Profil Presiden Suriah Bashar al-Assad: Musuh AS yang Hadapi Upaya Penggulingan selama 1 Dekade
loading...
A
A
A
DAMASKUS - Bashar al-Assad adalah Presiden Republik Arab Suriah.
Sebagai pemimpin negara Arab, dia telah menjadi musuh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat yang mendukung kelompok pemberontak.
Selama satu dekade terakhir, Assad menghadapi upaya penggulingan dari berbagai kelompok pemberontak bersenjata, mulai dari kelompok oposisi yang dianggap Barat sebagai kelompok moderat hingga kelompok teroris seperti al-Qaeda dan ISIS.
Namun, selama waktu tersebut, pemerintahan Assad sangat kuat dengan dukungan Rusia, Iran, dan kelompok milisi pro-Teheran.
Sekarang dia menghadapi upaya pemberontakan terbaru, di mana kelompok pemberontak bersenjata melakukan serangan besar sejak Kamis pekan lalu dan berhasil menguasai sebagian besar wilayah Aleppo.
Lahir pada 11 September 1965, di Damaskus, Bashar al-Assad adalah putra kedua Hafez al-Assad.
Selama lebih dari satu dekade, rezim Bashar al-Assad di Suriah telah melewati badai perang saudara yang brutal dengan bantuan dari sekutu yang kuat seperti Rusia dan Iran.
Cengkeraman kekuasaan presiden Suriah yang berusia 59 tahun itu tampak kokoh, meskipun terjadi kekacauan di seluruh negeri.
Namun, seperti slogan "Pemimpin kami selamanya" selama pemerintahan ayahnya; Hafez al-Assad, gagasan tentang pemerintahan abadi selalu rapuh.
Ketika gerakan Arab Spring dimulai pada tahun 2011, yang menggulingkan rezim-rezim di Timur Tengah dan sekitarnya, banyak yang meramalkan berakhirnya dinasti Assad.
Protes di Suriah dengan cepat meningkat menjadi perang saudara, yang menantang kekuasaan Assad.
Rezimnya bertahan, berkat intervensi Rusia, Iran, dan Hizbullah.
Selama bertahun-tahun, pemerintah Suriah mempertahankan wilayah-wilayah penting sementara lawan-lawannya tetap terpecah.
Situasi telah berubah dengan cepat dalam beberapa hari terakhir. Minggu ini, pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham—yang sebelumnya merupakan afiliasi al-Qaeda—melancarkan serangan yang dengan cepat maju melalui Suriah utara, merebut sebagian besar wilayah Aleppo.
Bashar al-Assad telah menjadi presiden Suriah sejak tahun 2000, setelah kematian ayahnya, Hafez al-Assad, yang telah memerintah negara tersebut selama hampir 30 tahun.
Hafez al-Assad adalah seorang perwira militer dan pemimpin Partai Ba'ath yang menjadi presiden setelah kudeta tahun 1971.
Keluarga Assad berasal dari sekte minoritas Suriah yang mencakup sekitar 10 persen dari populasi tetapi telah memiliki peran dominan dalam politik sejak tahun 1960-an.
Bashar al-Assad bersekolah di Damaskus tempat dia belajar bahasa Inggris dan Prancis.
Dia memperoleh gelar kedokteran dalam bidang oftalmologi dari Universitas Damaskus pada tahun 1988. Dia bertugas sebagai dokter militer sebelum pindah ke London pada tahun 1992 untuk melanjutkan studinya.
Pada tahun 1994, kakak laki-laki Bashar al-Assad, Basil, yang seharusnya menggantikan ayah mereka, meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil.
Tanpa pengalaman politik atau militer, Bashar Al-Assad, yang saat itu berusia 29 tahun, dipanggil ke Suriah dan bersiap untuk menggantikan kakaknya.
Dia berlatih di sebuah akademi militer, dan memperoleh pangkat kolonel di Garda Republik.
Dia memimpin kampanye antikorupsi yang menyingkirkan beberapa pejabat, meskipun tidak menyentuh anggota senior rezim.
Dia juga diangkat menjadi ketua Masyarakat Komputer Suriah, yang memposisikan dirinya sebagai seorang modernis.
