KBRI Washington Fasilitasi Dialog dengan Kalangan Pemerhati Bahasa

Minggu, 24 November 2019 - 15:23 WIB
KBRI Washington Fasilitasi...
KBRI Washington Fasilitasi Dialog dengan Kalangan Pemerhati Bahasa
A A A
WASHINGTON - Dalam rangka mendorong pelestarian bahasa daerah, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington menggelar acara dinner dialogue yang bertajuk “Do We Need A Super Hero To Save Our Languages?” pada Rabu (20/11/2019) lalu.

Dialog tersebut dihadiri oleh kalangan perwakilan diplomatik, para pelaku usaha, akademisi, pegiat seni dan budaya, para mahasiswa, serta para peminat bahasa indonesia dan bahasa-bahasa lokal di tanah air.

“Bahasa asli atau bahasa daerah adalah bagian dari kekayaan budaya yang sangat penting dan perlu dilestarikan. Bahasa daerah tidak hanya berperan sebagai alat komunikasi, namun didalamnya juga melekat berbagai pengetahuan dan kearifan lokal, serta cara pandang yang unik dari masyarakat tertentu, yang menjadi warisan berharga untuk masyarakat setempat maupun masyarakat dunia,” ujar Duta Besar RI untuk AS, Mahendra Siregar, dalam rilis yang diterima Sindonews, Minggu (24/11/2019).

“Bahasa Bali adalah salah satu contohnya. Bahasa ini tidak hanya menjadi milik masyarakat Bali saja, namun juga milik seluruh rakyat Indonesia. Bahkan karena Bali merupakan global brand Indonesia, maka bahasa Bali juga menjadi milik masyarakat dunia. Maka dari itu, pelestariannya merupakan kewajiban kita semua," sambungnya.

"Banyak hal yang telah diambil dari Bali, namun apa yang bisa kita kembalikan ke Bali masih sangat sedikit. Upaya ini bisa menjadi salah satu kontribusi kita untuk Bali,” lanjut mahendra, yang disambut tepuk tangan peserta yang hadir.

Acara yang bekerja sama dengan organisasi Basabali, Rumah Indonesia, dan Banjar Bali, serta didukung oleh Dharma Wanita Persatuan KBRI Washington ini menghadirkan tiga pembicara. Ariel Putu Santikarma dari Rumah Indonesia menjadi pembicara pertama.

“Saya dibesarkan di AS dalam keluarga dengan beragam bahasa, yaitu Bali, Indonesia, dan Inggris. Bahasa tidak hanya sebatas tata bahasa dan ungkapan, namun bisa menjadi alat untuk saling menghormati, hidup berdampingan secara damai, dan membuat perubahan,” terang mahasiswi tahun ketiga di George Washington University jurusan antropologi ini. Orang tua Ariel merupakan pasangan campuran Indonesia dan AS.

Pembicara kedua adalah Tomasz Wicherkiewicz dari Polandia. “Punahnya sebuah bahasa berarti hilangnya satu identitas dari masyarakatnya," ucapnya.

"Salah satu faktor hilangnya bahasa adalah keputusan kaum muda untuk tidak menggunakannya lagi. Dan saat menyadari suatu bahasa di ambang kepunahan, biasanya sudah sangat terlambat untuk menanganinya,” terang Professor of Linguistics and Chair di Adam Mickiewicz University, Poznan, Polandia ini.

“Yang terpenting untuk mencegah bahasa dari kepunahan dan menjadikannya terus bertahan dan relevan adalah hasrat untuk menjaga dan visi ke depan dari komunitas penuturnya,” pungkas guru besar yang juga visiting professor di Smithsonian Natural History Museum, Washington ini.

Sementara pembicara ketiga adalah founding director basabali.org, Alissa J. Stern.

