Pemberontak Bangkit, Erdogan Peringatkan Pemerintah Suriah
loading...
A
A
A
ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan Ankara berkomitmen terhadap integritas teritorial Suriah dan menginginkan konflik di sana diselesaikan sesuai dengan "keinginan sah" rakyat Suriah.
Berbicara dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Montenegro Jakov Milatovic, Erdogan mengomentari dimulainya kembali pertempuran di Suriah pekan lalu.
Pemberontak Hayat Tahrir-al-Sham (HTS) dan kelompok lain melancarkan serangan besar-besaran dari provinsi Idlib menuju Aleppo, Hama, dan Homs.
"Keinginan terbesar kami adalah agar integritas teritorial dan persatuan nasional Suriah dipertahankan dan agar (konflik) berakhir dengan konsensus sesuai dengan tuntutan sah rakyat Suriah," tegas Erdogan pada hari Senin (2/12/2024), menurut media Turki.
“Peristiwa terkini telah mengkonfirmasi dan mengesahkan bahwa Turki benar,” ujar Erdogan.
Menteri luar negeri dan kepala intelijen nasional Turki tengah melakukan "konsultasi berkelanjutan" dengan rekan-rekan mereka, imbuh Erdogan, seraya mencatat Ankara "terus memantau proses di lapangan."
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan tampaknya menyalahkan pemerintah di Damaskus atas serangan pemberontak yang dimulai pekan lalu.
"Alasan dimulainya kembali konflik berskala besar di Suriah adalah karena masalah-masalah yang saling terkait di negara itu belum terselesaikan selama lebih dari 13 tahun," papar Fidan dalam konferensi pers bersama Menlu Iran Abbas Araghchi.
Pemerintah Presiden Suriah Bashar Assad membuat "kesalahan" dengan mengabaikan "tuntutan sah oposisi" dan gagal terlibat dalam proses politik, menurut Fidan.
"Kami selalu mendukung perlindungan integritas dan persatuan teritorial Suriah. Kami akan mendukungnya mulai sekarang juga," imbuh Fidan.
Turki, Iran, dan Rusia menandatangani perjanjian pada tahun 2017 untuk mendukung integritas teritorial Suriah dan mengakhiri perang yang dimulai oleh pemberontak antipemerintah pada tahun 2011.
Erdogan mengutip Proses Astana, yang dinamai sesuai dengan ibu kota Kazakhstan tempat kesepakatan itu dibuat, untuk campur tangan di Suriah pada musim semi tahun 2020, saat tentara Suriah mendekati benteng terakhir pemberontak yang tersisa di Idlib.
Moskow dan Ankara akhirnya merundingkan gencatan senjata, yang mewajibkan Turki memisahkan "oposisi yang sah" dari teroris yang bersekutu dengan al-Qaeda, seperti HTS.
Serangan mendadak pekan lalu oleh HTS dan sekutunya memungkinkan mereka memasuki kota Aleppo untuk pertama kalinya sejak 2016 dan mendorong pasukan pemerintah menuju Hama dan Homs.
Pasukan ekspedisi Rusia di Suriah telah membantu Damaskus dengan melancarkan serangan udara terus-menerus terhadap para pemberontak.
Berbicara dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Montenegro Jakov Milatovic, Erdogan mengomentari dimulainya kembali pertempuran di Suriah pekan lalu.
Pemberontak Hayat Tahrir-al-Sham (HTS) dan kelompok lain melancarkan serangan besar-besaran dari provinsi Idlib menuju Aleppo, Hama, dan Homs.
"Keinginan terbesar kami adalah agar integritas teritorial dan persatuan nasional Suriah dipertahankan dan agar (konflik) berakhir dengan konsensus sesuai dengan tuntutan sah rakyat Suriah," tegas Erdogan pada hari Senin (2/12/2024), menurut media Turki.
“Peristiwa terkini telah mengkonfirmasi dan mengesahkan bahwa Turki benar,” ujar Erdogan.
Menteri luar negeri dan kepala intelijen nasional Turki tengah melakukan "konsultasi berkelanjutan" dengan rekan-rekan mereka, imbuh Erdogan, seraya mencatat Ankara "terus memantau proses di lapangan."
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan tampaknya menyalahkan pemerintah di Damaskus atas serangan pemberontak yang dimulai pekan lalu.
"Alasan dimulainya kembali konflik berskala besar di Suriah adalah karena masalah-masalah yang saling terkait di negara itu belum terselesaikan selama lebih dari 13 tahun," papar Fidan dalam konferensi pers bersama Menlu Iran Abbas Araghchi.
Pemerintah Presiden Suriah Bashar Assad membuat "kesalahan" dengan mengabaikan "tuntutan sah oposisi" dan gagal terlibat dalam proses politik, menurut Fidan.
"Kami selalu mendukung perlindungan integritas dan persatuan teritorial Suriah. Kami akan mendukungnya mulai sekarang juga," imbuh Fidan.
Turki, Iran, dan Rusia menandatangani perjanjian pada tahun 2017 untuk mendukung integritas teritorial Suriah dan mengakhiri perang yang dimulai oleh pemberontak antipemerintah pada tahun 2011.
Erdogan mengutip Proses Astana, yang dinamai sesuai dengan ibu kota Kazakhstan tempat kesepakatan itu dibuat, untuk campur tangan di Suriah pada musim semi tahun 2020, saat tentara Suriah mendekati benteng terakhir pemberontak yang tersisa di Idlib.
Moskow dan Ankara akhirnya merundingkan gencatan senjata, yang mewajibkan Turki memisahkan "oposisi yang sah" dari teroris yang bersekutu dengan al-Qaeda, seperti HTS.
Serangan mendadak pekan lalu oleh HTS dan sekutunya memungkinkan mereka memasuki kota Aleppo untuk pertama kalinya sejak 2016 dan mendorong pasukan pemerintah menuju Hama dan Homs.
Pasukan ekspedisi Rusia di Suriah telah membantu Damaskus dengan melancarkan serangan udara terus-menerus terhadap para pemberontak.
(sya)