Ketika Hafez al-Assad meninggal pada tanggal 10 Juni 2000, Parlemen Suriah dengan cepat mengubah konstitusi untuk menurunkan usia minimum bagi calon presiden dari 40 menjadi 34 tahun, sehingga putra Hafez al-Assad, Bashar al-Assad, memenuhi syarat untuk menduduki jabatan tersebut.
Dia resmi menjabat pada 11 Juli 2000, menjadi pemimpin Partai Ba'ath dan panglima tertinggi militer.
Dia terpilih sebagai presiden dengan lebih dari 97 persen suara.
Dalam pidato pelantikannya, dia menolak demokrasi ala Barat sebagai model bagi Suriah.
Meskipun banyak warga Suriah merasa tidak nyaman dengan pengalihan kekuasaan dari ayah ke anak, masa muda, pendidikan, dan pengalaman Bashar al-Assad di Barat membangkitkan harapan akan perubahan.
Namun, rezimnya sebagian besar mempertahankan praktik otoriter yang sama, dengan negara yang dijaga ketat oleh polisi dan ekonomi yang sedang berjuang yang bergantung pada sumber daya minyak yang semakin menipis.
Dia mempertahankan sikap garis keras ayahnya terhadap konflik Suriah dengan Israel dan menentang invasi AS ke Irak, dengan menggunakan retorika anti-Barat.
Pada tahun 2005, Bashar al-Assad menyingkirkan para pembantu ayahnya dan menggantinya dengan wajah-wajah yang lebih muda, sering kali anggota keluarga.
Setelah pembunuhan Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri pada tahun 2005, Assad menarik pasukan Suriah dari Lebanon di bawah tekanan internasional, meskipun keterlibatan Suriah dalam pembunuhan itu tidak pernah terbukti secara meyakinkan.
Pada tahun 2007, Assad terpilih kembali dalam Pemilu yang banyak dikritik dan berusaha memperbaiki hubungan dengan kekuatan regional seperti Arab Saudi dan Turki, meskipun Suriah sebagian besar tetap terisolasi.
Bashar al-Assad menghadapi hubungan yang tidak stabil dengan Israel, yang memperburuk hubungan dengan Lebanon dan ketegangan dengan Turki atas hak atas air.
Pada tahun 2000, dia mulai menarik pasukan Suriah dari Lebanon yang telah berada di negara itu sejak tahun 1976. Pasukan Suriah memasuki Lebanon pada tahun 1976 selama perang saudara Lebanon.
Penarikan tentara dipercepat ketika Suriah dituduh terlibat dalam pembunuhan mantan Perdana Menteri Lebanon MMenteri Rafik Hariri.
Kematian Hariri memicu pemberontakan publik di Lebanon dan tekanan internasional terhadap Suriah untuk menarik pasukannya.
Assad membantah terlibat, dengan mengatakan bahwa jika warga Suriah terbukti bertanggung jawab, mereka akan dianggap pengkhianat dan menghadapi konsekuensi hukum.
"Jika penyelidikan PBB menyimpulkan warga Suriah terlibat, orang-orang itu akan dianggap sebagai pengkhianat yang akan didakwa dengan pengkhianatan dan menghadapi pengadilan internasional atau proses peradilan Suriah," katanya seperti dikutip oleh CNN.
Reaksi keras di Lebanon menyebabkan ratusan ribu orang berunjuk rasa di Beirut, menuntut diakhirinya pengaruh Suriah.
Pada tanggal 26 April 2005, Suriah menarik tentaranya yang terakhir dari Lebanon.
Pada bulan Maret 2011, protes massal pecah di Suriah, yang terinspirasi oleh gerakan Arab Spring.
Bashar al-Assad awalnya menawarkan reformasi, seperti menghapus undang-undang darurat dan membebaskan tahanan politik, tetapi kekerasan terhadap pengunjuk rasa meningkat.
Pemerintah mengerahkan pasukan dan tank, sementara Assad mengeklaim Suriah adalah korban konspirasi internasional.
Pada September 2011, kelompok oposisi bersenjata memperoleh momentum, yang menyebabkan perang saudara pada pertengahan 2012.
Pada Juli 2012, lingkaran dalam Assad mengalami pukulan telak ketika beberapa pejabat senior tewas dalam sebuah pengeboman.
