Eks Jenderal Jepang: Kim Jong-un Masih Kembangkan Senjata Nuklir

Selasa, 15 Januari 2019 - 14:47 WIB
Eks Jenderal Jepang: Kim Jong-un Masih Kembangkan Senjata Nuklir
Eks Jenderal Jepang: Kim Jong-un Masih Kembangkan Senjata Nuklir
A A A
NEW YORK - Seorang pensiunan jenderal Jepang mengatakan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un dan militernya masih mengembangkan senjata nuklir dan program rudal balistiknya. Menurutnya, Tokyo masih terancam oleh rudal balistik jarak menengah Pyongyang.

Letnan Jenderal (Purn) Koichi Isobe, seorang mantan komandan Pasukan Bela Diri Jepang mengungkapkan hal itu selama percakapan dengan mantan direktur CIA Jenderal David Petraeus di komunitas Masyarakat Jepang di Amerika Serikat (AS). Isobe mengatakan Korea Utara tidak menghentikan perkembangan militernya meskipun menahan diri dari aksi provokasi.

"Kim Jong-un mendapatkan waktu untuk terus mengembangkan senjata nuklir dan rudal balistik," kata Isobe, seperti dikutip UPI, Selasa (15/1/2019). "Ancaman rudal balistik (jarak) menengah (yang dapat menargetkan Jepang) masih ada," ujarnya.

Mantan komandan Jepang itu menambahkan Tokyo menghadapi tantangan di tiga front strategis, termasuk Semenanjung Korea.

"Sejak 2010, ketiga front menjadi tegang. Geopolitik tradisional telah kembali ke wilayah ini," paparnya.

Jenderal Petraeus, yang terkenal karena memimpin "operasi" 2007 di Irak, setuju bahwa Korea Utara sedang mengembangkan kemampuan nuklir dan rudalnya. Namun, pengujian rudal Pyongyang dihentikan karena ada pendekatan konfrontasi Presiden AS Donald Trump.

"Satu-satunya cara untuk (menghentikan provokasi) adalah untuk mendapatkan perhatian dari China, dan inilah mengapa Anda memiliki beberapa retorika, tidak semuanya akan menjadi pilihan kata-kata saya di berbagai waktu," kata Petraeus, merujuk pada ancaman Trump pada 2017 untuk menghancurkan Korea Utara.

"Niat AS benar-benar mempertimbangkan penggunaan kekuatan jika Korea Utara tidak sadar," katanya. Niat seperti itu, kata dia, tidak diabaikan di pihak China, di mana Presiden Xi Jinping telah memainkan peran penting dalam membuat Kim menahan diri.

"Pada akhirnya China memiliki kekuatan menerapkan sanksi sepenuhnya, (Cina) menyalakan lampu di Pyongyang," paparnya.

Usai pidato Tahun Baru pada 1 Januari, Kim kembali lawatan China. Dalam kunjungan keempatnya itu, dia dan Xi Jinping sepakat untuk terus memajukan proses penyelesaian politik soal masalah Semenanjung Korea.

Sikap ramah Kim itu tidak berarti Korea Utara telah berhenti memprioritaskan negosiasi dengan Amerika Serikat. Pada Senin malam, surat kabar Korea Selatan, Chosun Ilbo, melaporkan bahwa pejabat tinggi Korea Utara; Kim Yong Chol, merencanakan perjalanan ke Washington minggu ini.

Isobe menambahkan Korea Utara yang saat ini lebih tenang juga mengalihkan perhatian Jepang dan AS ke Beijing. Menurut Isobe Amerika Serikat telah mengubah sudut pandang dalam menilai rival-rivalnya, termasuk China.

"Ketika saya pertama kali membaca Strategi Keamanan Nasional AS tahun 2018, saya heran bahwa strategi itu jelas menggambarkan China sebagai kekuatan revisionis," kata Isobe, yang menekankan bahwa klaim "Perang Dingin" AS dengan China kemungkinan terlalu dibuat-buat.

"Sebenarnya ini bukan Perang Dingin, karena ketiga negara diperdagangkan," kata analis Jepang itu. "China adalah mitra dagang penting Jepang," paparnya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4965 seconds (0.1#10.140)