Akankah Perang Israel-Hamas Ganggu Strategi China di Timur Tengah?
Minggu, 22 Oktober 2023 - 11:41 WIB
BEIJING - Perang Israel melawan kelompok militan Hamas sedang berlangsung dengan kekuatan dan kecepatan penuh. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengeklaim telah membunuh ratusan militan perlawanan Palestina tersebut dengan mengebom tempat persembunyian mereka di Jalur Gaza.
Ada kekhawatiran bahwa perang yang sedang berlangsung tersebut dapat meningkat menjadi konflik besar-besaran yang dampaknya meluas ke seluruh wilayah Timur Tengah.
Iran, Lebanon dan Suriah sedikit banyak terlibat dalam perang ini, dan mengubah konflik terbaru antara Israel dan Hamas ini menjadi perang multi-front. Indikasi menunjukkan bahwa perang Israel-Hamas akan berdampak besar dan buruk di masa mendatang.
Namun China tampaknya ekstra berhati-hati dalam pendekatannya terhadap tindakan balasan Israel terhadap Hamas. Secara historis, China bersimpati pada perjuangan Palestina dan oleh karena itu, Beijing ragu untuk mengutuk serangan Hamas terhadap Israel.
Namun, dalam skenario jika terang-terangan mendukung Israel, China juga tidak mau menyinggung negara-negara Islam di Timur Tengah. Faktanya, wilayah ini berfungsi sebagai sumber perdagangan dan investasi China.
Mengingat hal tersebut, China tampaknya sangat khawatir dengan situasi saat ini. Menurut para analis, jika perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung tidak segera dihentikan, China akan sangat menderita di bidang ekonomi, politik, dan strategis.
Menurut kantor berita Xinhua dan dikutip Asian Lite, Minggu (22/10/2023), nilai perdagangan keseluruhan antara China dan negara-negara Timur Tengah mencapai USD431,4 miliar pada 2022, naik dari USD330 miliar di tahun 2021. Timur Tengah adalah pemasok minyak dan gas (migas) terbesar ke China.
Atlantic Council, sebuah lembaga think tank Amerika Serikat, mengatakan pada 2022 bahwa lebih dari 41 persen dari seluruh impor minyak mentah ke China berasal dari Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), yang terdiri dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Oman, Qatar, Kuwait, dan Bahrain.
Ada kekhawatiran bahwa perang yang sedang berlangsung tersebut dapat meningkat menjadi konflik besar-besaran yang dampaknya meluas ke seluruh wilayah Timur Tengah.
Iran, Lebanon dan Suriah sedikit banyak terlibat dalam perang ini, dan mengubah konflik terbaru antara Israel dan Hamas ini menjadi perang multi-front. Indikasi menunjukkan bahwa perang Israel-Hamas akan berdampak besar dan buruk di masa mendatang.
Namun China tampaknya ekstra berhati-hati dalam pendekatannya terhadap tindakan balasan Israel terhadap Hamas. Secara historis, China bersimpati pada perjuangan Palestina dan oleh karena itu, Beijing ragu untuk mengutuk serangan Hamas terhadap Israel.
Namun, dalam skenario jika terang-terangan mendukung Israel, China juga tidak mau menyinggung negara-negara Islam di Timur Tengah. Faktanya, wilayah ini berfungsi sebagai sumber perdagangan dan investasi China.
Mengingat hal tersebut, China tampaknya sangat khawatir dengan situasi saat ini. Menurut para analis, jika perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung tidak segera dihentikan, China akan sangat menderita di bidang ekonomi, politik, dan strategis.
Menurut kantor berita Xinhua dan dikutip Asian Lite, Minggu (22/10/2023), nilai perdagangan keseluruhan antara China dan negara-negara Timur Tengah mencapai USD431,4 miliar pada 2022, naik dari USD330 miliar di tahun 2021. Timur Tengah adalah pemasok minyak dan gas (migas) terbesar ke China.
Atlantic Council, sebuah lembaga think tank Amerika Serikat, mengatakan pada 2022 bahwa lebih dari 41 persen dari seluruh impor minyak mentah ke China berasal dari Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), yang terdiri dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Oman, Qatar, Kuwait, dan Bahrain.
Lihat Juga :
tulis komentar anda