“Indonesia sebagaimana juga AS, memiliki bahasa persatuan (common language), yang bisa digunakan untuk memperkuat multiculturalism dan multilinguism. Saya berkolaborasi dengan para sarjana, pemerintah, pelaku seni, dan publik secara umum untuk menggandeng lebih banyak lagi masyarakat dalam rangka memperkuat bahasa lokal, dengan bahasa Bali sebagai contoh,” terangnya.

“Teknologi memang bisa menggerogoti bahasa lokal, namun di saat yang sama, teknologi juga bisa digunakan untuk memperkuatnya. Itulah yang kami lakukan dengan mengembangkan platform online basabali wiki,” lanjut Alissa, yang juga lulusan Cornell University di bidang antropologi khususnya Asia Tenggara sekaligus lulusan Harvard Law School ini.

Menurut Alissa, salah satu kunci kesuksesan mengembangkan Basabali Wiki adalah partisipasi masyarakat. Prinsipnya adalah intervene now (ambil bagian revitalisasi bahasa), mobilize locally (menjadikannya bagian dari budaya lokal), value the local in the global (memperkuat bahasa lokal di dunia internasional), dan make it easy, frequent, and cool (sistem dibuat sederhana dan menyenangkan).

Usai presentasi, para peserta dibagi ke dalam tujuh kelompok dialog.

“Kelompok saya terdiri dari banyak penutur bahasa. Semuanya berkesimpulan bahwa untuk melestarikan suatu bahasa, harus ada ketertarikan dan yang penting bahasa itu terus dipakai,” tutur Elsa, juru bicara salah satu kelompok.

“Para peserta diskusi di grup kami tumbuh dalam lingkungan penutur banyak bahasa. Kami juga bertemu dengan banyak orang dengan bahasa yang berbeda. Kita berdiskusi mengenai begitu mudahnya suatu bahasa hilang pada generasi kedua atau ketiga. Ada rasa penyesalan saat kami sadar tidak mengajari anak-anak kami dengan bahasa ibu. Kehilangan bahasa, sama artinya dengan kehilangan nilai dan pemahaman bagaimana berinteraksi dengan masyarakat lainnya,” ujar sofia, yang menjadi juru bicara kelompok yang lain.

Dinner Dialogue ini juga dimeriahkan dengan persembahan tari Cilinaya oleh tiga perempuan Bali, yaitu Kadek, Ika Inggas, dan Yoni yang kesemuanya bermukim di Washington dan sekitarnya. Tari tersebut disamping untuk menghadirkan suasana Bali, juga sebagai tari penyambutan bagi para peserta.

Selain itu, peserta dialog juga berkesempatan menikmati aneka hidangan khas Indonesia seperti sayur pecel, lengkap dengan nasi putih, sate ayam, dan rendang selama acara berlangsung.

Acara yang digelar dengan konsep kolaborasi berbagai pemangku kepentingan ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian semua pihak terhadap bahasa daerah, serta komitmen untuk berkontribusi dan berpartisipasi mendorong pengembangan bahasa daerah, termasuk melalui platform online seperti yang dibangun melalui Basabali Wiki.

Situs Basabali (https://basabali.org) menyediakan akses untuk belajar berbicara, menulis, maupun mengajar bahasa Bali secara interaktif melalui video, modul, maupun software. Selain itu juga terdapat fitur-fitur menarik seperti kamus multimedia interaktif (https://dictionary.basabali.org) dalam 3 bahasa: Bali, Indonesia, Inggris; perpustakaan/ensiklopedia interaktif (semacam wikipedia) mengenai budaya dan tradisi Bali; serta akses informasi diantaranya mengenai kompetisi bahasa Bali secara virtual (wikithon) serta proyek penerjemahan homepage google ke dalam bahasa Bali.

Beberapa figur penting di belakang Basabali, selain Alissa Stern, adalah sejumlah istri diplomat, budayawan serta akademisi. Basabali juga didukung oleh tim pelaksana yang berasal dari berbagai bidang keahlian terkait.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0766 seconds (0.1#10.140)