Ketika perang semakin memanas, kedua belah pihak menerima dukungan dari sekutu internasional.
Pada Agustus 2013, serangan yang melibatkan senjata kimia di dekat Damaskus menewaskan ratusan orang, yang menyebabkan seruan untuk aksi militer internasional.
Sebuah kesepakatan antara Amerika Serikat (AS), Rusia, dan Suriah menyebabkan senjata kimia Suriah ditempatkan di bawah kendali internasional, sehingga menghindari intervensi militer.
Meskipun demikian, pasukan Assad terus menggunakan senjata tanpa pandang bulu, seperti bom barel di wilayah yang dikuasai pemberontak.
Seiring berlanjutnya perang, cengkeraman Assad pada kekuasaan semakin kuat.
Bangkitnya ISIS pada tahun 2013 memfokuskan kembali upaya internasional, termasuk AS, untuk mengalahkan kelompok ekstremis tersebut.
Intervensi militer Rusia pada tahun 2015 juga memperkuat posisi Assad.
Pada tahun 2017, Assad kembali menguasai sebagian besar kota besar, sementara pemberontak yang tersisa terkurung di beberapa wilayah.
Pada tahun 2018, pasukan Assad maju ke Idlib, tempat pasukan Turki melakukan intervensi untuk melindungi wilayah yang dikuasai pemberontak.
Saat konflik hampir berakhir, Assad mulai membangun kembali Suriah melalui proyek infrastruktur dan menarik investasi asing.
Salah satu tindakan kontroversial, Undang-Undang (UU) 10, memungkinkan pemerintah untuk menyita properti dari warga Suriah yang mengungsi, sehingga memungkinkan redistribusi properti kepada para loyalis.
Kematian Warga Sipil: Pada bulan-bulan awal protes Suriah tahun 2011, kematian warga sipil meningkat dan para pengungsi melarikan diri ke negara-negara tetangga.
Pada bulan Desember 2011, ketika ditanya tentang tindakan keras pemerintah terhadap para pengunjuk rasa, Assad membantah bertanggung jawab, dengan mengeklaim bahwa dia tidak memerintahkan pasukan keamanan untuk membunuh atau bertindak brutal.
Dia mengeklaim bahwa mereka bukan pasukannya dan menyatakan bahwa tidak ada pemerintah yang secara sengaja membunuh rakyatnya, kecuali jika dipimpin oleh "orang gila".
Pemilu 2014: Pada bulan Juni 2014, Bashar al-Assad menyelenggarakan Pemilu yang secara luas dianggap sebagai kecurangan.
Pemungutan suara hanya diperbolehkan di wilayah yang dikuasai pemerintah, kecuali sebagian besar wilayah utara dan timur Suriah yang dikuasai pemberontak.
Slogan kampanye Assad adalah "sawa", yang berarti "bersama", tetapi dia tidak tampil di depan publik untuk membahas rencananya.
Dia mengklaim 88 persen suara. Posisinya diperkuat ketika Rusia setuju untuk mendukung pasukannya secara militer pada bulan September 2014.
Pada bulan Februari 2016, konflik tersebut telah menewaskan banyak orang dan menciptakan krisis pengungsi.
Senjata Kimia: Pada bulan Agustus 2013, rezim Assad menghadapi kecaman internasional atas tuduhan menggunakan senjata kimia terhadap warga sipil.
Meskipun mendapat kemarahan global, Assad berhasil menghindari intervensi asing dengan bantuan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang memfasilitasi penghapusan persediaan senjata kimia Suriah.
Pada tahun 2013, lebih dari 70.000 orang telah tewas sejak tahun 2011.
Pada bulan April 2017, menyusul serangan senjata kimia baru, Presiden AS saat itu Donald Trump memerintahkan serangan udara di pangkalan udara Suriah, yang memicu reaksi keras dari Assad dan sekutunya, Rusia dan Iran.
Pada bulan April 2018, serangan senjata kimia lainnya menyebabkan kecaman internasional lebih lanjut.
Trump saat itu menyebut Assad sebagai "binatang" dan mengkritik Putin.
AS, bersama dengan Inggris dan Prancis, melancarkan serangan udara di Suriah pada tahun 2018.
