Lolos dari Pemakzulan, PM Inggris Kian Percaya Diri

Jum'at, 14 Desember 2018 - 06:37 WIB
Lolos dari Pemakzulan, PM Inggris Kian Percaya Diri
Lolos dari Pemakzulan, PM Inggris Kian Percaya Diri
A A A
Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May semakin percaya diri setelah berhasil selamat dalam voting pemakzulan yang diluncurkan Partai Konservatif. Nantinya, dukungan negosiasi Britain Exit (Brexit) di bawah kepemimpinan May akan terus berlanjut.

Sebanyak 200 anggota parlemen memberikan dukungan kepada May untuk terus memimpin Inggris. Adapun 117 suara menolak kepemimpinan May. Itu menunjukkan separuh anggota parlemen dari Partai Konservatif tidak mendukung upaya negosiasi Brexit versi May.

Setelah itu, May juga harus kembali ke Brussels untuk menjelaskan kepada 27 pemimpin negara anggota Uni Eropa (UE) untuk klarifikasi mengenai kesepakatan Brexit. Britain harus meninggalkan UE pada 29 Maret mendatang.

Namun, oposisi di parlemen menyerukan kemungkinan pembatalan Brexit atau referendum ulang. Berbicara di Downing Street setelah pemungutan suara pemakzulan pada Rabu (11/12) waktu setempat, May mengungkapkan akan mendengarkan pendapat kubu yang menentang negosiasi Brexit.

Dia ingin membangun kompromi agar tidak terjadi perpecahan dan polarisasi yang semakin melebar di Inggris. “Ada sejumlah kolega yang menentang saya, dan saya akan mendengarkan apa yang mereka katakan,” kata May dilansir Reuters. “Kita kini akan melaksanakan pekerjaan untuk mewujudkan Brexit bagi rakyat Inggris,” jelasnya.

Sebelumnya, para pemimpin UE menyatakan mereka tidak memiliki keinginan untuk mengubah kesepakatan. Sumber diplomatik di Brussels menyatakan dokumen yang disiapkan May termasuk memberikan dukungan kepada Inggris untuk mengenai perbatasan Irlandia.

Para pendukung May menyatakan hasil pemungutan suara pemakzulan itu menunjukkan Konservatif berada di belakangnya. Tapi, kelompok anti-UE melihat kesepakatan Brexit merusak hasil referendum 2016 dan menuntut May untuk mengundurkan diri.

Mereka memandang kehilangan sepertiga dukungan di Partai Konvervatif merupakan hal memalukan bagi May. “Hasil yang mengerikan bagi PM May,” kata pemimpin faksi Brexit garis keras, Jacob Rees-Mogg, dilansir BBC.

“PM harus memahami hal itu, dan sesuai norma konstitusi, dia (May) seharusnya menghadap Ratu Elizabeth dan menyatakan mundur,” paparnya.

May yang memilih tetap berada di UE saat referendum Brexit, memperingatkan musuhnya bahwa penarikan dari negosiasi Brexit, bisa menyebabkan proses tersebut tertunda atau terhenti sama sekali. May juga berjanji akan mundur sebelum pemilu 2022.

“Jika kamu adalah PM dan seperti dari anggota parlemen menentang kamu, itu adalah kabar buruk,” kata anggota parlemen Inggris, Mark Francois.

Partai Irlandia Utara memang menentang kesepakatan Brexit yang diajukan May. Sedangkan Partai Buruh sebagai kubu oposisi menyatakan kesepakatan Brexit harus dikembalikan lagi ke parlemen.

Akar permasalahan May sebenarnya pada upaya negosiasi Brexit yang dilakukan May karena tidak memuaskan banyak pihak di Inggris. Brexit merupakan keputusan ekonomi dan politik paling signifikan sejak Perang Dunia II.

Itu memicu kekhawatiran Inggris bisa terpisah dari negara-negara Eropa lainnya. Apalagi posisi Inggris semakin sulit dengan kepemimpinan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan pengaruh geopolitik Rusia dan China yang semakin kuat.

Hasil Brexit dipastikan akan mengganggu ekonomi Inggris senilai USD2,8 triliun. Itu juga akan berdampak spesifik terhadap persatuan Inggris dan menentukan apakah London akan menjadi salah satu dari dua pusat finansial global.

May berulang kali menegas kan ingin mengimplementasikan Brexit. Dia ingin menjaga hubungan baik dengan UE agar tidak terjadi perpecahan. Namun, upaya itu justru ditentang banyak pihak.

Mungkinkah Inggris menghentikan Brexit? UE sendiri menyatakan tidak akan melakukan renegosiasi. Tapi, para pemimpin negara anggota UE menyarankan Inggris masih bisa berubah pikiran mengenai kemungkinan perceraian dari blok ekonomi tersebut.

Akankah May akan tumbang? Pakar politik Inggris, John Curtice mengungkapkan, May sudah memiliki musuh dan orang yang menentangnya.

“Sepertinya May akan tumbang sekitar April hingga Mei tahun depan,” katanya. Itu berarti dia diprediksi akan lengser setelah Inggris dinyatakan sudah berceraih dengan UE.

Pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn mengungkapkan hasil pemungutan suara itu tidak mengubah apapun. “May mungkin kehilangan mayoritas di parlemen. Pemerintahannya hancur. Dia tak mampu mewujudkan Brexit,” tuturnya.

Partai Buruh menyatakan akan mengajukan pemungutan suara pemakzulan untuk seluruh anggota parlemen, bukan hanya Konservatif jika ada kesempatan menang dan pemilu bisa digelar.

Kemudian, pejabat Partai Nasional Skotlandia (SNC) Stephen Gethins menyerukan Partai Buruh untuk segera memakzulkan PM May dan menggelar pemungutan suara pemakzulan. “Pemerintahan May bermain dengan kehidupan rakyat Inggris,” jelasnya.

Deputi Ketua Partai Persatuan Demokratik dari Irlandia Utara (DUP) menyatakan partainya memberikan perhatian atas permasakanan Irlandia dalam Brexit di mana banyak anggota parlemen menentangnya.

“Saya pikir pemungutan suara pemakzulan tidak akan mengubah apapun,” katanya. Namun, DUP menyatakan tidak akan mendukung mosi pemakzulan di parlemen saat ini.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2984 seconds (0.1#10.140)