Produsen Senjata AS Cemas, Ribuan Karyawan Tak Bisa Kerja karena Ogah Divaksin
Rabu, 03 November 2021 - 16:00 WIB
WASHINGTON - Pejabat pertahanan dan industri senjata di Amerika Serikat (AS) membunyikan lonceng peringatan bahwa program senjata yang penting bagi pertahanan negara itu bisa menghadapi penundaan. Hal ini bisa terjadi jika cukup banyak pekerja terampil keluar dari pekerjaan mereka karena terbentur kebijakan wajb vaksin Covid-19 yang ditetapkan Presiden AS, Joe Biden. Kewajiban ini akan mulai diterapkan pada 8 Desember mendatang.
Para produsen kapal perang, tank, helikopter, pejabat militer, serta eksekutif industri pertahanan mengaku tak tahu harus berbuat apa terhadap para karyawan di industri militer yang tak mau menjalani vaksinasi Covid-19. Kekhawatiran terbesar yang muncul saat ini, para karyawan yang tidak mau divaksin itu akan mengundurkan diri. Padahal, mereka tengah mengerjakan program rahasia, teknologi mutakhir, atau memiliki keterampilan yang tidak tergantikan.
“Ketika datang untuk mematuhi mandat, satu ukuran tidak cocok untuk semua,” kata Arnold Punaro, mantan Direktur Staf Angkatan Bersenjata Senat AS. “Untuk beberapa pekerja yang sangat terampil — mereka bekerja dengan siluman, atau aktivitas yang sangat rahasia — tidak ada pengganti, baik di industri, atau di pemerintahan. Jadi ya, itu bisa berdampak negatif pada program besar dan kecil tergantung pada jumlahnya,” kata Punaro, seperti dikutip dari Politico, Selasa (2/11/2021).
Sudah ada indikasi bahwa program-program besar bisa merasakan dampak hilangnya pekerja terampil. CEO Raytheon memperkirakan, pekan ini dia bisa kehilangan ribuan pekerja yang akan memilih pergi dibanding harus menjalani vaksinasi.
“Bahkan, beberapa tukang las atau insinyur yang meninggalkan pekerjaan mereka pada program yang sangat rahasia dapat mendatangkan malapetaka pada keamanan nasional kita,” kata William Greenwalt, mantan Wakil Menteri untuk Kebijakan Industri di pemerintahan George W. Bush. "Mungkin diperlukan satu dekade atau lebih untuk melatih seseorang yang baru," lanjutnya.
Di galangan kapal Bath Iron Works di Maine, yang dimiliki oleh General Dynamics, hingga 1.000 pekerja, atau 30 persen dari angkatan kerja, kemungkinan akan keluar dari pekerjaan mereka karena menolak kewajiban untuk divaksin. Para pejabat di Machinists Union Local S6 memperkirakan, 6 kapal perusak kelas Arleigh Burke, tulang punggung armada permukaan Angkatan Laut AS, sedang dalam berbagai tahap konstruksi di galangan.
Beberapa karyawan Bell, yang tengah membangun helikopter generasi berikutnya untuk Angkatan Darat AS, telah memprotes kewajiban vaksinasi Covid-19 di depan markas perusahaan. Demonstrasi juga bermunculan di pabrik General Dynamics di Lima, Ohio. Pabrik ini membuat tank Abrams, dan di Ingalls Shipbuilding di Pascagoula, Miss., yang dimiliki oleh pembuat kapal terbesar di negara itu, Huntington Ingalls Industries.
Para produsen kapal perang, tank, helikopter, pejabat militer, serta eksekutif industri pertahanan mengaku tak tahu harus berbuat apa terhadap para karyawan di industri militer yang tak mau menjalani vaksinasi Covid-19. Kekhawatiran terbesar yang muncul saat ini, para karyawan yang tidak mau divaksin itu akan mengundurkan diri. Padahal, mereka tengah mengerjakan program rahasia, teknologi mutakhir, atau memiliki keterampilan yang tidak tergantikan.
“Ketika datang untuk mematuhi mandat, satu ukuran tidak cocok untuk semua,” kata Arnold Punaro, mantan Direktur Staf Angkatan Bersenjata Senat AS. “Untuk beberapa pekerja yang sangat terampil — mereka bekerja dengan siluman, atau aktivitas yang sangat rahasia — tidak ada pengganti, baik di industri, atau di pemerintahan. Jadi ya, itu bisa berdampak negatif pada program besar dan kecil tergantung pada jumlahnya,” kata Punaro, seperti dikutip dari Politico, Selasa (2/11/2021).
Sudah ada indikasi bahwa program-program besar bisa merasakan dampak hilangnya pekerja terampil. CEO Raytheon memperkirakan, pekan ini dia bisa kehilangan ribuan pekerja yang akan memilih pergi dibanding harus menjalani vaksinasi.
“Bahkan, beberapa tukang las atau insinyur yang meninggalkan pekerjaan mereka pada program yang sangat rahasia dapat mendatangkan malapetaka pada keamanan nasional kita,” kata William Greenwalt, mantan Wakil Menteri untuk Kebijakan Industri di pemerintahan George W. Bush. "Mungkin diperlukan satu dekade atau lebih untuk melatih seseorang yang baru," lanjutnya.
Di galangan kapal Bath Iron Works di Maine, yang dimiliki oleh General Dynamics, hingga 1.000 pekerja, atau 30 persen dari angkatan kerja, kemungkinan akan keluar dari pekerjaan mereka karena menolak kewajiban untuk divaksin. Para pejabat di Machinists Union Local S6 memperkirakan, 6 kapal perusak kelas Arleigh Burke, tulang punggung armada permukaan Angkatan Laut AS, sedang dalam berbagai tahap konstruksi di galangan.
Beberapa karyawan Bell, yang tengah membangun helikopter generasi berikutnya untuk Angkatan Darat AS, telah memprotes kewajiban vaksinasi Covid-19 di depan markas perusahaan. Demonstrasi juga bermunculan di pabrik General Dynamics di Lima, Ohio. Pabrik ini membuat tank Abrams, dan di Ingalls Shipbuilding di Pascagoula, Miss., yang dimiliki oleh pembuat kapal terbesar di negara itu, Huntington Ingalls Industries.
tulis komentar anda