Sebagai pemimpin negara Arab, dia telah menjadi musuh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat yang mendukung kelompok pemberontak.
Selama satu dekade terakhir, Assad menghadapi upaya penggulingan dari berbagai kelompok pemberontak bersenjata, mulai dari kelompok oposisi yang dianggap Barat sebagai kelompok moderat hingga kelompok teroris seperti al-Qaeda dan ISIS.
Namun, selama waktu tersebut, pemerintahan Assad sangat kuat dengan dukungan Rusia, Iran, dan kelompok milisi pro-Teheran.
Sekarang dia menghadapi upaya pemberontakan terbaru, di mana kelompok pemberontak bersenjata melakukan serangan besar sejak Kamis pekan lalu dan berhasil menguasai sebagian besar wilayah Aleppo.
Profil Bashar al-Assad
Lahir pada 11 September 1965, di Damaskus, Bashar al-Assad adalah putra kedua Hafez al-Assad.
Selama lebih dari satu dekade, rezim Bashar al-Assad di Suriah telah melewati badai perang saudara yang brutal dengan bantuan dari sekutu yang kuat seperti Rusia dan Iran.
Cengkeraman kekuasaan presiden Suriah yang berusia 59 tahun itu tampak kokoh, meskipun terjadi kekacauan di seluruh negeri.
Namun, seperti slogan "Pemimpin kami selamanya" selama pemerintahan ayahnya; Hafez al-Assad, gagasan tentang pemerintahan abadi selalu rapuh.
Ketika gerakan Arab Spring dimulai pada tahun 2011, yang menggulingkan rezim-rezim di Timur Tengah dan sekitarnya, banyak yang meramalkan berakhirnya dinasti Assad.
Protes di Suriah dengan cepat meningkat menjadi perang saudara, yang menantang kekuasaan Assad.
Rezimnya bertahan, berkat intervensi Rusia, Iran, dan Hizbullah.
Selama bertahun-tahun, pemerintah Suriah mempertahankan wilayah-wilayah penting sementara lawan-lawannya tetap terpecah.
Situasi telah berubah dengan cepat dalam beberapa hari terakhir. Minggu ini, pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham—yang sebelumnya merupakan afiliasi al-Qaeda—melancarkan serangan yang dengan cepat maju melalui Suriah utara, merebut sebagian besar wilayah Aleppo.
Bashar al-Assad telah menjadi presiden Suriah sejak tahun 2000, setelah kematian ayahnya, Hafez al-Assad, yang telah memerintah negara tersebut selama hampir 30 tahun.
Hafez al-Assad adalah seorang perwira militer dan pemimpin Partai Ba'ath yang menjadi presiden setelah kudeta tahun 1971.
Keluarga Assad berasal dari sekte minoritas Suriah yang mencakup sekitar 10 persen dari populasi tetapi telah memiliki peran dominan dalam politik sejak tahun 1960-an.
Bashar al-Assad bersekolah di Damaskus tempat dia belajar bahasa Inggris dan Prancis.
Dia memperoleh gelar kedokteran dalam bidang oftalmologi dari Universitas Damaskus pada tahun 1988. Dia bertugas sebagai dokter militer sebelum pindah ke London pada tahun 1992 untuk melanjutkan studinya.
Masuk ke Dunia Politik
Pada tahun 1994, kakak laki-laki Bashar al-Assad, Basil, yang seharusnya menggantikan ayah mereka, meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil.
Tanpa pengalaman politik atau militer, Bashar Al-Assad, yang saat itu berusia 29 tahun, dipanggil ke Suriah dan bersiap untuk menggantikan kakaknya.
Dia berlatih di sebuah akademi militer, dan memperoleh pangkat kolonel di Garda Republik.
Dia memimpin kampanye antikorupsi yang menyingkirkan beberapa pejabat, meskipun tidak menyentuh anggota senior rezim.
Dia juga diangkat menjadi ketua Masyarakat Komputer Suriah, yang memposisikan dirinya sebagai seorang modernis.
Kepresidenan Assad
Ketika Hafez al-Assad meninggal pada tanggal 10 Juni 2000, Parlemen Suriah dengan cepat mengubah konstitusi untuk menurunkan usia minimum bagi calon presiden dari 40 menjadi 34 tahun, sehingga putra Hafez al-Assad, Bashar al-Assad, memenuhi syarat untuk menduduki jabatan tersebut.
