Rusia Curiga AS Ingin Bentuk Negara Palestina Proktektorat, Apa Itu?
loading...
A
A
A
MOSKOW - Rusia telah mencurigai pemerintah Amerika Serikat (AS) ingin membentuk Negara Palestina dengan sistem protektorat jika Israel mengalahkan Hamas dalam perang di Gaza.
Jika benar terjadi, Palestina nantinya tak ubahnya seperti wilayah otonomi yang dikontrol negara lain.
Kecurigaan Rusia disampaikan Menteri Luar Negeri Sergey Larvov. "AS saat ini sedang mempertimbangkan skema untuk menyelesaikan masalah Palestina dengan menciptakan semacam protektorat," kata Lavrov, yang dilansir RT pada Kamis (14/12/2023).
Menurutnya, itu bisa dilakukan di bawah kepemimpinan negara-negara Arab yang tidak membutuhkan hal tersebut, atau di bawah naungan PBB.
"Jelaslah bahwa Washington—sendiri atau bersama sekutunya—tidak dapat secara diam-diam menyusun konsep Negara Palestina yang berkelanjutan dan dapat dijalankan,” papar Lavrov.
“Bahkan jika mereka berhasil menemukan sesuatu, hal itu tidak akan bertahan lama, dan tidak akan membawa perdamaian dan kemakmuran bagi Palestina atau Israel," lanjut dia.
Menurut hukum internasional, protektorat adalah negara atau wilayah yang dikontrol, bukan dimiliki, oleh negara lain yang lebih kuat.
Sebuah protektorat biasanya berstatus otonomi dan berwenang mengurus masalah dalam negeri. Pemimpin pribumi biasanya diperbolehkan untuk memegang jabatan kepala negara, walaupun hanya sebatas nominal saja.
Negara pengontrol mengurus hubungan luar negeri dan pertahanan protektoratnya, seperti yang tertulis dalam perjanjian. Singkat kata, protektorat merupakan salah satu jenis wilayah dependensi.
Masih menurut Lavrov, perdamaian berkelanjutan di Timur Tengah hanya dapat dicapai setelah terbentuknya Negara Palestina secara penuh.
Berbicara pada hari Rabu di Dewan Federasi—majelis tinggi Parlemen Rusia—,Lavrov menekankan bahwa Moskow melakukan segala yang bisa dilakukan untuk menghentikan perang Israel di Gaza.
Namun, Lavrov mencatat bahwa Rusia tidak akan menyetujui kesepakatan penyelesaian Timur Tengah yang “tidak melibatkan pembentukan Palestina.”
"Krisis di kawasan ini hanya dapat diselesaikan jika Palestina bersatu dan mandiri tercipta sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB," imbuh dia.
"Ini berarti Palestina harus memiliki perbatasan yang serupa dengan perbatasan tahun 1967 dan hidup berdampingan dengan Israel dalam perdamaian, keamanan, dan hubungan bertetangga yang baik,” kata Lavrov.
Namun diplomat tersebut mengakui bahwa prospek tersebut “masih sangat jauh", sambil berargumentasi bahwa Israel dan Barat menentang solusi yang masuk akal.
Jika benar terjadi, Palestina nantinya tak ubahnya seperti wilayah otonomi yang dikontrol negara lain.
Kecurigaan Rusia disampaikan Menteri Luar Negeri Sergey Larvov. "AS saat ini sedang mempertimbangkan skema untuk menyelesaikan masalah Palestina dengan menciptakan semacam protektorat," kata Lavrov, yang dilansir RT pada Kamis (14/12/2023).
Menurutnya, itu bisa dilakukan di bawah kepemimpinan negara-negara Arab yang tidak membutuhkan hal tersebut, atau di bawah naungan PBB.
"Jelaslah bahwa Washington—sendiri atau bersama sekutunya—tidak dapat secara diam-diam menyusun konsep Negara Palestina yang berkelanjutan dan dapat dijalankan,” papar Lavrov.
“Bahkan jika mereka berhasil menemukan sesuatu, hal itu tidak akan bertahan lama, dan tidak akan membawa perdamaian dan kemakmuran bagi Palestina atau Israel," lanjut dia.
Menurut hukum internasional, protektorat adalah negara atau wilayah yang dikontrol, bukan dimiliki, oleh negara lain yang lebih kuat.
Sebuah protektorat biasanya berstatus otonomi dan berwenang mengurus masalah dalam negeri. Pemimpin pribumi biasanya diperbolehkan untuk memegang jabatan kepala negara, walaupun hanya sebatas nominal saja.
Negara pengontrol mengurus hubungan luar negeri dan pertahanan protektoratnya, seperti yang tertulis dalam perjanjian. Singkat kata, protektorat merupakan salah satu jenis wilayah dependensi.
Masih menurut Lavrov, perdamaian berkelanjutan di Timur Tengah hanya dapat dicapai setelah terbentuknya Negara Palestina secara penuh.
Berbicara pada hari Rabu di Dewan Federasi—majelis tinggi Parlemen Rusia—,Lavrov menekankan bahwa Moskow melakukan segala yang bisa dilakukan untuk menghentikan perang Israel di Gaza.
Namun, Lavrov mencatat bahwa Rusia tidak akan menyetujui kesepakatan penyelesaian Timur Tengah yang “tidak melibatkan pembentukan Palestina.”
"Krisis di kawasan ini hanya dapat diselesaikan jika Palestina bersatu dan mandiri tercipta sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB," imbuh dia.
"Ini berarti Palestina harus memiliki perbatasan yang serupa dengan perbatasan tahun 1967 dan hidup berdampingan dengan Israel dalam perdamaian, keamanan, dan hubungan bertetangga yang baik,” kata Lavrov.
Namun diplomat tersebut mengakui bahwa prospek tersebut “masih sangat jauh", sambil berargumentasi bahwa Israel dan Barat menentang solusi yang masuk akal.
(mas)