Pilpres Amerika Serikat, Demokrat Khawatir Insiden 2016 Terulang

Jum'at, 06 Maret 2020 - 09:45 WIB
Pilpres Amerika Serikat,...
Pilpres Amerika Serikat, Demokrat Khawatir Insiden 2016 Terulang
A A A
NEWYORK - Setelah kemenangan mengejutkan Joe Biden pada Super Tuesday yang lalu, Partai Demokrat menghadapi mimpi buruk 2016, yakni pertarungan antara kandidat kemapanan diwakili Biden melawan Bernie Sander yang dikenal antikemapanan. Insiden 2016 mengakibatkan keterpurukan dan melemahkan Partai Demokrat pada pemilu presiden .

Empat tahun lalu, para pendukung utama Sanders, termasuk pemilih pemuda, tidak memberikan suara pada hari pemilu presiden karena menolak Hillary Clinton sebagai pemenang tiket nominasi calon presiden (capres). Saat ini kebanyakan pemilih Senator asal Vermont itu masih tidak percaya dengan kubu kemapanan Partai Demokrat. Tren tersebut diprediksi bisa bertahan hingga saat ini. (Baca: Sanders Menangi Pemilu Pendahuluan Partai Demokrat di New Hampshire)

Meskipun semua pihak di Partai Demokrat menginginkan persatuan untuk mengalahkan Presiden Donald Trump, pertarungan Biden-Sanders bisa lebih panas dibandingkan Hillary-Sanders. Itu karena Biden dan Sanders memiliki kekuatan sama serta memiliki akar pendukung yang berbeda, baik ras maupun usia.

Biden mendapatkan dukungan luas dari politikus elite. Dia didukung mantan rivalnya di pemilu pendahuluan, seperti Pete Buttigieg, Amy Klobuchar, dan Beto O'Rourke. Bahkan, miliarder Michael Bloomberg juga memberikan dukungan bagi Biden. Dia juga mendapatkan dukungan luas dari kalangan pemilih berusia tua hingga masyarakat kulit hitam.

Berbeda dengan Sanders. Dia mengandalkan gerakan akar rumput yang sangat kuat. Dia juga terus membangkitkan kecurigaan dengan mengekspresikan para pemimpin Partai Demokrat yang akan “mencuri” nominasi darinya. Dia mengonstruksi kampanye tentang “kita melawan mereka” dengan menyerang kekuatan Wall Street dan kelompok korporasi pro-kemapanan.

“Kelompok pro-kemapanan berusaha mengalahkan kita,” kata Sanders dilansir CNN.

“Kita digambarkan seperti tentara Nazi yang berpawai melintas Prancis. Kita akan fokus pada kampanye berorientasi isu yang bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat AS,” ujarnya. (Baca juga: Joe Biden Berpeluang Besar Tantang Donald Trumph di Pilpres AS)

Sementara itu, para penasihat Biden menilai taktik kritis yang dilaksanakan Sanders pada pemilu pendahuluan mendatang. Itu termasuk kritik dan serangan terhadap advokasi mantan wapres itu membekukan Jaminan Sosial pada 1995. “Kita melihat berbagai model kampanye Sanders terus berjalan. Kita melihat dampaknya seperti pada 2016,” kata deputi manajer kampanye Biden, Kate Bedingfield.

Namun demikian, permainan ras menjadi hal penting bagi Biden yang memimpin 509 delegasi dan Sanders dengan 449 delegasi. Pemilih kulit hitam menjadi kekuatan dan kemenangan bagi Biden. Misalnya, di Alabama, 72% pemilih kulit hitam memilih Biden, hanya 10% memilih Sanders. Warga keturunan Latin di Nevada mendukung Sanders hingga 44%, sedangkan 25% hanya mendukung Biden. Biden difavoritkan pemilih orang tua, Sanders justru dari kalangan anak muda.

Strategi Biden sepertinya meniru beberapa capres sebelumnya. Mantan Presiden Bill Clinton mendeskripsikan dirinya sebagai “comeback kid”setelah menduduki peringkat kedua pada Granite State pada 1992, di tengah skandal. Sebelumnya, Richard Nixon membangun ulang brand setelah kekalahan pada pemilu presiden 1960 dan pemilu gubernur California. Tapi, Clinton dan Nixon membutuhkan waktu bertahun-tahun. Bagaimana Biden? Dia hanya dalam waktu tiga hari saja.

Parahnya, Biden tidak memiliki uang. Dia juga tidak memasang iklan dalam jumlah banyak. Dia tidak memiliki organisasi kuat. Bahkan, dia tidak berkampanye di separuh negara bagian yang dia menangkan. Modal utamanya adalah percaya diri. Dia memosisikan dirinya sebagai pribadi penuh empati. Dia juga kerap bercerita tentang tragedi yang dialaminya dan kebangkitan politik. Karena itu, Biden pun dijuluki politikus pesulap.

Sanders mengklaim bisa memperluas koalisi Partai Demokrat dengan menghadirkan anak muda dan kelompok yang lebih beragam. “Bernie Sanders harus menumbuhkan dukungan untuk memenangkan nominasi dengan memulai mendekati komunitas warga kulit hitam,” kata Dan Pfeifer, mantan penasihat senior Barack Obama. Dia mengungkapkan, jika Sanders tidak mendekati warga kulit hitam, peluangnya semakin kecil.

Sementara itu, Biden terus meningkatkan donasi online untuk menjalankan roda kampanye. Dukungan dana terhadapnya semakin menguat setelah kemenangan Super Tuesday. Dalam penarikan dana selama dua hari, Biden mampu meraih USD7,1 juta. Kemudian Sanders juga terus intensif menggalang dana. Dalam waktu dua hari, dia berhasil mengumpulkan USD5,5 juta dari 220.000 donasi online.

Pemilu pendahuluan berikutnya akan digelar pada 10 Maret mendatang di Michigan, Washington, Idaho, Mississippi, Missourio, dan North Dakota, yang memperebutkan 352 delegasi. Biden dan Sanders akan bertarung total di Super Tuesday kedua tersebut. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1158 seconds (0.1#10.140)