Duterte Perintahkan Bos Bea Cukai: Tembak dan Bunuh Penyelundup Narkoba!
loading...
A
A
A
MANILA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte secara terbuka memerintahkan kepala bea cukai negara itu untuk menembak dan membunuh penyelundup narkoba. Perintah ini merupakan salah satu ancamannya yang paling terbuka selama kampanye perang anti-narkoba yang mematikan empat tahun terakhir.
Perang anti-narkoba telah menjadi fokus Duterte sejak dia berkuasa. Dia dengan tegas membantah mengizinkan pembunuhan di luar hukum, tetapi telah berulang kali dan secara terbuka mengancam pengedar narkoba dengan pembunuhan.
Dia dan polisi nasional, yang memimpin penegakan kampanye anti-narkoba, mengatakan sebagian besar tersangka yang dibunuh oleh polisi selama kampanye perang anti-narkoba adalah mereka yang melawan dan mengancam nyawa penegak hukum. (Baca: Aksi Koboi Duterte Berantas Narkoba Terinspirasi "Petrus" Soeharto? )
Duterte memberikan perintah kepada Komisaris Biro Bea Cukai Rey Leonardo Guerrero dalam sambutan yang disiarkan televisi dari rapat kabinet tentang pandemi virus corona pada Senin malam.
Guerrero, pensiunan jenderal militer dan mantan kepala staf militer, tidak hadir ketika Duterte berbicara. Namun, presiden mengatakan dia bertemu dengan Guerrero dan dua pejabat lainnya pada Senin pagi di istana presiden di Manila.
"Narkoba (masih) mengalir di dalam negeri melalui bea cukai," kata Duterte, seraya menambahkan dia sebelumnya telah menyetujui permintaan senjata api oleh Guerrero.
"Saya menyetujui pembelian senjata api dan sampai sekarang Anda belum membunuh satu pun? Saya bilang padanya, 'Shape up'," paparnya.
“Saya langsung mengatakan kepadanya, 'Narkoba (masih) mengalir masuk. Saya ingin Anda membunuh di sana ... bagaimanapun, saya akan mendukung Anda dan Anda tidak akan dipenjara. Jika itu (penyeludup) narkoba, tembak dan bunuhlah. Itu peraturannya," kata Duterte, tanpa menjelaskan lebih lanjut, seperti dilansir AP, Rabu (2/9/2020). (Baca: Duterte Berlakukan Lockdown Covid-19: Melanggar, Tembak Mati! )
Lebih dari 5.700 tersangka narkoba yang sebagian besar miskin telah tewas di bawah tindakan keras anti-narkoba Duterte, yang telah membuat khawatir kelompok hak asasi manusia dan pemerintah Barat dan memicu pemeriksaan dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan di Pengadilan Kriminal Internasional. Duterte telah berjanji untuk melanjutkan tindakan keras mematikan dalam dua tahun sisa kekuasaannya.
Sementara itu, Human Rights Watch menyebut perintah Duterte itu "biadab". Phil Robertson, wakil direktur Asia dari kelompok hak asasi manusia yang berbasis di AS tersebut, mengatakan Dewan Hak Asasi Manusia PBB, yang bersidang bulan ini, harus mengadakan penyelidikan internasional independen atas pembunuhan di Filipina.
“Pembantaian yang terus berlanjut juga menjelaskan mengapa komunitas internasional yang dipimpin oleh Uni Eropa perlu bertindak tegas atas bencana hak asasi manusia yang sedang berlangsung di Filipina dan tidak terpengaruh oleh kesalahan pemerintah tentang rekornya,” kata Robertson.
Kelompok hak asasi manusia itu mengatakan penyelidikan mereka menunjukkan beberapa tersangka dibunuh tanpa ampun, kemudian petugas polisi mengubah tempat kejadian dan meletakkan senjata api di tangan korban agar tampak seperti mereka melawan. Polisi mengatakan kelompok hak asasi manusia dan kritikus harus mengajukan pengaduan pidana ke pengadilan jika mereka memiliki bukti terhadap petugas. (Baca juga: Jaksa Pinangki Tersangka Pencucian Uang, Dua Apartemen Digeledah )
Duterte telah menempatkan biro bea cukai yang dilanda korupsi untuk sementara di bawah kendali militer pada tahun 2018 setelah dua pengiriman besar obat-obatan terlarang lolos dari badan tersebut melalui pelabuhan Manila.
