Masa Depan Korea Selatan Terancam karena Perempuan Takut Memiliki Bayi

Rabu, 28 Februari 2024 - 16:50 WIB
loading...
Masa Depan Korea Selatan...
Masa depan Korea Selatan terancam karena penurunan jumlah kelahiran. Foto/Reuters
A A A
SEOUL - Tingkat kelahiran anak atau tren kesuburan Korea Selatan , yang merupakan yang terendah di dunia, terus mengalami penurunan dramatis pada tahun 2023. Itu dikarenakan para perempuan yang khawatir akan kemajuan karier mereka dan biaya finansial untuk membesarkan anak memutuskan untuk menunda persalinan atau tidak memiliki bayi.

Jumlah rata-rata harapan bayi bagi seorang wanita Korea Selatan selama masa reproduksinya turun ke rekor terendah 0,72 dari 0,78 pada tahun 2022. Demikian terungkap dalam data dari Statistik Korea.

Angka tersebut jauh di bawah angka 2,1 per perempuan yang dibutuhkan untuk mencapai populasi stabil dan jauh di bawah angka 1,24 pada tahun 2015 ketika kekhawatiran mengenai isu-isu seperti biaya perumahan dan pendidikan masih rendah.

Sejak tahun 2018, Korea Selatan menjadi satu-satunya anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang memiliki angka di bawah 1. Hal ini bertentangan dengan miliaran dolar yang dikeluarkan oleh negara tersebut untuk mencoba membalikkan tren yang menyebabkan penurunan populasi selama beberapa tahun. tahun keempat berturut-turut pada tahun 2023.

Korea Selatan juga memiliki kesenjangan upah gender terburuk di OECD, karena perempuan Korea menghasilkan sekitar dua pertiga pendapatan dibandingkan laki-laki.

“Perempuan biasanya tidak dapat membangun pengalaman mereka untuk naik ke posisi yang lebih tinggi di tempat kerja karena mereka sering...satu-satunya yang melakukan pengasuhan anak (dan) sering kali harus bergabung kembali dengan dunia kerja setelah cuti panjang,” kata Jung Jae-hoon, seorang profesor di Universitas Wanita Seoul, dilansir Reuters.

“Memiliki bayi ada dalam daftar saya, tapi ada peluang untuk promosi dan saya tidak ingin dilewatkan,” kata Gwak Tae-hee, 34, manajer junior di sebuah perusahaan pembuat produk susu Korea yang telah menikah selama tiga tahun.

Gwak sempat mempertimbangkan untuk memulai pengobatan bayi tabung (IVF) tahun lalu untuk mencoba memiliki bayi, namun akhirnya menjadi sukarelawan untuk proyek kerja guna meningkatkan prospek kariernya.

“Saya tidak tahu di tempat lain, tapi bekerja dua atau tiga hari dalam seminggu tidak membawa Anda ke mana pun di perusahaan Korea. Saya harap belum terlambat ketika saya mencobanya tahun depan atau tahun berikutnya,” kata Gwak.

Krisis demografi Korea Selatan telah menjadi risiko terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi dan sistem kesejahteraan sosial, dengan populasi negara tersebut yang berjumlah 51 juta jiwa diperkirakan akan berkurang separuhnya pada akhir abad ini.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1807 seconds (0.1#10.140)