Ingin Gulingkan Rezim Ulama, Oposisi Iran Kampanye Tidak untuk Republik Islam
Sabtu, 27 Maret 2021 - 16:39 WIB
TEHERAN - Kampanye online yang diluncurkan oleh para pembangkang atau oposisi Iran yang menyerukan penghapusan rezim ulama telah mendapatkan daya tarik dalam beberapa hari terakhir. Kampanye itu diberi nama "Tidak untuk Republik Islam".
Gerakan oposisi itu mendapat dukungan dari orang-orang Iran yang masuk dan keluar negara itu. Kampanye "Tidak untuk Republik Islam", diluncurkan awal bulan ini oleh lebih dari 600 tokoh anti-rezim Iran di dalam dan luar negeri, termasuk aktivis politik, artis, atlet, dan akademisi.
Kampanye tersebut menuntut penghapusan rezim ulama, yang menurut para pegiat adalah hambatan utama untuk mencapai kebebasan, kemakmuran dan demokrasi di Iran.
Beberapa pengguna media sosial di Iran telah menyatakan dukungan untuk kampanye tersebut dengan mem-posting foto dengan kata-kata "Tidak untuk Republik Islam" yang tertulis di atas kertas atau di tangan mereka.
Pendukung kampanye di Iran termasuk kerabat orang Iran yang dibunuh oleh rezim.
Dalam sebuah video yang dibagikan secara online, beberapa Ibu yang putranya dibunuh oleh pasukan keamanan Iran bergabung dalam kampanye tersebut dan juga mengumumkan boikot mereka terhadap pemilihan presiden Iran pada bulan Juni.
Oposisi Iran biasanya mendesak rakyat Iran untuk memboikot pemilu, dengan alasan bahwa pemilu tidak membawa perubahan dan hanya berfungsi untuk melegitimasi rezim. Keyakinan ini sebagian disebabkan oleh proses pemeriksaan kandidat Iran, di mana hanya kandidat yang disetujui oleh rezim yang dapat mencalonkan diri dalam pemilu.
Manouchehr Bakhtiari, yang telah menjadi kritikus blakblakan rezim di Iran sejak putranya; Pouya, tewas dalam protes anti-pemerintah pada November 2019, juga menyatakan dukungannya untuk kampanye tersebut dalam sebuah video yang dibagikan di Instagram.
Gerakan oposisi itu mendapat dukungan dari orang-orang Iran yang masuk dan keluar negara itu. Kampanye "Tidak untuk Republik Islam", diluncurkan awal bulan ini oleh lebih dari 600 tokoh anti-rezim Iran di dalam dan luar negeri, termasuk aktivis politik, artis, atlet, dan akademisi.
Kampanye tersebut menuntut penghapusan rezim ulama, yang menurut para pegiat adalah hambatan utama untuk mencapai kebebasan, kemakmuran dan demokrasi di Iran.
Beberapa pengguna media sosial di Iran telah menyatakan dukungan untuk kampanye tersebut dengan mem-posting foto dengan kata-kata "Tidak untuk Republik Islam" yang tertulis di atas kertas atau di tangan mereka.
Pendukung kampanye di Iran termasuk kerabat orang Iran yang dibunuh oleh rezim.
Dalam sebuah video yang dibagikan secara online, beberapa Ibu yang putranya dibunuh oleh pasukan keamanan Iran bergabung dalam kampanye tersebut dan juga mengumumkan boikot mereka terhadap pemilihan presiden Iran pada bulan Juni.
Oposisi Iran biasanya mendesak rakyat Iran untuk memboikot pemilu, dengan alasan bahwa pemilu tidak membawa perubahan dan hanya berfungsi untuk melegitimasi rezim. Keyakinan ini sebagian disebabkan oleh proses pemeriksaan kandidat Iran, di mana hanya kandidat yang disetujui oleh rezim yang dapat mencalonkan diri dalam pemilu.
Manouchehr Bakhtiari, yang telah menjadi kritikus blakblakan rezim di Iran sejak putranya; Pouya, tewas dalam protes anti-pemerintah pada November 2019, juga menyatakan dukungannya untuk kampanye tersebut dalam sebuah video yang dibagikan di Instagram.
tulis komentar anda