Penyelidikan Kongres tentang bagaimana pengiriman besar yang diduga sabu-sabu lolos dari pelabuhan yang diawasi ketat berakhir dengan rekomendasi dakwaan terhadap beberapa pejabat bea cukai dan reformasi internal di biro bea cukai.
Perang anti-narkoba telah menjadi fokus Duterte sejak dia berkuasa. Dia dengan tegas membantah mengizinkan pembunuhan di luar hukum, tetapi telah berulang kali dan secara terbuka mengancam pengedar narkoba dengan pembunuhan.
Dia dan polisi nasional, yang memimpin penegakan kampanye anti-narkoba, mengatakan sebagian besar tersangka yang dibunuh oleh polisi selama kampanye perang anti-narkoba adalah mereka yang melawan dan mengancam nyawa penegak hukum. (Baca: Aksi Koboi Duterte Berantas Narkoba Terinspirasi "Petrus" Soeharto? )
Duterte memberikan perintah kepada Komisaris Biro Bea Cukai Rey Leonardo Guerrero dalam sambutan yang disiarkan televisi dari rapat kabinet tentang pandemi virus corona pada Senin malam.
Guerrero, pensiunan jenderal militer dan mantan kepala staf militer, tidak hadir ketika Duterte berbicara. Namun, presiden mengatakan dia bertemu dengan Guerrero dan dua pejabat lainnya pada Senin pagi di istana presiden di Manila.
"Narkoba (masih) mengalir di dalam negeri melalui bea cukai," kata Duterte, seraya menambahkan dia sebelumnya telah menyetujui permintaan senjata api oleh Guerrero.
"Saya menyetujui pembelian senjata api dan sampai sekarang Anda belum membunuh satu pun? Saya bilang padanya, 'Shape up'," paparnya.
“Saya langsung mengatakan kepadanya, 'Narkoba (masih) mengalir masuk. Saya ingin Anda membunuh di sana ... bagaimanapun, saya akan mendukung Anda dan Anda tidak akan dipenjara. Jika itu (penyeludup) narkoba, tembak dan bunuhlah. Itu peraturannya," kata Duterte, tanpa menjelaskan lebih lanjut, seperti dilansir AP, Rabu (2/9/2020). (Baca: Duterte Berlakukan Lockdown Covid-19: Melanggar, Tembak Mati! )
Lebih dari 5.700 tersangka narkoba yang sebagian besar miskin telah tewas di bawah tindakan keras anti-narkoba Duterte, yang telah membuat khawatir kelompok hak asasi manusia dan pemerintah Barat dan memicu pemeriksaan dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan di Pengadilan Kriminal Internasional. Duterte telah berjanji untuk melanjutkan tindakan keras mematikan dalam dua tahun sisa kekuasaannya.
Sementara itu, Human Rights Watch menyebut perintah Duterte itu "biadab". Phil Robertson, wakil direktur Asia dari kelompok hak asasi manusia yang berbasis di AS tersebut, mengatakan Dewan Hak Asasi Manusia PBB, yang bersidang bulan ini, harus mengadakan penyelidikan internasional independen atas pembunuhan di Filipina.
“Pembantaian yang terus berlanjut juga menjelaskan mengapa komunitas internasional yang dipimpin oleh Uni Eropa perlu bertindak tegas atas bencana hak asasi manusia yang sedang berlangsung di Filipina dan tidak terpengaruh oleh kesalahan pemerintah tentang rekornya,” kata Robertson.
Kelompok hak asasi manusia itu mengatakan penyelidikan mereka menunjukkan beberapa tersangka dibunuh tanpa ampun, kemudian petugas polisi mengubah tempat kejadian dan meletakkan senjata api di tangan korban agar tampak seperti mereka melawan. Polisi mengatakan kelompok hak asasi manusia dan kritikus harus mengajukan pengaduan pidana ke pengadilan jika mereka memiliki bukti terhadap petugas. (Baca juga: Jaksa Pinangki Tersangka Pencucian Uang, Dua Apartemen Digeledah )
Duterte telah menempatkan biro bea cukai yang dilanda korupsi untuk sementara di bawah kendali militer pada tahun 2018 setelah dua pengiriman besar obat-obatan terlarang lolos dari badan tersebut melalui pelabuhan Manila.
Penyelidikan Kongres tentang bagaimana pengiriman besar yang diduga sabu-sabu lolos dari pelabuhan yang diawasi ketat berakhir dengan rekomendasi dakwaan terhadap beberapa pejabat bea cukai dan reformasi internal di biro bea cukai.
(min)