Presiden Serbia: Penangkapan Pendiri Telegram Durov Ungkap Barat yang Terbalik
Selasa, 27 Agustus 2024 - 15:30 WIB
BELGRADE - Presiden Serbia Aleksandar Vucic menyatakan tuduhan terhadap Pendiri Telegram Pavel Durov di Prancis menunjukkan Barat telah mengabaikan nilai-nilai yang diperjuangkannya beberapa tahun lalu.
Pria Rusia berusia 39 tahun itu ditahan otoritas Prancis pada Sabtu, setelah tiba di Paris dari Azerbaijan dengan jet pribadi. Durov juga memiliki paspor Prancis, Uni Emirat Arab (UEA), dan St. Kitts dan Nevis.
Berbicara dalam siaran berita pada Senin malam, Vucic mengatakan kasus Durov "menarik" dan membandingkannya dengan penganiayaan terhadap Pendiri WikiLeaks Julian Assange dan pembocor Edward Snowden.
"Kembali pada tahun 2018, ketika Rusia memberikan sedikit tekanan hukum kepadanya, sekitar 26 kelompok dari Barat menandatangani petisi kepada negara Rusia untuk berhenti melanggar kebebasannya. Maju cepat lima atau enam tahun, dan sangat normal (bagi mereka) untuk menangkapnya dan ingin menutup Telegram di Barat," ujar Vucic.
Dia menjelaskan, “Semuanya menjadi kacau balau, realitas itu sendiri telah diubah agar sesuai dengan kepentingan mereka.”
Prancis pada Senin mengungkapkan daftar panjang tuduhan awal terhadap Durov, menuduh maestro Telegram itu “memfasilitasi” dugaan aktivitas ilegal di platformnya, mulai dari perdagangan narkoba dan pencucian uang hingga pornografi anak, dengan menolak bekerja sama dengan para penyidik Prancis yang mengejar pihak ketiga yang tidak disebutkan namanya.
Presiden Emmanuel Macron telah membela penangkapan tersebut, bersikeras tuduhan terhadap Durov “sama sekali bukan keputusan politik.”
Pemilik X Elon Musk, jurnalis Amerika Serikat (AS) Tucker Carlson, dan investor Silicon Valley David Sacks mengecam penangkapan Durov sebagai serangan terhadap kebebasan berbicara.
Snowden, whistleblower yang mengungkapkan sejauh mana NSA memata-matai orang Amerika dan pemimpin asing pada tahun 2012, menuduh Prancis menyandera Durov untuk mengakses komunikasi pribadi di Telegram.
Pria Rusia berusia 39 tahun itu ditahan otoritas Prancis pada Sabtu, setelah tiba di Paris dari Azerbaijan dengan jet pribadi. Durov juga memiliki paspor Prancis, Uni Emirat Arab (UEA), dan St. Kitts dan Nevis.
Berbicara dalam siaran berita pada Senin malam, Vucic mengatakan kasus Durov "menarik" dan membandingkannya dengan penganiayaan terhadap Pendiri WikiLeaks Julian Assange dan pembocor Edward Snowden.
"Kembali pada tahun 2018, ketika Rusia memberikan sedikit tekanan hukum kepadanya, sekitar 26 kelompok dari Barat menandatangani petisi kepada negara Rusia untuk berhenti melanggar kebebasannya. Maju cepat lima atau enam tahun, dan sangat normal (bagi mereka) untuk menangkapnya dan ingin menutup Telegram di Barat," ujar Vucic.
Dia menjelaskan, “Semuanya menjadi kacau balau, realitas itu sendiri telah diubah agar sesuai dengan kepentingan mereka.”
Prancis pada Senin mengungkapkan daftar panjang tuduhan awal terhadap Durov, menuduh maestro Telegram itu “memfasilitasi” dugaan aktivitas ilegal di platformnya, mulai dari perdagangan narkoba dan pencucian uang hingga pornografi anak, dengan menolak bekerja sama dengan para penyidik Prancis yang mengejar pihak ketiga yang tidak disebutkan namanya.
Presiden Emmanuel Macron telah membela penangkapan tersebut, bersikeras tuduhan terhadap Durov “sama sekali bukan keputusan politik.”
Pemilik X Elon Musk, jurnalis Amerika Serikat (AS) Tucker Carlson, dan investor Silicon Valley David Sacks mengecam penangkapan Durov sebagai serangan terhadap kebebasan berbicara.
Snowden, whistleblower yang mengungkapkan sejauh mana NSA memata-matai orang Amerika dan pemimpin asing pada tahun 2012, menuduh Prancis menyandera Durov untuk mengakses komunikasi pribadi di Telegram.
Lihat Juga :
tulis komentar anda