Rusia dan China Semakin Lengket, NATO Cari Teman Baru di Indo-Pasifik
loading...
A
A
A
TOKYO - Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan meningkatnya kerja sama Rusia dengan China dan ketegasan mereka menimbulkan ancaman tidak hanya bagi Asia tetapi juga bagi Eropa.
Itu disampaikan ketika NATO mencari kerja sama yang lebih kuat dan lebih banyak "teman" di kawasan Indo-Pasifik.
Stoltenberg mengatakan China semakin berinvestasi dalam senjata nuklir dan rudal jarak jauh tanpa memberikan transparansi atau terlibat dalam dialog yang berarti tentang pengendalian senjata nuklir.
Itu, lanjut dia, dilakukan Beijing sambil meningkatkan paksaan terhadap tetangganya dan ancaman terhadap Taiwan.
“Fakta bahwa Rusia dan China semakin dekat dan investasi signifikan oleh China dan kemampuan militer canggih baru hanya menggarisbawahi bahwa China menimbulkan ancaman, menimbulkan tantangan juga bagi sekutu NATO,” kata Stoltenberg kepada audiensi di Universitas Keio di Tokyo.
"Keamanan tidak bersifat regional tetapi global," ujarnya, seperti dikutip CBS News, Jumat (3/2/2023).
"NATO perlu memastikan kami memiliki teman," katanya. “Penting untuk bekerja lebih erat dengan mitra kami di Indo-Pasifik.”
Menyebutnya sebagai momen kritis untuk NATO dan untuk Jepang, Stoltenberg mengatakan China dan Rusia memimpin penolakan otoriter terhadap tatanan berbasis aturan internasional.
Stoltenberg mengatakan kemenangan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam perangnya di Ukraina akan mengirim pesan bahwa rezim otoriter dapat mencapai tujuan mereka melalui kekerasan. "Ini berbahaya," katanya.
"China mengamati dengan cermat dan mempelajari pelajaran yang dapat memengaruhi keputusannya di masa depan," kata Stoltenberg pada konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.
"China secara substansial membangun kekuatan militernya termasuk senjata nuklir, menindas tetangganya dan mengancam Taiwan, mencoba mengendalikan infrastruktur kritis dan menyebarkan informasi yang salah tentang NATO dan perang di Ukraina," kata Stoltenberg.
"China bukan musuh kami, tapi kami harus memahami skala tantangannya dan bekerja sama untuk mengatasinya," ujarnya.
Dia mengatakan aliansi tersebut akan terus terlibat dengan China di bidang-bidang yang menjadi kepentingan bersama, seperti perubahan iklim.
Pensiunan Jenderal HR McMaster, yang menjabat sebagai penasihat keamanan nasional untuk mantan Presiden Donald Trump, mengatakan baru-baru ini bahwa militer AS harus siap untuk kemungkinan perang dengan China.
Dia mendukung memo yang datang dari Jenderal Angkatan Udara Mike Minihan, kepala Komando Mobilitas Udara AS, memperingatkan AS dan China bisa berperang dalam dua tahun ke depan.
"Pernyataan Minihan kemungkinan besar didasarkan pada firasat bahwa kita berada dalam periode bahaya yang meningkat, dan saya pikir dia benar tentang itu," kata McMaster.
McMaster menunjuk secara khusus pemilu Taiwan yang dijadwalkan pada tahun 2024, dengan mengatakan, "Jika kepemimpinan China tidak melihat hasil yang mereka inginkan di Taiwan, saya pikir peluangnya akan meningkat."
"Yang paling penting, pemimpin China Xi Jinping mengatakan dia akan melakukannya. Anda tahu, banyak pidatonya, dia tampaknya mempersiapkan rakyat China untuk perang, dan tentu saja, tugas militer kita untuk siap," paparnya.
Itu disampaikan ketika NATO mencari kerja sama yang lebih kuat dan lebih banyak "teman" di kawasan Indo-Pasifik.
Stoltenberg mengatakan China semakin berinvestasi dalam senjata nuklir dan rudal jarak jauh tanpa memberikan transparansi atau terlibat dalam dialog yang berarti tentang pengendalian senjata nuklir.
Itu, lanjut dia, dilakukan Beijing sambil meningkatkan paksaan terhadap tetangganya dan ancaman terhadap Taiwan.
“Fakta bahwa Rusia dan China semakin dekat dan investasi signifikan oleh China dan kemampuan militer canggih baru hanya menggarisbawahi bahwa China menimbulkan ancaman, menimbulkan tantangan juga bagi sekutu NATO,” kata Stoltenberg kepada audiensi di Universitas Keio di Tokyo.
"Keamanan tidak bersifat regional tetapi global," ujarnya, seperti dikutip CBS News, Jumat (3/2/2023).
"NATO perlu memastikan kami memiliki teman," katanya. “Penting untuk bekerja lebih erat dengan mitra kami di Indo-Pasifik.”
Menyebutnya sebagai momen kritis untuk NATO dan untuk Jepang, Stoltenberg mengatakan China dan Rusia memimpin penolakan otoriter terhadap tatanan berbasis aturan internasional.
Stoltenberg mengatakan kemenangan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam perangnya di Ukraina akan mengirim pesan bahwa rezim otoriter dapat mencapai tujuan mereka melalui kekerasan. "Ini berbahaya," katanya.
"China mengamati dengan cermat dan mempelajari pelajaran yang dapat memengaruhi keputusannya di masa depan," kata Stoltenberg pada konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.
"China secara substansial membangun kekuatan militernya termasuk senjata nuklir, menindas tetangganya dan mengancam Taiwan, mencoba mengendalikan infrastruktur kritis dan menyebarkan informasi yang salah tentang NATO dan perang di Ukraina," kata Stoltenberg.
"China bukan musuh kami, tapi kami harus memahami skala tantangannya dan bekerja sama untuk mengatasinya," ujarnya.
Dia mengatakan aliansi tersebut akan terus terlibat dengan China di bidang-bidang yang menjadi kepentingan bersama, seperti perubahan iklim.
Pensiunan Jenderal HR McMaster, yang menjabat sebagai penasihat keamanan nasional untuk mantan Presiden Donald Trump, mengatakan baru-baru ini bahwa militer AS harus siap untuk kemungkinan perang dengan China.
Dia mendukung memo yang datang dari Jenderal Angkatan Udara Mike Minihan, kepala Komando Mobilitas Udara AS, memperingatkan AS dan China bisa berperang dalam dua tahun ke depan.
"Pernyataan Minihan kemungkinan besar didasarkan pada firasat bahwa kita berada dalam periode bahaya yang meningkat, dan saya pikir dia benar tentang itu," kata McMaster.
McMaster menunjuk secara khusus pemilu Taiwan yang dijadwalkan pada tahun 2024, dengan mengatakan, "Jika kepemimpinan China tidak melihat hasil yang mereka inginkan di Taiwan, saya pikir peluangnya akan meningkat."
"Yang paling penting, pemimpin China Xi Jinping mengatakan dia akan melakukannya. Anda tahu, banyak pidatonya, dia tampaknya mempersiapkan rakyat China untuk perang, dan tentu saja, tugas militer kita untuk siap," paparnya.
(min)