Jerman dan Prancis Bela Zelensky usai Dicap Diktator oleh Trump
loading...

Jerman dan Inggris membela Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky usai disebut diktator oleh Presiden AS Donald Trump. Foto/X @ZelenskyyUa
A
A
A
BERLIN - Dua sekutu NATO, Jerman dan Inggris, membela Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky setelah disebut diktator oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan bahwa "salah dan berbahaya" bagi Trump menyebut Zelensky sebagai diktator.
"Yang benar adalah Volodymyr Zelensky adalah kepala negara terpilih Ukraina," kata Scholz kepada Spiegel pada hari Rabu, yang dilansir AFP, Kamis (20/2/2025).
Sebelumnya pada hari Rabu Trump menyebut Zelensky seorang diktator tanpa pemilu.
Masa jabatan lima tahun Zelensky berakhir tahun lalu tetapi hukum Ukraina tidak mewajibkan pemilu digelar selama masa perang.
Scholz mengecam segala upaya untuk menyangkal legitimasi demokratis Presiden Zelensky.
"Fakta bahwa pemilu yang layak tidak dapat diadakan di tengah perang tercermin dalam konstitusi dan hukum pemilu Ukraina," katanya.
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock juga membalas komentar Trump, menyebutnya "tidak masuk akal".
"Jika Anda melihat dunia nyata alih-alih hanya mengirim tweet, maka Anda tahu siapa di Eropa yang harus hidup dalam kondisi kediktatoran: orang-orang di Rusia, orang-orang di Belarusia," kata Baerbock kepada penyiar ZDF.
Sebelumnya Berlin juga telah menolak klaim Trump bahwa Kyiv telah memulai perang melawan Rusia.
"Tidak seorang pun kecuali Putin yang memulai atau menginginkan perang ini di jantung Eropa," kata Baerbock dalam sebuah pernyataan.
"Kami bekerja dengan sekuat tenaga untuk lebih memperkuat Ukraina," paparnya.
"Kami berada di titik awal yang penting untuk keamanan dan perdamaian di Eropa dan tujuannya adalah mencapai perdamaian abadi bagi Ukraina—aman dan terlindungi dari agresi Rusia di masa mendatang," imbuh dia.
Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer juga mendukung Zelensky setelah dicap diktator oleh Trump.
"Perdana Menteri berbicara kepada Presiden Zelensky malam ini dan menekankan perlunya semua orang bekerja sama," demikian pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Starmer setelah panggilan telepon tersebut.
"Perdana Menteri menyatakan dukungannya kepada Presiden Zelensky sebagai pemimpin Ukraina yang dipilih secara demokratis dan mengatakan bahwa sangatlah wajar untuk menunda pemilihan umum selama masa perang seperti yang dilakukan Inggris selama Perang Dunia II," lanjut pernyataan kantor Starmer.
"Perdana Menteri menegaskan kembali dukungannya terhadap upaya yang dipimpin AS untuk mencapai perdamaian abadi di Ukraina yang menghalangi Rusia dari agresi di masa mendatang," imbuh pernyataan tersebut.
Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan bahwa "salah dan berbahaya" bagi Trump menyebut Zelensky sebagai diktator.
"Yang benar adalah Volodymyr Zelensky adalah kepala negara terpilih Ukraina," kata Scholz kepada Spiegel pada hari Rabu, yang dilansir AFP, Kamis (20/2/2025).
Sebelumnya pada hari Rabu Trump menyebut Zelensky seorang diktator tanpa pemilu.
Masa jabatan lima tahun Zelensky berakhir tahun lalu tetapi hukum Ukraina tidak mewajibkan pemilu digelar selama masa perang.
Scholz mengecam segala upaya untuk menyangkal legitimasi demokratis Presiden Zelensky.
"Fakta bahwa pemilu yang layak tidak dapat diadakan di tengah perang tercermin dalam konstitusi dan hukum pemilu Ukraina," katanya.
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock juga membalas komentar Trump, menyebutnya "tidak masuk akal".
"Jika Anda melihat dunia nyata alih-alih hanya mengirim tweet, maka Anda tahu siapa di Eropa yang harus hidup dalam kondisi kediktatoran: orang-orang di Rusia, orang-orang di Belarusia," kata Baerbock kepada penyiar ZDF.
Sebelumnya Berlin juga telah menolak klaim Trump bahwa Kyiv telah memulai perang melawan Rusia.
"Tidak seorang pun kecuali Putin yang memulai atau menginginkan perang ini di jantung Eropa," kata Baerbock dalam sebuah pernyataan.
"Kami bekerja dengan sekuat tenaga untuk lebih memperkuat Ukraina," paparnya.
"Kami berada di titik awal yang penting untuk keamanan dan perdamaian di Eropa dan tujuannya adalah mencapai perdamaian abadi bagi Ukraina—aman dan terlindungi dari agresi Rusia di masa mendatang," imbuh dia.
Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer juga mendukung Zelensky setelah dicap diktator oleh Trump.
"Perdana Menteri berbicara kepada Presiden Zelensky malam ini dan menekankan perlunya semua orang bekerja sama," demikian pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Starmer setelah panggilan telepon tersebut.
"Perdana Menteri menyatakan dukungannya kepada Presiden Zelensky sebagai pemimpin Ukraina yang dipilih secara demokratis dan mengatakan bahwa sangatlah wajar untuk menunda pemilihan umum selama masa perang seperti yang dilakukan Inggris selama Perang Dunia II," lanjut pernyataan kantor Starmer.
"Perdana Menteri menegaskan kembali dukungannya terhadap upaya yang dipimpin AS untuk mencapai perdamaian abadi di Ukraina yang menghalangi Rusia dari agresi di masa mendatang," imbuh pernyataan tersebut.
(mas)
Lihat Juga :