Gagal Peringatkan Perang Ukraina, Bos Intelijen Militer Prancis Dilaporkan Mundur
Jum'at, 01 April 2022 - 19:16 WIB
PARIS - Kepala intelijen militer Prancis terpaksa menanggalkan jabatannya setelah Paris gagal memprediksi secara akurat invasi skala penuh Rusia ke Ukraina . Hal itu diungkapkan sejumlah sumber yang mengatahui hal tersebut.
"Jenderal Eric Vidaud akan segera mundur dari jabatannya," kata seorang sumber militer, yang meminta tidak disebutkan namanya, kepada AFP seperti dilansir dari France24, Jumat (1/4/2022).
Vidaud telah memimpin Direktorat Intelijen Militer (DRM) Prancis sejak musim panas lalu.
Sumber tersebut mengkonfirmasi sebuah laporan di situs web l'Opinion yang mengutip penyelidikan internal Kementerian Pertahanan Prancis yang mengkritik pemberitahuan yang tidak memadai dan kegagalan untuk menguasai masalah.
Sumber lain mengatakan kepada AFP bahwa ada desas-desus di kalangan tentara mengenai kepergian sang jenderal dalam beberapa hari terakhir, dengan kemungkinan bahwa jabatan lain ditawarkan kepadanya, meskipun pada akhirnya tidak demikian.
Pada bulan-bulan sebelum invasi ke Ukraina oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada 24 Februari, penilaian Prancis sangat kontras dengan prediksi sekutu mereka termasuk Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang memperingatkan serangan militer besar akan segera terjadi.
Tokoh senior dari pemerintahan Presiden Emmanuel Macron bersikeras bahwa tidak ada saran untuk invasi skala penuh dan Macron terus melakukan diplomasi hingga menit terakhir, bertemu dengan Putin secara langsung di Kremlin dan mencoba untuk mengatur pertemuan puncak dengan Presiden AS Joe Biden.
Masalah ini sangat sensitif karena Macron sebagian besar menghindari kampanye pemilihan presiden pada bulan April untuk fokus menangani perang, yang bertujuan untuk meningkatkan citranya sebagai negarawan global.
"Jenderal Eric Vidaud akan segera mundur dari jabatannya," kata seorang sumber militer, yang meminta tidak disebutkan namanya, kepada AFP seperti dilansir dari France24, Jumat (1/4/2022).
Vidaud telah memimpin Direktorat Intelijen Militer (DRM) Prancis sejak musim panas lalu.
Sumber tersebut mengkonfirmasi sebuah laporan di situs web l'Opinion yang mengutip penyelidikan internal Kementerian Pertahanan Prancis yang mengkritik pemberitahuan yang tidak memadai dan kegagalan untuk menguasai masalah.
Sumber lain mengatakan kepada AFP bahwa ada desas-desus di kalangan tentara mengenai kepergian sang jenderal dalam beberapa hari terakhir, dengan kemungkinan bahwa jabatan lain ditawarkan kepadanya, meskipun pada akhirnya tidak demikian.
Pada bulan-bulan sebelum invasi ke Ukraina oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada 24 Februari, penilaian Prancis sangat kontras dengan prediksi sekutu mereka termasuk Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang memperingatkan serangan militer besar akan segera terjadi.
Tokoh senior dari pemerintahan Presiden Emmanuel Macron bersikeras bahwa tidak ada saran untuk invasi skala penuh dan Macron terus melakukan diplomasi hingga menit terakhir, bertemu dengan Putin secara langsung di Kremlin dan mencoba untuk mengatur pertemuan puncak dengan Presiden AS Joe Biden.
Masalah ini sangat sensitif karena Macron sebagian besar menghindari kampanye pemilihan presiden pada bulan April untuk fokus menangani perang, yang bertujuan untuk meningkatkan citranya sebagai negarawan global.
tulis komentar anda