Rusia Bantah Mencoba Curi Data Vaksin Covid-19 dari Seluruh Dunia

Jum'at, 17 Juli 2020 - 11:28 WIB
loading...
Rusia Bantah Mencoba Curi Data Vaksin Covid-19 dari Seluruh Dunia
Seorang ilmuwan menyiapkan sampel selama penelitian dan pengembangan vaksin untuk Covid-19 di laboratorium perusahaan bioteknologi BIOCAD di Saint Petersburg, 11 Juni 2020. Foto/REUTERS/Anton Vaganov
A A A
MOSKOW - Amerika Serikat (AS), Inggris dan Kanada menuduh para peretas (hacker) yang didukung oleh negara Rusia mencoba mencuri vaksin virus corona baru (Covid-19) dari lembaga akademik dan farmasi di seluruh dunia. Namun, Kremlin membantah tuduhan tersebut.

Pusat Keamanan Cyber Nasional (NCSC) Inggris mengatakan serangan siber dilakukan kelompok peretas APT29, yang juga dikenal sebagai "Cozy Bear". Menurut NCSC, kelompok itu hampir pasti beroperasi sebagai bagian dari layanan intelijen Rusia.

"Kami mengutuk serangan tercela ini terhadap mereka yang melakukan pekerjaan vital untuk memerangi pandemi virus corona," kata Direktur Operasi NCSC, Paul Chichester, seperti dikutip Reuters, Jumat (17/7/2020).

Peneliti keamanan siber mengatakan alat peretas APT29 digunakan terhadap klien yang berlokasi di Amerika Serikat, Jepang, China dan Afrika selama setahun terakhir.

Kantor berita Rusia; RIA, mengutip juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, mengatakan Kremlin menolak tuduhan London. Menurutnya, tuduhan itu tidak didukung oleh bukti yang tepat. (Baca: Inggris, AS dan Kanada Tuduh Rusia Hendak Curi Data Vaksin Covid-19 )

Dalam sebuah pernyataan terpisah, Inggris juga menuduh "aktor Rusia" berusaha ikut campur dalam pemilu 2019 dengan mencoba menyebarkan dokumen yang bocor secara online. Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan tuduhan itu "berkabut dan bertentangan".

London diperkirakan akan menerbitkan laporan yang telah lama tertunda mengenai pengaruh Rusia dalam politik Inggris minggu depan.

Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan sama sekali tidak dapat diterima bahwa badan intelijen Rusia menargetkan pekerjaan pada penanganan pandemi.

"Sementara orang lain mengejar kepentingan egois mereka dengan perilaku sembrono, Inggris dan sekutunya melanjutkan kerja keras untuk menemukan vaksin dan melindungi kesehatan global," katanya dalam sebuah pernyataan.

Dia mengatakan Inggris akan bekerja dengan sekutu untuk meminta pertanggungjawaban pelaku.

NCSC mengatakan serangan kelompok peretas itu berlanjut dan menggunakan berbagai alat dan teknik, termasuk spear-phishing dan malware.

"APT29 kemungkinan akan terus menargetkan organisasi yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan vaksin Covid-19, karena mereka berusaha menjawab pertanyaan intelijen tambahan terkait pandemi," kata NCSC.

Departemen Keamanan Dalam Negeri dan Komando Dunia Maya AS juga merilis informasi teknis pada hari Kamis tentang tiga alat peretasan yang digunakan oleh peretas Rusia, dengan nama sandi WELLMAIL, SOREFANG dan WELLMESS.

Peneliti keamanan siber sektor swasta yang telah melihat malware WELLMESS selama setahun terakhir tidak mengetahui bahwa asalnya dari Rusia sampai hari Kamis.

Dalam beberapa kasus, WELLMESS ditemukan di dalam perusahaan-perusahaan farmasi AS. Demikian disampaikan tiga penyelidik yang akrab dengan masalah ini, yang berbicara dengan syarat anonim karena membahas informasi rahasia. Alat peretasan ini memungkinkan para peretas diam-diam mendapatkan akses jarak jauh ke komputer yang aman. Mereka menolak menyebutkan nama para korban.

Pihak berwenang Kanada mengatakan serangan itu menghambat upaya respons dan risiko terhadap organisasi kesehatan. Sinyal pusat intelijen dan ancaman siber Kanada menyarankan lembaga-lembaga terkait untuk mengambil tindakan guna melindungi diri mereka sendiri.

Inggris dan Amerika Serikat mengatakan pada bulan Mei bahwa jaringan peretas menargetkan organisasi nasional dan internasional yang menanggapi pandemi Covid-19. Namun serangan seperti itu sebelumnya tidak secara eksplisit terhubung ke negara Rusia.

Kelompok yang terkait dengan pemerintah Rusia, Cozy Bear, diduga banyak meretas Partai Demokrat sebelum pemilu AS 2016.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1153 seconds (0.1#10.140)