Dia resmi menjabat pada 11 Juli 2000, menjadi pemimpin Partai Ba'ath dan panglima tertinggi militer.
Dia terpilih sebagai presiden dengan lebih dari 97 persen suara.
Dalam pidato pelantikannya, dia menolak demokrasi ala Barat sebagai model bagi Suriah.
Meskipun banyak warga Suriah merasa tidak nyaman dengan pengalihan kekuasaan dari ayah ke anak, masa muda, pendidikan, dan pengalaman Bashar al-Assad di Barat membangkitkan harapan akan perubahan.
Namun, rezimnya sebagian besar mempertahankan praktik otoriter yang sama, dengan negara yang dijaga ketat oleh polisi dan ekonomi yang sedang berjuang yang bergantung pada sumber daya minyak yang semakin menipis.
Dia mempertahankan sikap garis keras ayahnya terhadap konflik Suriah dengan Israel dan menentang invasi AS ke Irak, dengan menggunakan retorika anti-Barat.
Pada tahun 2005, Bashar al-Assad menyingkirkan para pembantu ayahnya dan menggantinya dengan wajah-wajah yang lebih muda, sering kali anggota keluarga.
Setelah pembunuhan Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri pada tahun 2005, Assad menarik pasukan Suriah dari Lebanon di bawah tekanan internasional, meskipun keterlibatan Suriah dalam pembunuhan itu tidak pernah terbukti secara meyakinkan.
Pada tahun 2007, Assad terpilih kembali dalam Pemilu yang banyak dikritik dan berusaha memperbaiki hubungan dengan kekuatan regional seperti Arab Saudi dan Turki, meskipun Suriah sebagian besar tetap terisolasi.
Ketegangan dengan Lebanon
Bashar al-Assad menghadapi hubungan yang tidak stabil dengan Israel, yang memperburuk hubungan dengan Lebanon dan ketegangan dengan Turki atas hak atas air.
Pada tahun 2000, dia mulai menarik pasukan Suriah dari Lebanon yang telah berada di negara itu sejak tahun 1976. Pasukan Suriah memasuki Lebanon pada tahun 1976 selama perang saudara Lebanon.
Penarikan tentara dipercepat ketika Suriah dituduh terlibat dalam pembunuhan mantan Perdana Menteri Lebanon MMenteri Rafik Hariri.
Kematian Hariri memicu pemberontakan publik di Lebanon dan tekanan internasional terhadap Suriah untuk menarik pasukannya.
Assad membantah terlibat, dengan mengatakan bahwa jika warga Suriah terbukti bertanggung jawab, mereka akan dianggap pengkhianat dan menghadapi konsekuensi hukum.
"Jika penyelidikan PBB menyimpulkan warga Suriah terlibat, orang-orang itu akan dianggap sebagai pengkhianat yang akan didakwa dengan pengkhianatan dan menghadapi pengadilan internasional atau proses peradilan Suriah," katanya seperti dikutip oleh CNN.
Reaksi keras di Lebanon menyebabkan ratusan ribu orang berunjuk rasa di Beirut, menuntut diakhirinya pengaruh Suriah.
Pada tanggal 26 April 2005, Suriah menarik tentaranya yang terakhir dari Lebanon.
Kerusuhan Sipil 2011 di Suriah
Pada bulan Maret 2011, protes massal pecah di Suriah, yang terinspirasi oleh gerakan Arab Spring.
Bashar al-Assad awalnya menawarkan reformasi, seperti menghapus undang-undang darurat dan membebaskan tahanan politik, tetapi kekerasan terhadap pengunjuk rasa meningkat.
Pemerintah mengerahkan pasukan dan tank, sementara Assad mengeklaim Suriah adalah korban konspirasi internasional.
Pada September 2011, kelompok oposisi bersenjata memperoleh momentum, yang menyebabkan perang saudara pada pertengahan 2012.
Pada Juli 2012, lingkaran dalam Assad mengalami pukulan telak ketika beberapa pejabat senior tewas dalam sebuah pengeboman.
