Pria Ini Tidak Kapok Ikut Pemilu Meski Jarinya Pernah Dipotong Taliban

Minggu, 29 September 2019 - 06:13 WIB
Pria Ini Tidak Kapok Ikut Pemilu Meski Jarinya Pernah Dipotong Taliban
Pria Ini Tidak Kapok Ikut Pemilu Meski Jarinya Pernah Dipotong Taliban
A A A
KABUL - Seorang pria asal Afghanistan bernama Safiullah Safi akan tetap menyalurkan suaranya dalam pemilu di negara itu. Ia tidak kapok meski Taliban pernah memotong jarinya karena ikut memberikan suara pada pemilu 2014 lalu.

Aksi pembangkangan yang dilakukan Safi dalam pemilu presiden 2019 di Afghanistan memicu kekaguman para netizen. Hal itu terjadi setelah pria berusia 38 tahun memposting foto di Twitter yang menunjukkan jari telunjuk kanannya hilang dan yang kiri bernoda tinta, tanda ia telah menyalurkan hak pilihnya.

Menantang ancaman serangan militan Taliban dan penundaan di tempat pemungutan suara, warga Afghanistan memberikan suara mereka dalam ujian besar kemampuan pemerintah yang didukung Barat untuk melindungi demokrasi.

Rezim Taliban digulingkan oleh pasukan yang dipimpin Amerika Serikat (AS) pada tahun 2001. Namun kelompok pemberontak itu sekarang berada pada tingkat yang paling kuat sejak kekalahannya. Mereka secara keras mengganggu pemilihan demokrasi yang baru lahir dan melakukan pembalasan yang mengerikan, sering kali mematikan pada mereka yang mengambil bagian.

Selama pemilihan presiden 2014, pejuang Taliban memotong jari setidaknya enam pemilih.

"Saya tahu itu adalah pengalaman yang menyakitkan, tetapi itu hanya jari," kata Safi melalui telepon.

"Ketika datang ke masa depan anak-anak dan negara saya, saya tidak akan duduk bahkan jika mereka memotong seluruh tangan saya," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Minggu (29/9/2019).

Safi menggambarkan bagaimana pada tahun 2014 ia telah memberikan suaranya dan sehari kemudian melakukan perjalanan dari ibu kota Kabul, di mana ia tinggal, ke kota timur Khost, dengan jari yang telah ditandai oleh tinta dari pemungutan suara.

"Taliban membawa saya keluar dari mobil dan menjauh dari jalan tempat mereka mendirikan pengadilan," katanya.

"Mereka memotong jari saya, bertanya mengapa saya mengambil bagian dalam pemilihan meskipun ada peringatan. Keluarga saya mengatakan kepada saya untuk tidak melakukannya kali ini, tetapi sebaliknya saya mengajak mereka semua untuk memberikan suara kami," tuturnya.

Perlawanan yang ditunjukkan Safi disambut hangat oleh warga Afghanistan di media sosial. Banyak di antaranya takut dengan kembalinya kekuasaan Taliban dan berakhirnya demokrasi serta kebebasan yang dimenangkan dengan susah payah.

"Dia memilih mendukung demokrasi dan untuk mengatakan 'tidak' pada sistem Taliban," kata seorang pengguna Twitter.

Di wilayah-wilayah Afghanistan yang dikendalikan oleh Taliban, wilayah yang lebih besar sekarang daripada di mana pun sejak tahun 2001, pemungutan suara penuh dengan bahaya dan jumlah pemilih cenderung sangat rendah. Para pemberontak menutup banyak pusat pemungutan suara untuk menunjukkan otoritas mereka.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5091 seconds (0.1#10.140)