Hagia Sopia, Situs 15 Abad yang Sensitif bagi Dua Agama

Sabtu, 11 Juli 2020 - 08:14 WIB
Orang-orang berjalan melewati Hagia Sophia, atau Ayasofya, situs Warisan Dunia UNESCO di Istanbul, Turki, 8 Juli 2020. Foto/REUTERS/Murad Sezer
ISTANBUL - Pengadilan Turki pada hari Jumat membatalkan keputusan pemerintah tahun 1934 yang telah mengubah Hagia Sophia di Istanbul menjadi museum. Putusan pengadilan ini membuka jalan bagi bangunan kuno berusia 15 abad (1.500 tahun) ini untuk dikonversi kembali menjadi masjid.

Presiden Tayyip Erdogan, yang Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)-nya yang berkuasa muncul dari Islam politik, mengatakan bahwa bangunan kubah besar itu harus kembali menjadi tempat ibadah umat Islam.

Hagia Sophia telah sebagai simbol agung umat Kristen sekaligus umat Islam di dunia, yang berarti bahwa setiap perubahan statusnya akan memiliki dampak mendalam pada pengikut kedua agama. Ini juga merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO.

Mengutip Reuters, Sabtu (11/7/2020), berikut adalah fakta kunci dari sejarah Hagia Sophia, kampanye untuk mengubah statusnya, dan pernyataan oleh para pemimpin agama dan politik tentang nasibnya. (Baca: Erdogan: Jadi Masjid, Salat Pertama di Hagia Sophia 24 Juli )

Dua Iman



Hagia Sophia atau "Kebijaksanaan Ilahi" dalam bahasa Yunani, selesai dibanguna pada tahun 537 oleh kaisar Bizantium Justinian.

Struktur besar ini menghadap ke pelabuhan Tanduk Emas dan pintu masuk ke Bosphorus dari jantung Konstantinopel. Bangunan ini adalah pusat Kekristenan Ortodoks dan tetap menjadi gereja terbesar di dunia selama berabad-abad.

Hagia Sophia tinggal di bawah kendali Bizantium—kecuali penyitaan singkat oleh Tentara Salib di abad ke-13—sampai kota itu direbut oleh pasukan Muslim dari Sultan Ottoman; Mehmet Sang Penakluk, yang mengubahnya menjadi masjid.

Dinasti Ottoman membangun empat menara, menutupi ikon Kristen Hagia Sophia dan mosaik emas bercahaya, dan memasang panel hitam besar yang dihiasi dengan nama-nama berbahasa Arab; Allah, Nabi Muhammad dan khalifah Muslim.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More