Ketika perang semakin memanas, kedua belah pihak menerima dukungan dari sekutu internasional.
Pada Agustus 2013, serangan yang melibatkan senjata kimia di dekat Damaskus menewaskan ratusan orang, yang menyebabkan seruan untuk aksi militer internasional.
Sebuah kesepakatan antara Amerika Serikat (AS), Rusia, dan Suriah menyebabkan senjata kimia Suriah ditempatkan di bawah kendali internasional, sehingga menghindari intervensi militer.
Meskipun demikian, pasukan Assad terus menggunakan senjata tanpa pandang bulu, seperti bom barel di wilayah yang dikuasai pemberontak.
Seiring berlanjutnya perang, cengkeraman Assad pada kekuasaan semakin kuat.
Bangkitnya ISIS pada tahun 2013 memfokuskan kembali upaya internasional, termasuk AS, untuk mengalahkan kelompok ekstremis tersebut.
Intervensi militer Rusia pada tahun 2015 juga memperkuat posisi Assad.
Pada tahun 2017, Assad kembali menguasai sebagian besar kota besar, sementara pemberontak yang tersisa terkurung di beberapa wilayah.
Pada tahun 2018, pasukan Assad maju ke Idlib, tempat pasukan Turki melakukan intervensi untuk melindungi wilayah yang dikuasai pemberontak.
Saat konflik hampir berakhir, Assad mulai membangun kembali Suriah melalui proyek infrastruktur dan menarik investasi asing.
Salah satu tindakan kontroversial, Undang-Undang (UU) 10, memungkinkan pemerintah untuk menyita properti dari warga Suriah yang mengungsi, sehingga memungkinkan redistribusi properti kepada para loyalis.
Kontroversi Assad
Kematian Warga Sipil: Pada bulan-bulan awal protes Suriah tahun 2011, kematian warga sipil meningkat dan para pengungsi melarikan diri ke negara-negara tetangga.
Pada bulan Desember 2011, ketika ditanya tentang tindakan keras pemerintah terhadap para pengunjuk rasa, Assad membantah bertanggung jawab, dengan mengeklaim bahwa dia tidak memerintahkan pasukan keamanan untuk membunuh atau bertindak brutal.
Dia mengeklaim bahwa mereka bukan pasukannya dan menyatakan bahwa tidak ada pemerintah yang secara sengaja membunuh rakyatnya, kecuali jika dipimpin oleh "orang gila".
Pemilu 2014: Pada bulan Juni 2014, Bashar al-Assad menyelenggarakan Pemilu yang secara luas dianggap sebagai kecurangan.
Pemungutan suara hanya diperbolehkan di wilayah yang dikuasai pemerintah, kecuali sebagian besar wilayah utara dan timur Suriah yang dikuasai pemberontak.
Slogan kampanye Assad adalah "sawa", yang berarti "bersama", tetapi dia tidak tampil di depan publik untuk membahas rencananya.
Dia mengklaim 88 persen suara. Posisinya diperkuat ketika Rusia setuju untuk mendukung pasukannya secara militer pada bulan September 2014.
Pada bulan Februari 2016, konflik tersebut telah menewaskan banyak orang dan menciptakan krisis pengungsi.
Senjata Kimia: Pada bulan Agustus 2013, rezim Assad menghadapi kecaman internasional atas tuduhan menggunakan senjata kimia terhadap warga sipil.
Meskipun mendapat kemarahan global, Assad berhasil menghindari intervensi asing dengan bantuan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang memfasilitasi penghapusan persediaan senjata kimia Suriah.
Pada tahun 2013, lebih dari 70.000 orang telah tewas sejak tahun 2011.
Pada bulan April 2017, menyusul serangan senjata kimia baru, Presiden AS saat itu Donald Trump memerintahkan serangan udara di pangkalan udara Suriah, yang memicu reaksi keras dari Assad dan sekutunya, Rusia dan Iran.
Pada bulan April 2018, serangan senjata kimia lainnya menyebabkan kecaman internasional lebih lanjut.
Trump saat itu menyebut Assad sebagai "binatang" dan mengkritik Putin.
AS, bersama dengan Inggris dan Prancis, melancarkan serangan udara di Suriah pada tahun 2018.
(mas)