Inggris Umumkan Sanksi Bisnis Terkait Pelanggaran HAM di Xinjiang
Rabu, 13 Januari 2021 - 18:09 WIB
LONDON - Menteri Luar Negeri Inggris , Dominic Raab mengumumkan sanksi bisnis terkait pelanggaran HAM di Xinjiang, China . Langkah ini diambiluntuk membantu memastikan bahwa organisasi-organisasi Inggris, baik sektor publik atau swasta, tidak terlibat dalam, atau mengambil keuntungan dari pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang.
Bukti pelanggaran berat HAM termasuk penahanan ekstra-yudisial dan kerja paksa semakin meningkat, termasuk bukti dari dokumen pemerintah China sendiri. Inggris, jelasnya, telah berulang kali meminta China untuk mengakhiri praktik ini, dan menjunjung tinggi hukum nasional dan kewajiban internasionalnya.
"Bukti skala dan beratnya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan di Xinjiang terhadap Muslim Uighur saat ini sudah melebihi batasnya. Hari ini kami mengumumkan serangkaian tindakan baru untuk mengirimkan pesan yang jelas bahwa pelanggaran hak asasi manusia ini tidak dapat diterima. Langkah ini juga diambil untuk melindungi bisnis Inggris dan badan publik kami dari keterlibatan atau hubungan apa pun dengan mereka," ucap Raab.
“Serangkaian sanksi ini akan membantu memastikan bahwa tidak ada organisasi Inggris, Pemerintah atau sektor swasta, yang secara sengaja atau tidak sengaja, mengambil keuntungan dari, atau berkontribusi terhadap pelanggaran hak asasi manusia terhadap kaum Uighur atau kelompok minoritas lainnya di Xinjiang," sambungnya, seperti dikutip Sindonews dari siaran pers Kedutaan Besar Inggris di Jakarta pada Rabu (13/1/2021).
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Inggris,Priti Patelmengatakan bahwa London akan selalu membela mereka yang menderita akibat pelanggaran HAM yang mengerikan. Saat ini, ungkapnya, Inggris mengajukan langkah-langkah yang akan membantu melindungi populasi minoritas di Xinjiang.
"Bisnis dan badan publik harus lebih waspada daripada sebelumnya dan memastikan mereka tidak secara tidak sengaja mengizinkan kerja paksa dalam rantai pasokan mereka," ungkapnya.
Sedangkan Menteri Perdagangan Inggris, Liz Truss menuturkan, tindakan baru ini menunjukkan bahwa Inggris tidak akan menutup mata atau menoleransi keterlibatan dalam pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang.
"Kerja paksa, di mana pun di dunia, tidak dapat diterima. Pemerintah kami ingin bekerja dengan bisnis untuk mendukung praktik yang bertanggung jawab, dan memastikan konsumen Inggris tidak secara sengaja, membeli produk yang mendukung kekejaman yang kami saksikan terhadap kaum Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang," ujarnya.
Langkah ini termasuk, peninjauan ulang tentang produk-produk Inggris mana saja yang dapat diekspor ke Xinjiang dan penerapan sanksi keuangan untuk bisnis yang tidak mematuhi Undang-Undang Perbudakan Modern.
Langkah-langkah selanjutnya termasuk meningkatkan dukungan bagi badan publik Inggris untuk tidak melibatkan bisnis yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai pasokan mereka. Langkah-langkah ini akan membantu organisasi Inggris memastikan bahwa mereka tidak berkontribusi pada penganiayaan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.
Bukti pelanggaran berat HAM termasuk penahanan ekstra-yudisial dan kerja paksa semakin meningkat, termasuk bukti dari dokumen pemerintah China sendiri. Inggris, jelasnya, telah berulang kali meminta China untuk mengakhiri praktik ini, dan menjunjung tinggi hukum nasional dan kewajiban internasionalnya.
"Bukti skala dan beratnya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan di Xinjiang terhadap Muslim Uighur saat ini sudah melebihi batasnya. Hari ini kami mengumumkan serangkaian tindakan baru untuk mengirimkan pesan yang jelas bahwa pelanggaran hak asasi manusia ini tidak dapat diterima. Langkah ini juga diambil untuk melindungi bisnis Inggris dan badan publik kami dari keterlibatan atau hubungan apa pun dengan mereka," ucap Raab.
“Serangkaian sanksi ini akan membantu memastikan bahwa tidak ada organisasi Inggris, Pemerintah atau sektor swasta, yang secara sengaja atau tidak sengaja, mengambil keuntungan dari, atau berkontribusi terhadap pelanggaran hak asasi manusia terhadap kaum Uighur atau kelompok minoritas lainnya di Xinjiang," sambungnya, seperti dikutip Sindonews dari siaran pers Kedutaan Besar Inggris di Jakarta pada Rabu (13/1/2021).
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Inggris,Priti Patelmengatakan bahwa London akan selalu membela mereka yang menderita akibat pelanggaran HAM yang mengerikan. Saat ini, ungkapnya, Inggris mengajukan langkah-langkah yang akan membantu melindungi populasi minoritas di Xinjiang.
"Bisnis dan badan publik harus lebih waspada daripada sebelumnya dan memastikan mereka tidak secara tidak sengaja mengizinkan kerja paksa dalam rantai pasokan mereka," ungkapnya.
Sedangkan Menteri Perdagangan Inggris, Liz Truss menuturkan, tindakan baru ini menunjukkan bahwa Inggris tidak akan menutup mata atau menoleransi keterlibatan dalam pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang.
"Kerja paksa, di mana pun di dunia, tidak dapat diterima. Pemerintah kami ingin bekerja dengan bisnis untuk mendukung praktik yang bertanggung jawab, dan memastikan konsumen Inggris tidak secara sengaja, membeli produk yang mendukung kekejaman yang kami saksikan terhadap kaum Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang," ujarnya.
Langkah ini termasuk, peninjauan ulang tentang produk-produk Inggris mana saja yang dapat diekspor ke Xinjiang dan penerapan sanksi keuangan untuk bisnis yang tidak mematuhi Undang-Undang Perbudakan Modern.
Langkah-langkah selanjutnya termasuk meningkatkan dukungan bagi badan publik Inggris untuk tidak melibatkan bisnis yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai pasokan mereka. Langkah-langkah ini akan membantu organisasi Inggris memastikan bahwa mereka tidak berkontribusi pada penganiayaan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.
(esn)
tulis komentar anda