Krisis Sri Lanka yang Membingungkan: Dua PM, Pemerintahan Tak Ada

Kamis, 22 November 2018 - 10:46 WIB
Krisis Sri Lanka yang Membingungkan: Dua PM, Pemerintahan Tak Ada
Krisis Sri Lanka yang Membingungkan: Dua PM, Pemerintahan Tak Ada
A A A
KOLOMBO - Selamat datang di Sri Lanka, di mana krisis politik semakin parah sepanjang pekan ini. Dua orang saat ini sama-sama mengklaim sebagai perdana menteri (PM) negara tersebut.

Perkelahian antar-anggota parlemen termasuk aksi lempar sambal mewarnai krisis politik. Seorang mantan menteri keuangan mengatakan negara itu berada di ambang "anarki ekonomi".

Masalahnya dimulai ketika Presiden Maithripala Sirisena, jenuh dengan perselisihan dengan Perdana Menteri (PM) Ranil Wickremesinghe yang berujung pada pemecatan sang PM. Keduanya berseteru terkait masalah uang, dugaan persekongkolan plot dan isu-isu yang belum terselesaikan termasuk kejahatan perang terhadap warga sipil di masa lalu.

Tak hanya dipecat, pemerintahan Wickremesinghe dan kabinetnya dibubarkan. Presiden Sirisena menggantinya dengan pemerintahan baru yang dipimpin oleh Mahinda Rajapaksa sebagai PM.

Namun, tindakan sang presiden menjadi babak baru krisis politik di Sri Lanka. Para anggota parlemen pro-Wickremesinghe menolak pemerintahan baru dan dua kali menggulirkan mosi tak percaya pada pemerintahan baru tersebut.

Jehan Perera, kepala kelompok analis lokal Dewan Perdamaian Nasional, mengatakan bahwa pemerintah baru yang ditunjuk oleh presiden tidak bisa disebut legal karena Sirisena tidak meminta suara parlemen ketika dia memecat Wickremesinghe.

"Ini dapat disebut tidak sah karena ketentuan untuk mosi suara di parlemen diblokir oleh partai presiden sendiri melalui perilaku mereka yang rusuh," kata Perera, mengacu pada perkelahian pekan lalu. Perkelahian itu diikuti oleh kekacauan lain di ruang parlemen ketika para pendukung Rajapaksa mencegah para anggota parlemen melakukan proses pemungutan suara untuk menggulirkan mosi tak percaya pada pemerintahan baru.

Wickremesinghe mengatakan pemecatannya tidak sah karena dia masih memegang mayoritas dukungan di parlemen yang beranggotakan 225 orang. Pemecatan itu juga diperdebatkan karena perubahan konstitusi terbaru, yang menurut para pengacara telah mengambil kekuasaan kepresidenan untuk memecat perdana menteri.

Terlepas dari semua drama dan dua perdana menteri yang bersaing, kondisi kehidupan di negara itu belum runtuh. Hal itu berkat birokrasi yang efisien, yang membuat roda pemerintahan berubah.

Tidak ada kabinet yang diakui oleh parlemen, yang artinya tak ada pemerintahan. Para pendukung Wickremesinghe memperingatkan bahwa pejabat negara tidak boleh menerima perintah dari "pemerintahan ilegal" Rajapaksa.

Meski pemerintahan secara hukum tidak ada, karena tak ada pengakuan dari parlemen, birokrat terus bekerja dengan presiden yang merupakan kepala eksekutif dan menteri yang ditunjuk olehnya.

Kondisi pemerintahan yang kacau itu membuat keputusan soal proyek baru atau pembelian yang melibatkan sejumlah besar uang negara terhenti.

Ketiadaan pemerintah yang diakui juga telah menunda anggaran untuk 2019. Mangala Samaraweera, yang merupakan menteri keuangan di Kabinet Wickremesinghe, mengatakan bahwa tidak akan ada cara legal untuk mengeluarkan uang pada tahun mendatang tanpa anggaran yang disetujui parlemen.

Menurut Samaraweera, konstitusi Sri Lanka menyatakan bahwa kontrol atas keuangan publik terletak pada parlemen dan tidak ada dana yang dapat dikeluarkan tanpa surat perintah yang ditandatangani oleh menteri keuangan dan disetujui oleh legislatif. Itu berarti semua pembayaran pemerintah mulai dari Januari dapat dianggap ilegal.

"Sri Lanka berada di ambang 'anarki ekonomi' dan kekacauan yang belum pernah dialami sebelumnya," katanya, seperti dikutip AP, Kamis (22/11/2018).

"Tindakan yang tidak bertanggung jawab dari presiden...berdasarkan permusuhan pribadi dan memicu serangkaian tindakan ilegal, menempatkan pada risiko kemampuan Sri Lanka untuk memenuhi kewajiban utang langsungnya," katanya.

Sri Lanka harus membayar USD1 miliar dari pinjaman luar negerinya pada awal Januari, yang juga merupakan hak prerogatif parlemen untuk disetujui.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5809 seconds (0.1#10.140)