RI Sponsori Konsensus Global Perangi Terorisme Akibat Kebencian pada Agama
A
A
A
NEW YORK - Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menyatakan, tidak ada negara yang aman dari aksi terorisme berbasis kebencian agama. Hal itu disampaikan Retno dalam pertemuan Sidang Majelis Umum PBB membahas resolusi terorisme dan kekerasan berbasis kebencian agama, di mana Indonesia menjadi salah satu sponsornya.
"Tidak ada satu pun negara yang terbebas dari rasisme, intoleransi, dan kebencian," ucap Retno, saat pengesahan resolusi Sidang Majelis Umum PBB untuk memerangi terorisme dan tindakan kekerasan yang dimotivasi oleh kebencian terhadap agama.
"Diperlukan aksi bersama untuk mendorong dialog global yang mempromosikan toleransi dan perdamaian," sambungnya, seperti dikutip Sindonews dari siaran pers Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Rabu (3/5).
Retno menyebut, upaya tersebut termasuk memajukan dialog antar agama dan antar peradaban di dunia. Sebagai negara yang terdiri dari berbagai ras, suku etnis, dan agama, Indonesia menyampaikan kesiapannya untuk berbagi pengalaman mengenai kultur kebhinekaan yang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Resolusi ini sendiri didasari oleh aksi terorisme di Christchurch, Selandia Baru pada tanggal 15 Maret 2019 lalu. Di mana aksi terorisme ini menyebabkan 50 korban meninggal, termasuk satu orang warga negara Indonesia, serta puluhan korban cedera lainnya.
Dengan telah disahkannya resolusi Sidang Majelis Umum PBB melalui konsensus, lanjut Retno, maka upaya Indonesia untuk menyikapi secara cepat dan tegas aksi terorisme di Christchurch telah berhasil mendapatkan dukungan lebih luas dari negara-negara di dunia.
Pada saat yang sama, Retno menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah dalam menciptakan dan memelihara budaya toleransi di kalangan masyarakat. Untuk itu, Retno menyampaikan apresiasi kepada pimpinan dan masyarakat Selandia Baru yang cepat bereaksi dan menunjukkan solidaritasnya terhadap umat Muslim pasca aksi terorisme di Christchurch.
"Tidak ada satu pun negara yang terbebas dari rasisme, intoleransi, dan kebencian," ucap Retno, saat pengesahan resolusi Sidang Majelis Umum PBB untuk memerangi terorisme dan tindakan kekerasan yang dimotivasi oleh kebencian terhadap agama.
"Diperlukan aksi bersama untuk mendorong dialog global yang mempromosikan toleransi dan perdamaian," sambungnya, seperti dikutip Sindonews dari siaran pers Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Rabu (3/5).
Retno menyebut, upaya tersebut termasuk memajukan dialog antar agama dan antar peradaban di dunia. Sebagai negara yang terdiri dari berbagai ras, suku etnis, dan agama, Indonesia menyampaikan kesiapannya untuk berbagi pengalaman mengenai kultur kebhinekaan yang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Resolusi ini sendiri didasari oleh aksi terorisme di Christchurch, Selandia Baru pada tanggal 15 Maret 2019 lalu. Di mana aksi terorisme ini menyebabkan 50 korban meninggal, termasuk satu orang warga negara Indonesia, serta puluhan korban cedera lainnya.
Dengan telah disahkannya resolusi Sidang Majelis Umum PBB melalui konsensus, lanjut Retno, maka upaya Indonesia untuk menyikapi secara cepat dan tegas aksi terorisme di Christchurch telah berhasil mendapatkan dukungan lebih luas dari negara-negara di dunia.
Pada saat yang sama, Retno menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah dalam menciptakan dan memelihara budaya toleransi di kalangan masyarakat. Untuk itu, Retno menyampaikan apresiasi kepada pimpinan dan masyarakat Selandia Baru yang cepat bereaksi dan menunjukkan solidaritasnya terhadap umat Muslim pasca aksi terorisme di Christchurch.
(esn)