Kantor Penghubung Israel di Maroko Diam-diam Kembali Beroperasi
loading...
A
A
A
Abdelilah Benabdeslam, pemimpin kelompok protes tersebut, mengatakan kepada Hespress bahwa "memalukan" bagi Maroko untuk mempertahankan hubungan dengan "negara kriminal" dan mendesak "pengusiran segera Hassan Kaabia dan timnya".
Benabdeslam juga mengatakan demonstrasi akan terus berlanjut di seluruh Maroko.
Israel dan Maroko secara resmi menjalin hubungan diplomatik pada Desember 2020 dengan menandatangani perjanjian tripartit Maroko-AS-Israel.
Kesepakatan yang ditengahi Amerika Serikat (AS) tersebut mencakup pengakuan klaim kedaulatan Rabat atas wilayah Sahara Barat yang disengketakan, bekas koloni Spanyol yang sebagian besar dikuasai Maroko tetapi diklaim Front Polisario, gerakan kemerdekaan Sahrawi yang didukung Aljazair.
Meskipun Maroko dan Israel memiliki sejarah kerja sama selama 60 tahun dalam masalah militer dan intelijen, hubungan mereka semakin erat secara signifikan setelah perjanjian ini.
Setelah kesepakatan tersebut, Maroko mengamankan kesepakatan membeli sistem pertahanan rudal Barak 8 milik Israel yang sangat didambakan, pesawat nirawak Elbit Hermes, dan sistem satelit mata-matanya untuk digunakan dalam perang yang sedang berlangsung dengan Front Polisario di Sahara Barat.
Pada tahun 2023, perdagangan antara Maroko dan Israel meningkat dua kali lipat, mencapai USD116,7 juta dibandingkan dengan USD56,2 juta pada tahun 2022.
Peningkatan ini menandai pertumbuhan tercepat di antara negara-negara Arab yang juga menjalin hubungan dengan Israel pada tahun 2020: Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan.
Pada Juli, media Maroko melaporkan kerajaan tersebut membeli dua satelit mata-mata Ofek-13 dari Israel Aerospace Industries (IAI) dalam kesepakatan senilai USD1 miliar.
IAI dikenal karena memproduksi beberapa drone dan sistem pertahanan rudal tercanggih yang digunakan tentara Israel di Gaza.
Benabdeslam juga mengatakan demonstrasi akan terus berlanjut di seluruh Maroko.
Penentangan terhadap Normalisasi
Israel dan Maroko secara resmi menjalin hubungan diplomatik pada Desember 2020 dengan menandatangani perjanjian tripartit Maroko-AS-Israel.
Kesepakatan yang ditengahi Amerika Serikat (AS) tersebut mencakup pengakuan klaim kedaulatan Rabat atas wilayah Sahara Barat yang disengketakan, bekas koloni Spanyol yang sebagian besar dikuasai Maroko tetapi diklaim Front Polisario, gerakan kemerdekaan Sahrawi yang didukung Aljazair.
Meskipun Maroko dan Israel memiliki sejarah kerja sama selama 60 tahun dalam masalah militer dan intelijen, hubungan mereka semakin erat secara signifikan setelah perjanjian ini.
Setelah kesepakatan tersebut, Maroko mengamankan kesepakatan membeli sistem pertahanan rudal Barak 8 milik Israel yang sangat didambakan, pesawat nirawak Elbit Hermes, dan sistem satelit mata-matanya untuk digunakan dalam perang yang sedang berlangsung dengan Front Polisario di Sahara Barat.
Pada tahun 2023, perdagangan antara Maroko dan Israel meningkat dua kali lipat, mencapai USD116,7 juta dibandingkan dengan USD56,2 juta pada tahun 2022.
Peningkatan ini menandai pertumbuhan tercepat di antara negara-negara Arab yang juga menjalin hubungan dengan Israel pada tahun 2020: Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan.
Pada Juli, media Maroko melaporkan kerajaan tersebut membeli dua satelit mata-mata Ofek-13 dari Israel Aerospace Industries (IAI) dalam kesepakatan senilai USD1 miliar.
IAI dikenal karena memproduksi beberapa drone dan sistem pertahanan rudal tercanggih yang digunakan tentara Israel di Gaza.