan. Harutyunyan juga mengatakan pasukannya terpukul mundur. Selain itu, kedua pihak melaporkan adanya korban dari kalangan sipil.
“Kami sudah lelah dengan ancaman yang dilontarkan Azerbaijan. Kami akan berjuang hingga mati,” kata Artak Bagdasaryan (35) yang diangkat menjadi tentara di Yerevan dikutip Reuters. Separatis dari Karabakh mengatakan seorang perempuan Armenia dan anaknya tewas terbunuh, sedangkan di pihak Azerbaijan satu keluarga tewas terkena mortir.
Azerbaijan mengklaim telah menguasai gunung strategis di Karabakh yang dapat digunakan untuk mengontrol komunikasi. Dunia internasional berupaya meredam dan mencegah ketegangan semakin meluas. Armenia yang didominasi umat Kristen telah bersitegang dengan Azerbaijan yang didominasi umat Muslim pada beberapa dekade lalu.
“Azerbaijan dan Armenia selangkah menuju perang dalam skala besar,” kata Olesya Vartanyan dari International Crisis Group. “Salah satu alasan utama meningkatnya ketegangan Nagorno-Karabakh ialah kurangnya mediasi proaktif dari dunia internasional selama beberapa pekan terakhir,” ujarnya. (Baca juga: Sekolah di Merangin Mulai Belajar Tatap Muka dengan Protokol Ketat)
Presiden Amerika Serikat (AS) mengatakan AS akan berupaya mencegah terjadinya perang. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) AS juga mendesak Azerbaijan dan Armenia menghentikan aksi kekerasan dan retorika yang dapat mempertajam permusuhan dan akan memperburuk situasi. Kemlu AS juga mengutuk kerusuhan pekan lalu.
Calon Presiden AS dari Partai Demokrat, Joe Biden, yang juga mantan Wakil Presiden AS, mendesak Trump agar segera membantu Azerbaijan dan Armenia melancarkan gencatan senjata serta memastikan pihak asing, terutama Rusia, tidak memasok senjata kepada dua belah pihak. Dia khawatir ketegangan antara Azerbaijan dan Armenia tidak akan terbendung.
Nagorno-Karabakh memisahkan diri dari Azerbaijan setelah Uni Soviet runtuh pada 1991 hingga terjadi pertempuran hebat yang menewaskan 30.000 orang dan ribuan orang terusir dari kampung halamannya. Meski gencatan senjata sudah dicapai pada 1994, Azerbaijan dan Armenia sering terlibat ketegangan diplomatik serta kekerasan senjata api. (Baca juga: Pneumonia Butuh Pertolongan Serius)