Niger Ungkap Alasan Putuskan Hubungan Militer dengan AS, Salah Satunya Kesal Diancam
Rabu, 15 Mei 2024 - 18:34 WIB
NIAMEY - Pemerintah Niger akhirnya mengungkap alasan mengapa mereka memutuskan hubungan militer dengan Amerika Serikat (AS). Salah satu alasannya karena Niamey tak terima dengan sikap pejabat Washington yang membuat ancaman selama perundingan.
Itu disampaikan Perdana Menteri Niger Ali Mahamane Lamine Zeine dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh Washington Post pada hari Selasa (14/5/2024).
Zeine mengulangi tuduhan bahwa delegasi senior AS, termasuk Molly Phee—pejabat tinggi Departemen Luar Negeri AS untuk urusan Afrika—yang berada di Niamey pada bulan Maret untuk merundingkan pembaruan perjanjian pertahanan yang telah berusia satu dekade, berusaha mendikte negara mana yang harus menjadi mitra Niger.
Dalam pertemuan tersebut, kata Zeine, Phee memperingatkan negara itu agar tidak terlibat dengan Iran dan Rusia pada tingkat yang tidak dapat diterima oleh Washington jika ingin mempertahankan AS sebagai mitra keamanan.
Phee, lanjut Zeine, juga mengancam akan memberikan sanksi jika Niger mencapai kesepakatan untuk menjual uranium kepada Iran.
“Setelah dia selesai, saya berkata, Madame, saya akan merangkum dalam dua poin apa yang Anda katakan. Pertama, Anda datang ke sini untuk mengancam kami di negara kami. Itu tidak bisa diterima,” kata Zeine mengingat ucapannya saat itu.
“Dan Anda datang ke sini untuk memberi tahu kami dengan siapa kami dapat menjalin hubungan, yang juga tidak dapat diterima. Dan Anda melakukan semuanya dengan nada merendahkan dan kurang hormat,” lanjut Zeine.
Pemerintahan militer Niamey membatalkan perjanjian keamanannya, yang mengizinkan 1.000 tentara dan kontraktor sipil AS beroperasi di Niger, pada pertengahan Maret, hanya beberapa hari setelah pertemuan dengan delegasi Amerika.
Itu disampaikan Perdana Menteri Niger Ali Mahamane Lamine Zeine dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh Washington Post pada hari Selasa (14/5/2024).
Zeine mengulangi tuduhan bahwa delegasi senior AS, termasuk Molly Phee—pejabat tinggi Departemen Luar Negeri AS untuk urusan Afrika—yang berada di Niamey pada bulan Maret untuk merundingkan pembaruan perjanjian pertahanan yang telah berusia satu dekade, berusaha mendikte negara mana yang harus menjadi mitra Niger.
Dalam pertemuan tersebut, kata Zeine, Phee memperingatkan negara itu agar tidak terlibat dengan Iran dan Rusia pada tingkat yang tidak dapat diterima oleh Washington jika ingin mempertahankan AS sebagai mitra keamanan.
Phee, lanjut Zeine, juga mengancam akan memberikan sanksi jika Niger mencapai kesepakatan untuk menjual uranium kepada Iran.
“Setelah dia selesai, saya berkata, Madame, saya akan merangkum dalam dua poin apa yang Anda katakan. Pertama, Anda datang ke sini untuk mengancam kami di negara kami. Itu tidak bisa diterima,” kata Zeine mengingat ucapannya saat itu.
“Dan Anda datang ke sini untuk memberi tahu kami dengan siapa kami dapat menjalin hubungan, yang juga tidak dapat diterima. Dan Anda melakukan semuanya dengan nada merendahkan dan kurang hormat,” lanjut Zeine.
Pemerintahan militer Niamey membatalkan perjanjian keamanannya, yang mengizinkan 1.000 tentara dan kontraktor sipil AS beroperasi di Niger, pada pertengahan Maret, hanya beberapa hari setelah pertemuan dengan delegasi Amerika.
tulis komentar anda